***
Bruuuummmm!
Laju mobil yang Richi kendarai melesat cepat bah Kilat membawa Hans si pria dingin yang kejam.
Sementara Kania hanya bisa memantung di pinggir aspal yang mulai terasa membakar diamnya. Saat ini Kania sungguh bimbang, sebab ia sungguh tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk sekarang.
Jika kamu dapat sampai ke Rumahku dengan kakimu sendiri. Maka... rencanaku untuk mengabaikan mu akan segera ku lupakan. Tapi, jika kamu tak sanggup pulang ke kediamanku dalam waktu dua puluh empat jam... maka, bersiaplah... menerima surat cerai dariku. Jelas Hans sebelum Kania di turunkan secara paksa dari mobil tersebut.
Kania masih berdiri mematung tanpa arah dan tujuan. Jika ia memutar langkahnya ke belakang. Maka ia akan mendapatkan pertanyaan yang bertubi dari orang tuanya dan menjadi buah bibir juga cemoohan para tetangga yang terkenal fanatic itu. Mungkin akibatnya kedua orang tua Kania akan sakit karna mereka akan mendapatkan perlakuan tak menyenangkan dari para tetangga mereka ... Tapi, jika ia melangkah maju ke depan. Ia sungguh ragu, apakah suaminya akan menerimanya secara sungguh-sungguh ataukah ia akan terus di lecehkan seperti hari ini.
Kania sungguh mati kutu saat ini. Apa boleh buat, selama ini ia hidup di lingkungan perkampungan dan sama sekali tak tahu arah alias buta arah. Apa lagi saat ini ia harus menempuh jalan yang cukup panjang menuju kota.
Apa yang harus aku lakukan? Bathin Kania menatap lesu jalan di hadapnnya yang terbentang begitu luas dan seakan terjal.
Sebuah kertas di genggamnya... dan bertuliskan alamat lengkap, Kertas tersebut diberikan oleh Richi sebelum Richi memaksa Kania turun. Kania hanya bisa menatap pedih ke arah kertas itu hingga saat ini... Kertas tersebut mulai menjadi tumpuan hidupnya.
Baiklah... demi kehormatan orang tuaku! Aku akan melangkah kedepan...Bisik Kania mengepalkan tangannya Mantap. Kini Ia sudah bertekad untuk tak kembali ke belakang dan menemui ibunya. Ia sungguh takut jika orang tuanya akan sedih hingga sakit jika mengetahui bahwa anak yang ia harapkan bahagia itu akan jauh dari perkiraan mereka.
Maafkan aku ayah ibu... Rupanya anakmu ini tak seberuntung yang kalian bayangkan. Bathin Kania meratap sedih.
Langkah pelan mulai menghentak aspal panas pagi menjelang siang itu. Suasana gerah dan penat mulai merambat naik ke kepala Kania. Kania sedikit pusing hingga langkahnya sempoyongan. Mungkin juga karna perutnya lapar...
Kenapa tak ada satu kendaraan pun yang lewat sini. Apakah aku akan sampai pada waktu yang telah di tentukan? Aku sungguh tak mengira... bagai mana bisa sepatah kata yang keluar dari mulut suamiku akan sebegini menyakitkannya. Padahal, aku hanya ingin mendengar sebuah sapaan manis darinya. Lantas saja sedari awal pernikahan kami... ia tak ingin bercerita hingga saling bertegur sapa. Lantas ini yang ada di benaknya? Bathin Kania menggumam seraya terus melangkah pelan dan lemas.
Kania terus melangkah beberapa puluh kilo meter lagi hingga ia bisa dengan mudah menuju pusat kota.
***
Di tempat lain...
"Tuan Hans jahat banget sih anda..." Gumam Richi di sela-sela kemudinya.
"Cih. Jangan menasihatiku..." balas Hans marah. Hans tampak tak begitu cemas pada Kania. Ia bahkan terlihat tenang dan tanpa beban. Raut wajah ringan nya sungguh membuat richi miris.
"Kita kan teman sejak SMU. Aku tak pernah menyangka jika sahabatku ini akan sejahat itu pada istrinya sendiri" Jelas Richi terus menggumam dan sengaja membuat Hans terhasut hingga merasa bersalah pada dirinya sendiri.
"Berisik... Putar arah, aku ingin menemui Marsha" Imbuh Hans lantang. Jelas Richi kaget. Hingga tak menginjak Rem begitu saja tanpa memperhatikan arah.
CIIIITTTT!!!
