"Hari keempat pernikahan.
Syakila bangun dengan rambut acak-acakan dan leher penuh jejak sejarah. Di sebelahnya, Bang Jojo tidur pulas dengan posisi miring, memeluk bantal kayak guling yang dicintai sepenuh hati.
Syakila menatapnya lekat-lekat. Satu sisi geli, satu sisi pengen lempar bantal.
"Ini orang... habis 'ngeruk tambang', sekarang tidur kayak bayi."
Dia duduk di tepi ranjang, menarik nafas panjang. Kaki pegal, pinggang remuk, tenggorokan kering.
Tanda-tanda istri baru yang habis dijadikan korban semangat nasionalisme suami.
Jojo menggeliat. "Hmm... Dek Sya... Jus semangka lagi ya?"
Syakila melempar pandang sinis. "Mau lanjut lagi?"
Jojo buka mata pelan-pelan. Senyumnya nyengir, tampang belum sadar sepenuhnya tapi hasrat udah standby.
"Bukan lanjut. Tapi... revisi sedikit bagian tadi malam. Abang rasa belum 100%."
"Ngimpi aja lu!"
Syakila melempar bantal tepat ke mukanya. Jojo ketawa sambil ngelindur, dipeluknya bantal kayak lagi peluk Syakila.
"Abang sayang kamu..."
Syakila melirik ke cermin. Pandangannya jatuh pada leher sendiri.
"Haduh... ini kalau pulang ke rumah ibu, ditanya kenapa kayak abis disedot alien, jawabnya gimana?"
Tiba-tiba telepon hotel berbunyi. Jojo yang masih malas gerak akhirnya bangun, angkat dengan mata setengah terpejam.
"Halo...? Oh, iya... mau perpanjang kamar?"
Jojo melirik Syakila yang langsung melotot.
"Jangan! Pulang. Aku kangen rumah!"
"Tapi Dek... kita kan baru pemanasan. Baru juga mulai mengenal anatomi masing-masing..."
Syakila melipat tangan di dada, ekspresi 'nggak bisa diganggu gugat'.
"Abang pilih. Lanjut di hotel, atau nanti kita lanjut di rumah. Tapi... ada syarat."
Jojo meneguk ludah. "Apa syaratnya?"
"Aku yang jadi kapten. Abang cukup jadi penumpang yang nurut."
Mendengar itu, Jojo langsung semangat lagi.
"Siap, kapten! Abang udah siap dilatih dan digembleng."
Syakila tersenyum licik.
"Bagus. Tapi sebelum itu, bantu aku mandi. Kaki pegal semua."
Jojo bangkit dengan semangat nasionalisme 45. "Mandi berdua?"
"Enggak. Aku duduk, Abang yang gosokin."
"Ya Allah... ini sih mimpi masa kecilku jadi nyata."
Dan begitulah... pagi itu mereka mandi. Satu duduk, satu kerja rodi.
Karena cinta itu bukan cuma soal ranjang, tapi juga urusan sabun dan sikat punggung.
“Jadi... kalian pulang lebih cepat?” ibunya Syakila menatap keduanya curiga. Matanya menyipit, ekspresinya seperti detektif yang baru mencium bau kejanggalan.
Syakila canggung. Jojo lebih canggung. Mereka duduk di ruang tamu, seperti dua siswa yang baru ketahuan nyontek pas ujian nasional.
“Iya, Buk... soalnya kamarnya AC-nya terlalu dingin,” jawab Syakila cepat.
“Jojo gampang masuk angin.” tanya ibunya Syakila
Jojo mengangguk cepat dan penuh harapan. “Iya, Bu. Saya tuh sensitif udara...”
Ibu Syakila memicingkan mata. Lalu mendadak berkata,
“Coba kamu tengok leher Syakila, Jo!”
Syakila langsung tersedak teh. Jojo mendadak panas dingin.
“Loh... kenapa, Bu?” tanya Jojo nekat, pura-pura bego.
Ibunya Syakila nyengir licik.
“Nggak, Bu Cici tetangga sebelah itu lihat kalian jalan pagi tadi. Syakila jalannya aneh, katanya.”
Jojo menatap Syakila. Syakila menatap lantai. Lantai tidak bisa membantu.
“Gimana anehnya?” tanya Jojo hati-hati.
“Katanya Syakila jalannya miring sebelah. Kayak habis naik kuda semalam suntuk.”
DEG.
Jojo pengen langsung sujud minta ampun, tapi takut makin mencurigakan. Syakila ingin menghilang jadi semangka. Biar ditaruh di kulkas, nggak dipanggil-panggil.
“Lain kali jangan terlalu semangat, Jo,” kata Mama, santai sambil menyeruput teh. “Anak gadis saya bukan daging kambing buat di guling.”
Jojo menunduk.
“Iya, Bu. Saya salah. Tapi... dagingnya empuk kok.”
Syakila langsung mencubit paha Jojo.
