Ana gelisah, melihat Rick yang masih betah di rumah nya. Bukannya apa-apa, ruang gerak Ana jadi terbatas kalau pria itu tidak kunjung pulang.
Rick sesekali menoleh ke arah Ana, dia tau, jika Ana sedang jengkel padanya. Selesai drama merebus telur tadi, Rick berbaring manja di ruang keluarga dengan beralaskan ambal kecil.
"Kerjakan saja pekerjaan mu, jangan melirik ku terus. Aku tampan, aku tau. Tidak usah terlalu nampak kalau kau mengagumi ku." Ujar Rick penuh percaya diri.
"Dasar pria angkuh" gumam Ana dari dapur, namun masih terdengar oleh Rick. Pria itu sengaja tidak menanggapi nya, dan sibuk memotret kegiatan yang Ana lakukan.
Ruang keluarga dan dapur hanya di pisah oleh lemari televisi, jadi posisi Rick berbaring tepat menghadap ke arah dapur dimana Ana berada.
Ana tengah memasak bumbu, aroma khas bumbu merah menyeruak ke seluruh penjuru rumah. Rick sudah terbiasa mencium aroma tersebut, saat mereka makan bersama di sekolah. Rick sangat menyukainya, bahkan ibu nya pun tidak pernah memasak jenis masakan itu seenak buatan Ana. Bukannya sang ibu tidak pandai memasak, namun mereka lebih sering makan masakan bibi art. Ibunya terkadang membantu sesekali saat tidak sedang bekerja. Selebihnya, waktu sang ibu, habis di kuasai oleh ayah mereka yang sedikit over dosis kadar cinta nya.
...****************...
"Rick belum pulang? udah senja loh padahal. Ini gara-gara didi nih, biarin Rick beli apartemen segala." Omel Joi menyalahkan sang suami. Joi tipikal ibu nya, yang selalu ingin anak-anak nya berkumpul bersama. Jika salah satunya terlambat pulang, maka Joi akan uring-uringan memarahi sang suami.
"Ck! Rick sudah besar. Biarkan saja, sebentar lagi anak itu lulus SMA tapi tidak pernah didi lihat dia dekat dengan perempuan. Entah anakmu itu normal apa tidak." Sanggah Jovan membela diri.
Joi mendelik tak suka mendengar kalimat nyeleneh sang suami. "Anak mimi normal ya, enak aja. Gagah begitu kok, pasti banyak cewek genit yang naksir. Putra ku itu hanya belum ingin berpacaran saja, apalagi masih SMA. Dia tidak ingin seperti ibu nya, masih SMA sudah punya anak" Jovan hampir tersedak majalah yang dia baca, ucapan sang istri sungguh menohok hatinya.
"Bisa tidak, bagian yang itu jangan di bahas lagi." Ujar Jovan sengit. Joi terkikik geli melihat reaksi suaminya, Jovan selalu sebal jika membahas masa awal perjalanan cinta mereka.
"Coba didi telpon gih, sekali-kali kalau anak telat pulang itu ya di hubungi. Gengsi tidak bikin kita kenyang, tidak bikin makin muda juga. Ayuk gih, telpon." Titah Joi di selipi kata-kata mutiara yang bikin hati Jovan cenat cenut. Dengan wajah berlipat Jovan menghubungi nomor sang anak, selama ini, tugas menghubungi anak-anaknya jika pulang terlambat ada tugas sang istri. Jovan selain memiliki penyakit cemburu akut, pria itu juga mengidap penyakakit yang tak kalah memprihatinkan, yaitu gengsi stadium akhir.
"Halo?" sahut Rick di seberang dengan suara malas.
"Ck! pulang! jangan kelayapan mulu, nanti tau-tau pulang bawa istri." Kesal Jovan mendumel tak jelas. Joi melotot mendengar kalimat asal suami nya.
"Memang boleh, di?" Jovan melotot sempurna mendengar pertanyaan sang anak.
"Awas aja ya, kalau kau berani macam-macam! Didi akan menggantung mu di pohon toge di kebun eyang(Reegan/Sarah)." Suara tegas Jovan tidak sedikit pun membuat Rick gentar.
"Tadi bilang boleh bawa istri pulang, didi tidak konsisten. Malam ini aku tidur di apartemen, mau belajar, kurang sebulan mau ujian. Kalau di rumah aku bukannya belajar, malah sibuk jadi wasit anak-anak didi yang banyak itu." Oceh Rick lancar tanpa perasaan.
"Dasar anak durhaka!" seru Jovan kesal, inilah kenapa dia paling tidak suka menghubungi anaknya yang satu ini. Selalu membuat urat syaraf nya kejepit di kerongkongan.
Joi yang paham situasi mulai tak kondusif, segera mengambil alih ponsel suaminya.
"Hai, sayang ini mimi jadi jangan mengeluarkan kata-kata mutiara mu dulu." Ujar Joi tanpa jeda, Rick mematung kemudian mengubah intonasi suara nya jadi lebih lembut.