Mobil berhenti mendadak hingga Hans terlempar kedepan kursi yang di duduki Richi. Tapi untung Hans tak terjedok sebab Seam belt yang ia kenakan cukup kuat menahan daya grafitasi.
"Richi! Kau gila!!" Teriak Hans menekan suaranya begitu lantang.
"Apa? Apakah tadi itu aku tak salah dengar?" tanya Richi kaget.
Sementara kebingungan melanda Richi atas di ucapnya nama Marsha. Beberapa mobil di belakang Mobil yang Richi kendarai mulai menekan klakson mereka hingga terdengar begitu bising dan menyakitkan di telinga.
TINNN! TIIIINNN!
"Dasar bodoh! Lekas lajukan kendaraan ini!" bentak Hans marah lagi.
"Ba-baik bos. Maaf ini mutlak salahku..." Richi lantas segera melajukan kedaraannya ke pinggir. Hingga beberapa pengendara lain melaju menyalip kendaraan Richi.
"Bagus jika kau sadar..." Dengus kesal Hans. Ia kembali menggulung tangannya di perut dan memejamkan matanya. Sementara sepanjang perjalanan Ricchi justru khawatir pada keadaan Kania.
Bagai mana nasib wanita itu? Aduh bos... kenapa kau jadi serakah begini. Bathin Richi.
Dalam pejaman mata Hans... Mulai terekam kenangan di saat Hans menolak keras permintaan terakhir sang ibu... yang bersikeras menjodohkannya dengan Kania.
Flasback...
Pagi itu, Hans sedang di masion Marsha... Masion mewah yang di beli Hans untuk wanita yang paling ia cintai. Meski terbilang mahal... bagi Hans harga segitu tak ada masalah baginya.
"Menikahlah denganku..." Pinta Hans pada Marsha. Marsha sendiri adalah seorang model papan atas yang baru saja naik daun setelah dua tahun berkarya di panggung hiburan. Mereka berpacaran sedari SMU kelas satu. Hans menemani karir Marsha sedari nol besar hingga seperti sekarang.
Satu ucapan serius itu sungguh membuat Marsha bimbang. Padahal jika di lihat dari ketulusan Hans. Kata-kata itu akan terdengar manis dan romantis. Tapi wajah Marsha malah terlihat cemas dan pucat.
"Bagai mana? Apakah kita bisa meneruskan kisah ini hingga jenjang pernikahan?" Tanya Hans memperjelas lamarannya. Marsha masih diam tak bicara. Wajah panik Marsha makin jelas terlihat hingga membuat Hans sedikit terpukul.
"Sayang..." Hans lekas menarik jemari indah yang begitu lentik berhiaskan gemerlap manik-manik di setiap kuku colorful Marsha lembut. Marsha tetap diam dan tak berani menatap dua bola mata Hans yang saat itu menatap nya begitu sayu.
"Sayang... apakah kamu mencintaiku?" tanya Hans sekali lagi. Marsha sungguh gemetaran, giginya sampai bergerigi karna gemetara. Jantung marsha mendidih dan wajahnya memerah. Nampaknya Marsha amat bingung, ia tak bisa memutuskan pernyataan Hans saat ini.
"Sayang... jawab aku..." Pinta Hans. Hans merayu Marsha dengan menciumi punggung tangan Marsha yang Glowing.
"A-aku... aku tidak bisa menjawabnya..." sekarang..." Satu ungkapan itu sungguh membuat alis Hans naik dan matanya melotot tak karuan.
"Apa maksudnya?" tanya Hans dengan jantung yang mulai mendidih. Hans nampak malu dengan jawaban yang tak ingin ia dengar itu.
"Aku... aku baru saja di kenal dunia. Jika aku menikah... Maka Karir ku akan segera redup! Aku tak ingin semua itu terjadi. Jadi, tolong beri aku waktu..." Pinta Marsha memperjelas keadaan. Hans cukup marah dengan penjelasan itu, tapi ia adalah seorang pria bucin. Jadi ia putuskan untuk menahan emosinya dan memilih menunggu waktu yang tepat agar Marsha bisa mengambil sebuah keputusan yang ia harapkan.
"Haaah..." Helan napas berat Hans. Hans lekas meraih tubuh wanita di hadapannya dan mulai merangkup nya dalam pelukan hangatnya.
"Baiklah... aku akan menunggu hingga waktu itu tiba. Aku akan setia menunggumu untuk mau menikah denganku kelak..." jelas Hans mencium kening kekasihnya itu. Tentu saja Marsha gelepek-gelepek di pelukan Hans dengan kata-kata seromantis itu.
