Part 4:
Namun pandangan ku tertuju pada sebagian tubuh Daniel yang agak memar, seperti habis di pukuli.
Lalu aku pun mendekat kembali padanya. Karena rasa penasaran atau mungkin rasa khawatir ku mulai muncul.
" Dan! Lo habis berantem?. Berantem sama siapa Lo, kok bisa memar gini?." Tanya ku sambil menelusuri beberapa bercak merah kebiruan.
" Enggak kok, kata siapa?." Dia malah balik bertanya.
" Ini ." Aku pun menunjuk siku dan dagu nya yang terlihat memar itu.
" Gue gak berantem Nadia!." Ulang nya lagi dengan penekanan.
" lya, terus kenapa bisa gini?."
" Ini sakit?." Tanya ku lagi sediki menekan bercak-bercak itu.
Ia hanya menggeleng dan seperti nya memang tidak merasa sakit. Namun aku semakin penasaran, apa mungkin dia berbohong?. Atau ada hal lain yang dia sembunyikan dari ku?. Tapi untuk apa dia berbohong?. Dan apa yang sedang dia sembunyikan?." Pikiran itu semakin terbang-terbang saja di kepala ini.
Namun aku mencoba untuk tidak ambil pusing dengan masalah yang di sembunyikan Daniel, toh dia bukan siapa- siapa saya. gumam ku dalam hati.
Aku pun melangkah meninggalkan kan nya duluan, untuk segera ke kelas. Karena tak lama lagi ujian akan di mulai.
Tak lama dia pun mengekor di belakang ku.
********
Semua murid sudah duduk dengan rapi. Mereka antusias untuk menerima soal ujian semester akhir, yang akan membawa kami menuju kelulusan, sebagian banyak orang, kelulusan adalah kebebasan.
Aku pun mengerjakan soal ujian itu, walaupun agak sedikit susah, dan aku pun mencoba yang terbaik agar hasil nya tidak mengecewakan ibu.
Setelah beberapa menit, semua murid akhirnya selesai termasuk aku dan Daniel, kami pun mengantar bersamaan dan segera pulang.
Aku pun duduk di kursi taman sekolah, sambil menunggu Avi karena memang ruangan ku dan Avi berbeda walau satu kelas.
setelah sepulang sekolah kami berencana untuk makan siang bersama jadi aku menunggu nya.
Karena agak bosan menunggu, aku pun mengeluarkan gawai untuk membuang suntuk.
" Nadia!." Aku menoleh ke sumber suara, dan ternyata itu Daniel yang sudah memasang senyum nya dari jauh.
Ku hentikan aktivitas online ku dan membalas sapaan nya.
" Hey dan!." Aku melambaikan tangan ku, mengajak nya duduk bersama.
dia pun mendekati ku, dan ikut duduk di dekat ku, sangking dekat nya aku bisa mencium aroma parfum nya yang menyeruak, wangi namun tidak tajam, hingga aku bisa merasakan kenyamanan bila berada di dekat nya, entah mengapa rasanya sekali selalu berada di dekat nya, perasaan apa ini.
Namun lagi lagi aku menangkap pemandangan yang aneh, yang membuat ku semakin bertanya tanya?. ada cairan merah yang mengalir di hidung Daniel yang Bangir itu, ya itu darah segar, dengan waktu yang bersamaan, entah mengapa perasaan ku mendadak sedih, perasaan ku jadi tidak enak, seperti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
" Dan, elo sakit?." Aku bertanya dengan mata yang berkaca-kaca, aku pun tak tau dengan perasaan ini.
" Enggak kok." Namun mulut dan ekspresi wajah nya tidak sinkron, wajah nya seperti menyembunyikan sesuatu kesedihan yang mendalam. Membuat ku semakin khawatir.
Aku berusaha untuk menyembunyikan kekhawatiran ku dengan susah payah. Leher ini terasa tercekat seperti menahan sesuatu yang akan meledek, aku memalingkan wajah ku, menyembunyikan mata ini yang mulai berair, ku tarik nafas dalam-dalam, mencoba menetralisirkan perasaan yang tak ku mengerti sampai saat ini.
" Lo bener ga papa?." Tanya ku lagi dengan lembut sambil mengusap cairan tersebut dengan menggunakan jari ku.
Melihat tindakan ku, tiba tiba matanya memerah, buliran bening lolos dari sudut mata nya, membuat ku semakin bertanya tanya.