"Halo mi, aku malam ini akan menginap di apartemen. Besok aku akan ke rumah besar untuk menukar motor ku, aku berencana akan tinggal di apartemen selama menunggu ujian kelulusan, jadi aku butuh mobil. Di apartemen, aku bisa belajar tanpa harus melakukan pekerjaan sampingan." Joi paham maksud pekerjaan sampingan yang putranya katakan. Meski tak rela Joi harus mulai terbiasa, anak-anak nya berhak menentukan arah hidup mereka sendiri. Joi hanya perlu memantau nya saja.
"Baiklah sayang, perhati kan makan mu, jangan terlalu sering makan junk food, kau bisa bodoh kalau otakmu terlalu banyak menyerap minyak curah." Nasihat Joi sedikit keluar jalur, namun Rick selalu bisa memaklumi sikap Ibu nya. Siapa yang tidak eror jika punya suami seperti sang ayah.
"Baik mi, di jamin anakmu ini akan menjaga kesehatan dan pola makan yang baik dan benar. Jangan mengkhawatirkan apapun, aku yang justru mencemaskan keadaan mimi. Pasti akan stress berat menghadapi bayi tua itu sendirian, di tambah mengurus anak-anak itik yang suka saling mematuk dan bertindak liar." Ujar Rick sepanjang satu paragraf penuh tanpa memberi celah pada Joi untuk menyela.
"Kau ini, mereka adik-adik mu, suka tidak suka, kau harus menerima dan mengakui nya. Dan pria tua ini adalah suami tercinta ku, jangan terlalu sering membully nya. Mimi akan sangat marah padamu." Jovan hampir saja melontarkan kalimat penyerangan balik, namum mendengar pembelaan sang istri, hatinya langsung melunak seperti pisang kelewat masak.
"Baiklah baiklah, love you mimi sayang. Titip salam untuk adik-adik yang banyak itu, juga untuk pria tua yang katanya suami tercinta mimi. Bye..!" Rick memutuskan panggilan nya tanpa menunggu balasan dari sang ibu, bisa dia pasti kan. Saat ini ayahnya sedang mengeram kesal padanya.
Rick Kembali menatap ke arah pintu toilet yang juga berfungsi sebagai kamar mandi. Ana yang sudah selesai memasak bumbu-bumbuan nya, langsung bergegas mandi. Sebenarnya Rick juga merasa tak nyaman dengan tubuh nya, terasa lengket karena dirinya terus berkeringat. Sebenarnya rumah Ana tidak terlalu panas dan pengap, hanya saja Rick yang ngotot merebus telur, hingga membuat nya terpapar asap juga hawa panas dari api tungku tersebut. Alhasil, kini dirinya tengah memakai baju kaos Ana juga celana training gadis itu.
Krrieettt
Suara pintu terbuka, terlihat Ana keluar dari sana dengan pakaian lengkap. Baju setelan bermotif batik, sebenarnya itu baju mendiang ibu nya. Ana hampir tidak pernah membeli baju baru sejak 2 tahun lalu. Baju yang dia pakai kebanyakan baju-baju sang ibu, Ana tidak pernah malu meski modelnya sudah sangat kuno dan keibuan. Asalkan asap di dapurnya masih bisa mengepul, itu sudah cukup baginya.
"Kau masih belum mau pulang?" tanya Ana jengah.
"Aku mau mandi dulu, gerah. Aku tidak nyaman" ujar Rick terlihat memelas. Ana mendumel dongkol.
"Siapa suruh sok-sokan mau rebus telur, sudah tau pakai tungku kayu, masih ngotot. Salah sendiri!" Omel gadis itu memasuki kamarnya. Lalu keluar dengan sepasang baju ganti yang bersih.
Rick hanya diam mendengarkan omelan ala ibu-ibu yang di lontarkan oleh Ana pada nya.
"Nih, mandilah setelah itu kau harus pulang. Aku mau keluar, ada keperluan." Ketus Ana tak bersahabat. Rick menyambut pakaian tersebut berikut handuk nya tanpa menyahut apa pun.. Seperti nya handuk itu jarang di pakai, dari segi warna yang masih sangat cerah, juga jika di bandingkan dengan yang di pakai Ana di kepala nya. Terlihat sangat jelas.
Rick bergegas masuk ke toilet, dia sudah tidak tahan dengan aroma tubuhnya sendiri. Aroma asap di tambah dengan aroma bumbu yang serasa menempel di setiap inci tubuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Fira Ummu Arfi
👍👍
2022-08-27
1
Fira Ummu Arfi
hadirrrrrrr
2022-08-27
1
Nadiya Rahman
Ceritanya lucu dan sangat menarik sekali,aku suka bestie 🥰like dan favorit sudah mendarat ya 👍❤️
2022-07-16
1