Mereka saling berpelukan satu sama lain begitu hangat dan terlihat romantis "Makasih sayang. Kamu adalah yang terbaik di dunia ini..." ucap Marsha bahagia seraya memeluk tubuh Hans makin erat.
... Saat keduanya sedang saling mengasihi satu sama lain. Sebuah dering ponsel mulai membuyarkan ke indahan di antara keduanya yang saat ini tengah terjalin itu.
Tttrrrrr...
"Sayang... ponselmu berdering..." Ucap Marsha menatap wajah Hans yang sedang terpejam itu.
"Biarkan saja. Paling si Richi... dia memang suka mengganggu. Soalnya diakan Jomlo..." Gumam Hans masih memejamkan matanya dalam posisi berdiri dan masih memeluk Marsha.
"Angkat dong... Siapa tahu ada hal yang penting" pinta Marsha.
"Biarkan saja... mereka memang pengganggu" Bantah Hans enggan mendengarkan permintaan Marsha untuk mengangkat ponselnya. Akhirnya ponsel Hans pun berhenti berdering.
lalu kemudian... Ponsel Marsha yang malah berdering beberapa kali. Himgga Marsha mendorong Hans dan lekas mengangkat ponselnya.
"Sayang mau kemana? Jangan pergi?" Pinta Hans.
"Pasti produser ku yang telpon" Pekik Marsha dengan nada tinggi.
"Baiklah terserah kamu..." Hans pasrah atas penjelasan wanita itu. Hans pun duduk di matras Marsha, Sedangkan Marsha nampak bingung ketika menatap layar ponsel di depannya.
"Namber tak di kenal?" bisik Marsha.
"Siapa sayang?" tanya Hans.
"Nggak tahu nih..." Marsha lekas mengangkat ponselnya dan memulai sebuah percakapan.
"Hallo dengan siapa?" tanya Marsha. sebenarnya dia enggam mengangkat ponsel nya tapi karna ia tak ingin di telor iapun putuskan untuk mengangkat ponsel tersebut.
"Hallo. Nak Marsha apakah Hans ada di sana?" tanya seseoang di balik telpon itu. Suara tersebut terdengar panik dengan nada yang terengah-engah.
"Anda siapa? kenapa kenal saya? Lalu kenapa anda juga kenal dengan Hans? Dia adalah Ceo ternama di perusahaan Elexrltro producty. Bagai mana anda bisa asal bicara seprti itu. Sungguh tidak sopan!" Bentak Marsha cukup marah dan nyolot.
"Jaga bicara mu nak. Saya adalah ayah nya Hans... Tuan besar Rangga Buana Wijaya Kusuma. Suruh Hans segera kerumah sakit sekarang! nyawa ibunya sedang ada kritis!!" Jelas Ayah hans marah.
"A-apa... Ayah hans...Sial apa yang aku lakukan tadi?" bathin Marsha menggumam.
"Datang segera ke rumah sakit Citra Harapan..." bentak Tuan Rangga lekas menutup ponselnya.
"Hallo... Hallo..." Marsha sungguh terpatung seketika setelah ia tahu bahwa yang barusan ia bentak itu adalah Ayah nya Hans.
"Sayang siapa? Kok wajahmu jadi pucat begitu?" tanya Hans mulai bangun dari duduknya lalu menghampiri Marsha yang masih menatap layar ponselnya.
"Sayang... kamu baik-baik saja?" Tanya Hans menepuk pundak Marsha.
"Ibumu Kristis. Tadi ayahmu menelponku agara segera kerumah sakit Citra Harapan sesegera mungkin..." jelas Marsha.
Hans pun kaget dan tak percaya "Ah yang benar?!" tanya Hans syok.
"Ia... bisakah kamu temui ayahmu sekarang?" tanya Marsha.
"Tentu. Tapi kamu juga ikut" pinta Hans mencengkram tangan Marsha.
"Ti-tidak... Aku tidak bisa ikut denganmu..." Desah Marsha menolak.
"Aku akan tetap mengajakmu sekalian memperkenalkan mu pada Kluargaku..." jelas Hans.
Akhirnya mau tak mau Marsha pun ikut bersama Hans ke rumah sakit di mana ibunya tergeletak tak sadarkan diri.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Risa Risa
awal baca udah emosi..
2023-08-03
1
Fatimah Azzahrak⃟K⃠
Yallah dasar hans anak tak kasih sayang dengan ibu
2023-06-27
0
Fatimah Azzahrak⃟K⃠
Astaghfirullah, itu kekasih mu sangat tidak sopan. bagaimana orang tua mu bakal suka, apa lagi ayah mu
2023-06-27
0