" Lo kenapa? cerita sama gue, gue siap dengerin Lo, walaupun gue ga bisa bantu, seenggaknya itu bisa buat Lo lebih tenang."
Dia memegang tangan ku yang masih mengusap hidung nya, tatapan nya begitu dalam dan tulus hingga terasa di relung hati ku.
" Gue,....Gue...!" Dengan suara yang tersendat, seperti ada keraguan yang terpancar saat ingin mengutarakan nya. Sebegitu berat kah derita yang dia alami hingga tak mampu untuk berkata.
Namun dengan sabar aku menunggu kelanjutan nya.
" Gue kenapa Dan?." Tanya ku, mengulang kalimat nya.
Lagi- lagi dia hanya menunduk kan kepala nya. Sepertinya dia terlihat sangat sedih dan sedang mempersiapkan diri untuk mengatakan nya sesuatu.
" Gue sakit Nad." Tutur nya dengan satu nafas, seakan berusaha tegar. Aku tersentak mendengar penuturan nya. Aku benar benar terkejut. Seketika darah ini mengalir deras, seperti aliran sungai yang are😁, namun ku coba untuk tenang.
" Lo sakit apa?." Tanya ku mulai menetralisir perasaan.
" Gue sakit leukimia tahap 3 Nad."
DEG
Betapa terkejutnya aku saat itu. Tahap 3 yang berarti kronis, itu yang ku tau dari robot serba tau.
" Lo udah coba berobat? orang tua Lo pasti udah tau kan? kata dokter Lo pasti bisa sembuh kan?." Cercah ku tanpa sadar dan dengan rasa kekhawatiran yang tak bisa ku jelaskan.
Namun dia hanya menggeleng pelan. Terlihat jelas kesedihan yang tergambar di wajah tampan nya, tapi terlihat agak sedikit pucat tersebut.
" Gue udah sering ke dokter Nad, tapi cuma buat periksa aja , kalau buat yang lebih harus sama orang tua gue , karena dokter enggak bisa sembarang ambil tindakan. Sedang kan orang tua gue selalu aja sibuk dan ga ada waktu buat nemenin gue cek up." Tutur nya dengan nada suara lemah.
Hati ini semakin iba saja mendengar penuturan nya, terlihat sekali bahwa dia mempunyai beban yang sangat berat, namun dia mencoba menyembunyikan nya. Aku terus mendengarkan curhatan nya , berharap agar beban yang ia tanggung bisa berkurang.
" Lo udah coba ngomong pelan-pelan belum sama orang tua lo? , maksud gue lebih terbuka lagi gitu. Supaya mereka lebih faham yang Lo butuhin sekarang." Dan lagi-lagi dia hanya mengangguk lesu.
" Udah Nad, tapi yang gue dapet hanya alasan sibuk dan sibuk. Mereka selalu sibuk dengan uang mereka, di saat gue lagi membutuhkan mereka. Mereka selalu marah kalau gue protes, mereka bilang mereka kerja buat gue juga, tapi saat Andre yang sakit, walaupun cuma demam biasa, mereka selalu ada waktu buat ngurusin dia. Gue ngerasa kayak anak pungut." Tutur nya dengan raut wajah sedih.
Sekali lagi, buliran bening lolos dari sudut mutiara hazle itu. Luka dan putus asa seperti tiada henti nya menghampiri hidupnya. Ternyata dari seorang Daniel yang biasa nya terlihat bandel seperti tidak ada beban. Urakan dan foya-foya sana sini, seperti anak manja. Namun berbanding terbalik dengan realita kehidupan yang dia alami saat ini. sepahit dan sepedih itukah beban yang ia tanggung, hingga aku juga bisa merasakan kepedihan yang ia derita. Entah mengapa hati ini ikut tersayat melihat dia selemah ini.
Ku usap punggung nya perlahan. Andai aku bisa ikut memikul beban yang ia tanggung sendiri itu, tapi siapa lah aku hanya seorang teman bagi nya.
" Gue anterin Lo ke rumah sakit ya?." Aku berusaha membujuk agar dia mau untuk pergi ke rumah sakit.
" Gak perlu Nad, gue gak butuh dokter. Saat ini yang gue butuh kan cuma tempat untuk bersandar. Gue boleh pinjem pindak Lo gak ?." Kata nya menatap ku penuh harap. Meminta izin untuk meluapkan segala kesedihan nya saat ini.
