"Assalamualaikum"
Tiba di rumah Reva menyapu air matanya, dia tidak ingin ibunya tau bahwa dia baru saja menangis.
"Waalaikumsalam, sayang masuklah kakak mu baru saja datang. Ibu Ani menggandeng Reva mengajak nya duduk bersama.
"Kak Rey." Ucapnya mencium tangan Rey lalu duduk di dekat kakaknya.
"Apa kabarmu, Kakak rindu padamu?" Tanya Rey menatap wajah adik satu-satunya. Rey sangat faham betul dengan kebiasaan adiknya, jika Reva menunduk saat di ajak bicara artinya adik kesayangan sedang tidak baik-baik saja.
"Baik kak, mana kak Alisa?" Reva melihat kesan kemari berharap kakak iparnya ikut serta.
"Dia sedang hamil tua, lagi pula malam nanti dia masuk kerja. kakak takut dia kelelahan jika melakukan perjalanan jauh."
"Ah iya benar juga, yang penting dia sehat selalu, aku sudah tidak sabar memiliki keponakan yang lucu. " ucapnya sedikit melupakan kesedihan.
"Kita makan siang bersama ya, kakak rindu makan bersamamu, Rebutan ceker ayam." Ucap Rey menggoda adiknya yg sangat suka makan ceker ayam.
Rey sempat heran dengan kesukaan adiknya itu, Rey ingat betul, waktu kecil sepulang sekolah ibu belum sempat memasak untuk makan siang dan hanya ada dua potong kaki ayam. Mereka berebut hingga tarik-tarikan, itu konyol sekali.
Reva yang tidak terima langsung mendorong-dorong dan mencubit bahu kakaknya.
"Kenapa yang kakak ingat itu-itu lagi." Reva merengut lalu beranjak dari duduknya.
"Kau mau kemana?" Rey masih belum puas menggoda adiknya, sungguh kebersamaan diwaktu kecil itu tak akan pernah bisa di ulang kembali.
"Aku sholat sebentar kak" Jawabnya bejalan menuju kamarnya.
"Jangan lama-lama kakak sangat lapar." Teriak Rey agar di dengar adiknya.
"Iya." Jawab Reva dari dalam kamarnya.
Lima belas menit kemudian Reva keluar dari kamarnya ia langsung menuju meja makan, Benar saja Rey menunggunya dengan bersandar mungkin lima belas menit terlalu lama untuk orang yang tengah lapar. Melihat adiknya sudah ada Rey langsung menyantap makanannya.
"Apa sudah berdoa?" Tanya Reva menatapnya heran.
"Sudah dari tadi, kau sholatnya lama doamu kepanjangan."
Reva menatap kakaknya, kembali teringat dengan apa yang di katakan Dev tadi pagi." "Apa kakak tau semuanya, tapi kenapa kakak tidak membicarakannya langsung sejak kemarin-kemarin?" batinnya.
"Makan lah dulu, aku tidak akan merebut cekermu" Ledek Rey sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Reva hanya diam saja mengikuti Rey menyuapkan makanan ke mulutnya.
Jam 03:00 sore Rey duduk di teras belakang rumahnya bersama Reva. mereka bercerita banyak hal juga tentang pekerjaan, hingga tentang kakak ipar.
"Kakak ingin bertanya sesuatu padamu." Rey mulai Serius
Reva menoleh dan menatap kakaknya, lalu mengalihkan pandangannya ke langit yg jauh, membuang nafasnya berat.
"Apa Dev sudah katakan sesuatu?" Selidik Rey dengan sangat hati-hati.
"..... "
Rey menarik nafas dalam. Dia sudah tau jawabannnnya meski tak di jawab adik kesayangannya.
"Itu memang benar." Jelas Rey lagi.
Seketika tangis Reva pecah,
bahunya berguncang menahan kepedihan hati yg begitu dalam. Wajah cantiknya menunduk di tutupi kedua tangannya. Rey mendekati adik kesayangannya, merangkul bahu Reva, Rey menunduk sedih
"Kakak baru tahu disaat kami akan pulang dari Papua, semua melakukan tes Kesehatan, cek darah dan sebagainya. Dan hasilnya ....!"
"Seharusnya ini diketahui sejak awal, tidak setelah aku dan Dev akan menikah." Reva terlihat sangat kecewa.
