Part 2:
Ibu Nadia yang sudah lama beranda di toko bunga milik nya sambil menunggu anak nya untuk mengganti kan nya berjualan. Ya, mereka memiliki toko bunga kecil-kecilan. Walaupun tidak besar, tapi lumayan cukup untuk menopang kebutuhan mereka sehari-hari.
Tak lama aku dan Daniel sampai di toko bunga ku. Ibu terlihat heran dengan kedatangan sebuah mobil mewah di depan tokonya. Tak lama kami pun keluar dari mobil. Ibu ku terkejut melihat ku dengan seorang pria yang sangat tampan. Karena biasanya aku tak pernah pulang dengan seorang pria, karena memang aku masih jomblo, alias tak punya pacar.
Dia lalu menghampiri kami dengan wajah yang terlihat sumringah, mungkin dia mengira kami pacaran. Tapi untuk berpikir seperti itu, aku bergidik sendiri. Berpacaran dengan seorang Daniel?, tampan sih tapi terlihat urakan, play boy, kepedean. Membayangkannya saja aku ngeri, gimana kalau terjadi.
" Oalah Ndu, kamu sama siapa ke sini? calon menantu ibu ya?." Tanya ibu ku langsung tu the poin, maklum ibu ku memang suka blak-blakan. Seketika aku melotot, aku dan Daniel pun saling menatap, Daniel malah tersenyum saja di tanya begitu, tapi kebalikan nya dengan ku, aku manyun sampe 5 Senti panjang nya, sedang kan Daniel terlihat sekali jiwa play boy nya meronta ronta.
" Enggak ko' Bu!."
" Iya Tante!." aku dan Daniel menyahut hampir bersamaan. Jadi lah kami bertiga bertukar pandang karena bingung.
" Yang bener yang mana? nda pacaran atau he eh?." Ibu ku dengan logat khas Kediri nya.
" Enggak Bu!!"
" Iya Tante!". lagi lagi kami menjawab dengan serentak. Kata orang kalau kompak berarti jodoh Hadeh... Jangan kan menikah, pacaran saja aku gak bayangin. Pake acara panggil Tante lagi, ibu ku itu gak suka di panggil yang macem-macem, kalau gak Bu de, si mbok, yang paling mentok ya ibu. karena kalau panggilan lain, kata nya malu, ga' sesuai sama logat dan penampilan. Ada-ada aja si ibu.
" Ealah, ibu jadi mumet ndo. Wis, wes! terserah kalian saja lah!." Akhirnya ibu ku menyerah. Aku pun terkekeh melihat kelakun ibu ku itu.
Aku dan Daniel di ajak masuk oleh ibu ku, kata nya sudah menyiapkan makanan yang di bawa dari rumah tadi, dan setelah itu Daniel pamit untuk pulang.
******
Kini gantian ibu ku yang pulang. Ya seperti kata ku tadi, aku menggantikan nya menunggu toko.
Lama aku menunggu, sangat jarang orang yang datang untuk beli bunga walaupun tidak sepi sepi amat, tapi tetap saja aku suntuk menjaga toko seorang sendiri. Mungkin orang tak banyak yang jatuh cinta, karena mereka sadar cinta itu lebih banyak sakit nya dari pada senangnya, batin ku!. Ya kayak lagunya artis terkenal itu loh . '🎶 Lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati ini, biar tak mengapa 🎶. Eh kok nyanyi sih thor, thor.
Akhirnya dari kejauhan, aku melihat dua orang, laki laki dan perempuan, mungkin sepasang kekasih yang ingin beli bunga pikir ku. Namun saat orang itu semakin dekat, aku pun mengenalinya. Dan Ternyata itu Avi sahabat ku, dan laki laki itu mungkin pacar yang sering dia cerita kan padaku.
Avi melambaikan tangan pada ku, dengan senyum bahagia nya, seolah tak sabar ingin memamerkan ku barang baru nya, aah... Suuzon.
" Avi!!."