Aku mengangguk tanda setuju." Jangan kan pundak, lo minta peluk juga gue mau, maksud gue supaya lo bisa meluapkan semua uneg-uneg yang ada di hati lo saat ini." Ku rentang kan tangan ku untuk menyambut segala duka lara nya. Ku biarkan dia menumpahkan segala perihnya didalam dekapan ku.
" Makasih ya Lo udah mau jadi teman curhat gue." Gumam nya. Aku hanya mengangguk dan tersenyum kepada nya.
Aku tak menyangka, seorang Daniel bisa selemah ini, batinku.
" Lo tau, gue Gonta ganti pasangan, gue mabuk, gue suka balapan, itu karena gue cuma melampiaskan kekesalan gue selama ini, supaya gue lupa sama kesedihan gue. Gue gak pernah punya rasa sedikit pun sama mereka, gue g' pernah sedikit pun nyentuh mereka, walaupun kadang mereka yang menyuguhkan." Penuturan nya antara kocak dan pilu bagi ku, ingin rasanya aku tertawa, namun aku mencoba untuk menahan diri.
Ternyata selama ini dia butuh seseorang yang bisa ngertiin dia dan selalu ada buat dia di saat dia merasa kesulitan, begitu berat cobaan yang kau berikan kepada nya ya Tuhanku, batin ku pilu.
Setelah beberapa saat dia pun melepaskan pelukannya, dan seketika itu juga Avi yang sedari tadi sudah ku tunggu pun menghampiri kami.
" Cieee, berduaan ni ye." Ledek Avi menggoda kami.
" Apaan sih Lo, gak jelas banget." Rutuk ku salting
" Kalian udah pacaran ya? kapan jadian nya? ko ga ngasih tau gue?." Cercah nya.
Aku pun mengerutkan kening karena bingung dengan pertanyaan Avi.
Tapi Daniel malah tersenyum seolah senang dengan tuduhan Avi.
" Sembarangan Lo kalau ngomong! kita ini cuma temenan, somplak. Gue tadi cuma mau no....." Belum sempat aku melanjutkan kalimat ku tangan Daniel menyentuh punggung tangan ku serta menatap kearah ku dengan menggeleng pelan, mengisyaratkan kepada ku, bahwa aku tidak boleh mengatakan yang dia alami kepada Avi. Aku pun menurut dan menghentikan kalimat ku.
" Cuma apa sih? kalau ngomong jangan setengah-setengah napa." Tanya Avi penasaran.
" E,,,, itu! , nolongin ngerjain ujian tadi. Jadi Daniel tanya sama gue, yang dia isi tadi bener ga? , gue bilang bener kok! gitu, ya kan Dan?." kata ku mengarang, sambil mengedipkan mata kepada Daniel.
tapi aku was-was juga, kalau seandainya Avi tidak percaya, bisa gawat.
Nafas ini terasa tertahan menunggu jawaban dari Avi, takut kalau dia tidak percaya. Alasan apa lagi yang harus aku katakan.
" Oh kirain penting." Akhirnya dia percaya dengan kebohongan ku. Akhirnya aku bisa membuang nafas lega.
*******
Setelah lama berbincang- bincang, aku dan Avi pun berangkat ke kafe, seperti yang sudah kami rencanakan. Sedang kan Daniel memilih untuk pulang karena dia bilang sedang tidak mood untuk makan.
" Tapi nanti sepulang sekolah Lo harus langsung makan ya?." Pinta ku sambil berbisik, takut kalau Avi mendengar percakapan kami. Nanti dia akan berfikir macam-macam tentang kami.
" Kenapa?." Tanya nya.
" Karena gue takut Lo sakit." Jawab ku sepontan. Sontak membuat senyum mengembang di bibir seksi milik Daniel, aku pun jadi salah tingkah dengan ucapan ku sendiri.
" Makasih ya udah perhatian sama gue, gue akan selalu sehat, setidaknya demi elo." Tiba-tiba pipi ini terasa panas karena malu, bibir ini mengembang dengan sendirinya. Aku menunduk untuk menyembunyikan wajah ku yang memerah karena malu, karena takut kalau sampai dia melihat.
Setelah itu aku dan Avi meninggalkan nya yang masih mematung menatap kepergian kami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Lina Zascia Amandia
Kasian si Danil, kurang perhatian ortu, skrg malah sakit Leukimia. Tdk ada yg perhatian.... mgkn sj Nadia bisa jadi penyembuh memberi sdkt perhatian...
2022-09-11
2