"Dia juga terpukul, bahkan lebih hancur dari kita semua. Dia sedang tidak baik-baik saja."
"Apa aku harus menyerah?" Ucapnya lirih.
"Pelan-pelan saja. Tuhan akan menunjukan jalannya." Ucap Rey meyakinkan adiknya.
***
Reva termenung sendirian di depan rumahnya. Harusnya ini adalah pertemuan yang menyenangkan, seperti rencana awal mereka akan mempersiapkan pernikahan yang sudah lama di impikan. Harusnya hari ini mereka akan membeli keperluan inti pernikahan. Reva teringat satu tahun yang lalu ketika Dev melamarnya.
"Reva ,. maukah kau menjadi istri ku. ??? " Ucapnya dengan sangat romantis.
Tentu saja dengan senang hati Reva akan menerimanya, sungguh dia ingin menikah muda, memiliki anak-anak yang lucu, mengarungi susah senang bersama. Saat itu Reva menangis penuh haru, wanita mana yang tak meleleh jika di lamar secara hormat tidak dengan menyentuh dan melakukan hal yang salah terlebih dahulu. Laki-laki terhormat akan memperlakukan wanita dengan baik dan menghormatinya.
Seulas senyum itu memudar seketika, bayangan kekasih hati yang mengatakan tak akan menikahinya itu sungguh memecah impian hingga pupus tak akan tumbuh lagi.
Belum lagi isu pernikahan mereka yang sudah disusun sejak lama, sanak dan saudara, rekan dan tetangga. Begitu tega takdir kehidupan ini mempermainkan rasa. Jika boleh meminta lebih baik tak usah mengenalnya saja.
Apalah daya, berandai-andai pun tak di bolehkan dalam agama,..
"Sayang.. !!"
Terdengar suara ibu manggilnya.
"Iya ibu." Reva menoleh menatap wajah ibunya.
"Jangan terlalu banyak melamun, tidak baik untuk mu." Ibu duduk di samping anak gadisnya.
"Kau harus sabar menghadapi ini, kau sedang di uji." Ibu mengelus pundaknya.
"Maafkan aku ibu, ibu pasti akan malu karena aku gagal menikah, mereka akan bertanya, alasan apa yang akan ibu katakan? Mereka pasti menggunjing ibu." Ungkapnya tulus dan penuh kesedihan.
Sebenarnya itu memang iya, tapi apalah daya jika Tuhan belum memberi jodoh untuk Reva ibu tak dapat berbuat apa-apa. Sebagai orang tua tentu ibu ingin anaknya segera menikah dan hidup bahagia.
"Sudahlah, apapun yang mereka katakan kau tidak perlu pikirkan, mau gagal atau tidak, seburuk apapun kata orang kau tetaplah anak ibu. Jangan dengarkan mereka, mereka hanya tau luarnya saja. Yang terpenting bagi ibu kau harus kuat dan jangan mudah putus asa, !!"
Reva merenungkan ucapan ibu.
"Sejujurnya aku masih tidak percaya, ini seperti mimpi yang datang tiba-tiba tanpa asal usul dan memberi kode terlebih dahulu. Aku juga masih mencintainya ibu!!"
"Setiap yang hilang nanti akan ada yang datang, kau hanya perlu bersabar, ibu tau ini tidak mudah bahkan ini adalah masa sulit untukmu. Tapi kau harus ingat, Rencana Tuhanlah yang terbaik, yakini saja itu." Jelas ibu.
"Entahlah Bu, sungguh aku tidak tega meninggalkannya, aku ingin sekali menemani hari-hari sulitnya." Reva mengusap air matanya.
"Ibu mengerti sayang."
Reva menunduk menahan tangis. Cinta ibarat sebuah busur panah, datang tiba-tiba, tapi perginya meninggalkan luka.
***
Menyesal, kata yang selalu datang belakangan.
"Reva, maafkan aku!" Pria itu mengusap wajahnya. Mengingat saat dulu masa muda begitu bahagia berbanding terbalik dengan saat ini seperti dunia ini akan segera berakhir. Terbayang wajah gadis yang teramat dicintainya, harusnya hari ini adalah awal yang bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Erita Wahyuni
😭😭😭
2022-07-10
1
Erita Yanx Slalu Berharap
kok jdi aku yg merasakan sakit
2022-06-27
1