" Nadia!!!." kami langsung jingkrak-jingkrak memainkan jemari ala ala cabe cabean, seperti orang tidak ketemu berabad-abad. Begitu lah kami kalau sudah ketemu heboh sendiri.
Sedangkan pacar Avi menatap ku dengan tatapan genit, sambil senyum senyum pula. Ga pernah liat cewek cantik apa? batin ku. Tapi aku tidak memperdulikan nya.
" Eh, gue mau nonton loh sama Alex. Lo ikut dong." Bujuk Avi kepada ku.
" Ah... ngapain gue ikut?. Yang ada gue jadi obat nyamuk di dekat kalian. Ogah gue!"
" Ayo lah Nad! ikut ya...y
Ya ...Ya... " Avi terus memohon agar aku mau ikut dengan mereka.
" Enggak Avi, enggak, enggak, enggak titik gak pake koma!." Kata ku dengan penuh penekanan.
" Yah, ya udah deh. Kalau gak mau ikut, gue pergi sama Alex aja." Dia pun menyerah untuk mengajak ku. Tapi tetap saja wajah nya menampakkan ekspresi cemberut.
" Ehh nanti dulu." Aku mencegah mereka saat mereka ingin pergi." Lo udah datang ke sini gak beli bunga gue sekalian?. Entar pulang dari sini ke kesambet loh kalau ga beli. " Goda ku kepada sepasang kekasih itu.
" Eh Alex. Lo pacaran gak modal banget sih. Beliin Napa, borong juga gak papa." Kata ku sambil nyengir kuda.
Akhirnya Alex yang sedari tadi diam seribu bahasa itu, bicara juga. Alex memang orang yang cukup pendiam, dingin, dan tatapan nya sedikit menyeramkan, entah mengapa Avi bisa kesemsem sama dia. Apa iya, cinta itu buta?.
" Iya gue beli bunga Lo ." Tiba-tiba dia sedikit mendekat kepada ku.
" Sama orang nya sekalian juga boleh!." Bisik nya. Membuat ku bergidik ngeri.
DEG...
Aku menelan ludah kasar mendengar ucapan Alex. Aku tak menyangka, kekasih sahabat ku berani mengatakan hal yang tidak pantas kepada sahabat nya sendiri, bahkan Avi yang melihat, tak menaruh curiga sedikitpun. Sebegitu besar kah cinta nya kepada Alex, sehingga dia tidak menyadari bahwa kekasihnya mempermainkan nya.
Aku yang masih merasa takut setengah ngeri. Memberikan buket bunga yang di pesan alex tersebut.
setelah mereka pergi, akhirnya aku bisa bernafas lega.
******
Setelah setengah harian aku di toko, akhirnya aku memilih untuk pulang. Karena sore itu setelah hujan deras, jadi jalanan terlihat agak sepi dari biasanya, mungkin karena mereka memilih untuk tidur dan tarik selimut dikarenakan hawanya yang sangat dingin. Sangat jarang terlihat kendaraan yang hilir mudik di jalan raya. Hanya ada beberapa saja yang lewat, padahal sore itu baru jam lima.
Karena tidak ada angkot untuk pulang, aku memilih jalan kaki saja, ku pikir tak apa lah itung-itung mengurangi lemak, karena aku orang nya pemakan segala nya, apa juga aku embat. Asalkan itu dapat di makan.
Karena cuaca sore itu lumayan dingin mungkin karena habis hujan, jalanan juga agak becek dan licin. Rumah ku dan toko jaraknya lumayan jauh, jadi kalau jalan kaki, saat azan magrib berkumandang aku masih di jalan.
Terlihat ngeri juga saat itu, karena aku berjalan seorang diri, jalan yang agak sepi semakin mendukung kengerian ku.
Kucoba menikmati perjalanan ku dengan cara bersenandung, walau sebenarnya aku sangat takut. Apa lagi baru baru ini ada berita di televisi. "📢Harap waspada! kepada ibu ibu yang mempunyai anak kecil, untuk tidak membiarkan anak anak keluar rumah tanpa pengawasan orang dewasa. Karena saat ini sedang marak penculikan anak untuk di ambil organ tubuh nya📢."