Setelah ibunya Syakila keluar ruangan, Syakila melotot ke Jojo. “Bisa diam nggak sih mulutnya?”
Jojo mengangkat tangan. “Refleks, Dek. Maaf, mulut Abang tuh suka ngomong duluan, mikir belakangan.”
Mereka berdua naik ke kamar. Baru saja duduk di kasur, Syakila mengeluh, “Punggungku masih pegal semua.”
Jojo mendekat. “Mau abang pijitin?”
“Pakai niat, jangan modus.”
“Modus? Abang? Wah, Dek Sya... ini murni pelayanan suami istri.”
Jojo mulai memijit. Baru dua menit, tangannya nyasar.
“Bang...”
“Iya?”
“Itu bukan punggung.”
“Oh. Maaf. Saking hafalnya, tangan Abang jalan sendiri.”jawab bang Jojo ngaco.
Syakila geleng-geleng. “Besok Bang Jojo ikut aku ke rumah sakit.”
“Kenapa? Ada apa?”
“Aku mau periksa... takut pinggulku miring beneran.”
Jojo langsung peluk Syakila dari belakang.
“Kalau miring, Abang siap jadi penyangga hidupmu. Seumur hidup.” gombal bang Jojo.
“Rayuanmu itu... antara bikin geli sama bikin pengen lempar sepatu.”
Syakila masih duduk di kasur sambil mengelus pinggangnya.
“Bang, serius. Aku takut nanti kalau beneran ke dokter, disuruh terapi tulang.”
Jojo langsung panik. “Aduh, jangan gitu dong, Dek. Nanti dokter tanya, penyebabnya apa? Masa’ Abang jawab: kebanyakan latihan cinta?”
Syakila menatapnya sinis. “Ya sudah, bilang aja jatuh dari motor.”
Jojo menggeleng cepat. “Nggak bisa. Kalau jatuh dari motor kan biasanya luka di lutut, bukan leher penuh stempel kayak kamu itu.”
Syakila menutupi lehernya dengan bantal. “Hush! Jangan disebutin lagi. Malu tauk!”
Jojo ngakak, lalu tiba-tiba jadi serius. “Tapi, Dek… kalau kamu memang sakit beneran, Abang siap ngalah. Kita istirahat dulu. Lima tahun ke depan juga nggak apa-apa…”
Syakila melotot. “Lima tahun? Kau kira aku mau jadi biksuni?”
Jojo mengangkat bahu, pura-pura pasrah. “Ya daripada Abang dituntut pasal KDRT anatomi…”
Syakila mendengus, lalu melempar guling ke arahnya. “Dasar aneh.”
Jojo langsung memeluk guling itu. “Iya, tapi anehnya kan buat kamu.”
Syakila menepuk jidat, lalu bangkit dari kasur. “Udah, Bang. Hari ini aku mau istirahat total. Jangan ada aksi-aksi.”
Jojo menatapnya penuh drama. “Istirahat total? Jadi… malam ini Abang tidur sambil ngobrol sama kipas angin?”
Syakila tersenyum miring. “Kalau kipas angin bisa nurut, ya silakan. Jangan harap aku jadi kipas manual.”
Jojo ngedumel pelan. “Kipas angin aja berputar tiap malam. Masa’ Abang diem doang…”
Syakila mendengar itu, langsung menepuk bahunya. “Kamu diem atau aku telepon ibu lagi?”
Jojo langsung menutup mulut rapat-rapat, lalu memberi salam hormat pura-pura. “Siap, Kapten! Abang mode silent.”
Tapi begitu Syakila rebahan, Jojo mendekat perlahan. “Dek, beneran nih? Nggak boleh sedikit pun?”
Syakila membuka sebelah matanya. “Bang, aku kan udah bilang: aku kapten. Kalau aku bilang maju, baru maju. Kalau aku bilang berhenti, berhenti.”
Jojo nyengir. “Jadi Abang ini tentara cadangan, gitu?”
“Bukan cadangan.” Syakila menutup mata lagi. “Abang itu prajurit aktif… tapi harus tunduk sama komandannya.”
Jojo tersenyum puas, lalu menepuk dada sendiri. “Siap, Komandan. Tapi inget ya… prajurit ini stamina-nya nasional plus internasional.”
Syakila menahan tawa, pura-pura tidur. Dalam hati, dia tahu… selama Jojo masih begini, rumah tangganya nggak akan pernah sepi.
Mereka tertawa bersama.
Ya... beginilah cinta. Kadang lucu, kadang perih. Tapi yang jelas: semangat Jojo tidak pernah libur..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Sri Dartuti
Alhamdulillah Mak Rien.....dilanjut lagi🥰🥰🥰
2025-04-05
1
Sayajhinha🥰
yam ampuun mak pake di perjelas lagi😂 maklumi aja kan namanya pengantin baru semangat nya full🤣
2025-04-07
1
Ratu Tety Haryati
Alhamdulillah ada lanjutannya
Terima kasih, Kak Riie🥰🥰🙏
2025-04-09
2