Aku bergidik ngeri mengingat berita yang ku tonton di rumah tetangga sebelah, karena di kontrakan ku TV nya kecil dan juga buram, bahkan gambar nya sama sekali tidak terlihat, hanya ada suara nya saja, seperti sedang mendengarkan radio. Makanya aku bela-belain duduk di depan pintu rumah tetangga ku yang terbuka sedikit, agar aku bisa menonton film kesukaan ku, tapi saat yang punya rumah melihat, mereka langsung menutup pintu dengan keras. Kadang suka sedih kalau teringat masa itu. Ko malah curhat sih thor.
Bisa saja kan tiba tiba ada orang yang menculik ku untuk di ambil organ tubuh nya. Aku kan masih kecil, bukti nya tubuh ku saja pendek dan kecil. Kalau masalah umur kan ga bisa di lihat. Secara sekarang apa apa mahal, siapa tau segala jenis perjeroan juga mahal.
Mana aku belum telpon ibu lagi, karena dari tadi ponsel ku lowbat, pasti ibu khawatir anak satu satunya belum pulang.
Malam yang dingin membuat suasana semakin mencekam ditambah tiba tiba sebuah mobil lewat di samping ku, pas di genangan air hujan di tengah jalan. Aku pun memejamkan mata karena takut air nya masuk ke mataku, namun tak kunjung kurasakan air itu sampai ke tubuh ku. Dengan mata masih terpejam aku berfikir, apa airnya membeku? atau ada yang menghentikan waktu kaya di film film Herry Potter.
Kucoba perlahan membuka mata agar aku tau apa yang sedang terjadi.
Sontak mata ini membulat. Ku lihat seorang pria tampan sedang melindungi ku dengan payung hitamnya agar aku tak terkena cipratan air comberan itu. Seperti nya umurnya tidak beda jauh dengan ku. Paling terpaut tiga tahun dengan ku.
Pria tampan dengan perawakan lumayan kekar, kulit putih bersih, tubuh tinggi tegap, memiliki dada bidang, wajah menunjukkan pria berwibawa dan mapan. Serta aroma maskulin yang bikin aku betah berlama-lama.
Astagfirullah, mikir apa sih aku ini, jangan jangan dia orang yang mau menculik ku. Kudengar mereka bisa menyamar menjadi apa saja, termasuk pria tampan yang akan memberikan permen atau uang, setelah itu akan di belah tubuh nya. ' Ihhhh amit amit deh jangan sampai. ' Aku bergidik sambil memukul kepala dan lutut secara bergantian.
" Tuan tolong jangan culik saya, saya ini gak bermanfaat untuk tuan, saya ini penyakitan. Ginjal saya sudah bocor, jantung saya rusak, hati saya udah bolong bolong, terus mata saya juga udah rabun." Racau ku sambil memohon. pria itu seperti nya bingung melihat tingkah ku. Tak lama dia Pun tertawa dengan suara bass nya. Kini balik aku yang jadi bingung, karena tawa nya seperti orang yang sedang meledek.
" Kenapa tuan tertawa?." Tanya ku dengan polos.
"Seharusnya saya yang nanya, kenapa kamu ngira saya penculik? apa muka saya sesangar itu?." Lagi lagi dia terkekeh.
"Oh... Jadi tuan bukan penculik yang suka nyulik orang terus di ambil jeroan nya?." Kata ku dengan pertanyaan konyol.
" Ya, menurut kamu?." Dia balik bertanya.
" Enggak sih tuan. Rasanya gak mungkin kalau tuan ini penculik, tapi lebih ke mafia." Jawab ku polos sambil nyengir. Dan dia pun menggeleng-geleng.
" Saya itu baru pulang kantor. Karena saya haus, jadi saya berhenti di minimarket itu buat beli minum." Menunjuk minimarket yang letaknya tak jauh dari posisi kami sekarang.
" Maaf ya tuan, saya jadi buruk sangka sama tuan. Gara gara otak korslet nih." Aku memukul mukul kepala ku sendiri.
" Gak papa ko', santai aja." Ucap nya santai.
Hawa dingin nya malam menusuk sampai ketulang, hingga membuat seluruh tubuh ku kebas. Aku menggigil hebat, kakiku terasa sulit untuk di gerakkan dan melangkah. Pria itu pun menyadari keadaan ku. Tanpa mengatakan apa-apa, dia membuka jas nya dan menanggalkannya ke tubuh ku.
" Kita duduk dulu yuk di kafe itu." Sambil menunjuk sebuah kafe yang berbeda di seberang jalan.
Aku pun menurut saja, karena kalau aku menolak aku akan pulang sendiri, sedang kan kaki ku ini tidak sanggup lagi untuk berjalan jauh, bisa bisa pingsan di jalan aku.
******
Dia pun mempersilahkan aku duduk. Dia lalu memesan capuccino dan makanan ringan untuk kami berdua.
" Oya, kamu mau ke mana dan dari mana?, maaf, bukan nya kepo atau bagaimana, cuma siapa tau saya bisa bantu kamu sesuatu. Dan kenalkan nama saya Andre, nama kamu?."Dia menoleh ke arah ku sambil sesekali menikmati kopi nya.
Aku menyeruput capuccino ditangan ku dan mengatur nafas yang sedikit tersengal karena hawa dingin ini membuat ku sedikit demam, sebelum akhirnya aku pun menjawab pertanyaan nya.
" Aku Nadia tuan. Saya dari toko bunga, mau pulang gak ketemu angkot atau pun ojek, jadi terpaksa saya jalan kaki." Jawab ku apa adanya.
" Jangan panggil saya tuan dong, berasa kayak majikan, jadi enak saya." Sambil tersenyum kearah ku, dan ku balas dengan senyum canggung.
" Lalu saya harus panggil apa?."
" Panggil saja saya Andre, atau bisa dengan sebutan kakak, itu lebih akrab."Tutur nya. Dia pun tersenyum padaku, senyum nya benar benar bersahabat sekali. Sudah tampan, berjiwa besar lagi. Seperti nya mapan juga, yang terlebih tidak song*ng dan menyebalkan seperti Daniel. Ih kenapa jadi ingat Daniel? batin ku.
" Oh baiklah ka Andre." Dengan nyengir kuda,
dia pun membalas dengan terkekeh kecil.
******
Setelah selesai Andre pun mengantar ku pulang, dia bahkan memapah ku sampai ke rumah. Dan tentu nya tak luput dari pertanyaan ibu. Ibu menyambut nya dengan sangat ramah, ya seperti yang dilakukan nya terhadap Daniel tadi. Itu memang ciri khas ibu, selain karena memang ramah, ibu juga suka ngobrol sama orang yang kata nya bisa bikin mood nya berasa perawan lagi. Gak bisa liat cowok ganteng dikit, langsung deh di samperin, ujung ujungnya, aku yang malu sendiri karena tingkah ibu agak ganjen.
" Terimakasih ya nak Andre. Ibu jadi ngerepotin kamu. " Kata ibu merasa tak enak hati.
" Gak papa kok Bu, sudah kewajiban saya sesama manusia harus saling tolong menolong." Jawab nya dengan senyum ramah.
" Nak Andre ini ya, benar-benar terlihat sekali jiwa kewibawaannya." Puji ibu.
" Ah, ibu ini bisa saja." Kata nya saling lempar senyum, aku hanya menjadi pendengar yang baik.
Ku lihat ka Andre memberikan selembar kertas, lebih tepatnya seperti sebuah kartu nama. Seraya membisikkan sesuatu kepada ibu sambil melirik ke arahku. Tapi aku tidak bisa mendengar jelas, karena jarak ku dengan mereka cukup jauh, walaupun begitu, aku tak ingin kepo.
Malam sudah larut, ka Andre pun berpamitan dengan aku dan ibu, meraih jas nya yang ku pakai tadi dan segera pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments