LUKA KETIGA

AUTHOR POV

Chloe tersenyum tipis saat sosok lelaki asing yang ambruk didepan rumahnya mulai sadar. Chloe mengganti kompres lelaki itu dengan kain yang baru.

"D-dimana..."

"Kamu tadi ambruk di depan rumahku dan sekarang ada dikamarku." Chloe membantu lelaki itu untuk duduk menyender dikepala kasur. "Gak apa-apa? Aku buatkan sup sebelum minum obat, ya? Badanmu panas banget tadi."

"Tung-gu." Lelaki itu menahan lengan Chloe. "Na-ma lo sia-pa?" suara lelaki itu terdengar sangat kering dan serak. Tidak tega, Chloe mengambil air putih yang terletak di meja nakas dekat kasurnya dan memberikan kepada lelaki itu. "M-makasih."

Chloe mendudukkan diri ditepi kasur kembali dan menatap dalam lelaki yang sedang minum itu. Tanpa disadari Chloe, lelaki itu merasa salah tingkah dilihati oleh Chloe seperti itu.

"Apa kita pernah bertemu? Wajahmu gak asing." Chloe memiringkan kepala dengan wajah tanpa dosa.

"Kita memang pernah ketemu sekali. Makanya tadi gue nanya nama lo siapa." Lelaki itu memberikan gelas air putih yang sudah tandas isinya kepada Chloe. "Gue belum tau nama lo tapi gue kepikiran karna pertemuan waktu itu gak enak banget."

"Eh?!" Chloe meneliti wajah lelaki itu dengan seksama dan setelah itu matanya terbelalak. "Kamu si es krim di rumah sakit!" seru Chloe membuat lelaki itu tertawa lepas.

"Bisa aja julukannya, nama gue Cleo." Lelaki bernama Cleo itu semakin tertawa melihat Chloe yang manggut-manggut dengan wajah polos. "Kalo elo namanya siapa?"

"Namaku Chloe. Lucu ya, nama kita hampir mirip gitu padahal beda." Chloe tersentak saat Cleo tertawa semakin keras. "Apa sih? Memangnya ada yang lucu, ya?"

"Kayaknya sih gak ada, tapi lo lucu banget daritadi." Cleo menetralkan tawanya walaupun masih ada sisa-sisa tawa yang terdengar.

"Terserah, sekarang aku keluar buatin makanan dulu." Chloe terlihat tidak peduli dengan gombalan dari Cleo dan memilih berjalan keluar dari kamar sembari menjepit rambutnya dengan jepitan yang kebetulan ada diatas meja nakas.

"...Chloe, ya? Namanya cantik kayak orangnya."

Chloe POV

Aku tidak bisa tidur semalaman. Menjaga dan merawat cowok asing bernama Cleo itu hingga ia tertidur lagi sehabis minum obat dan aku masih belum bisa tidur sampai pagi akhirnya datang. Belum jadi mahasiswi aja aku sudah memiliki kantung mata. Miris.

"Chloe, makasih ya buat tadi malam." Cleo tersenyum tanpa dosa dibelakangku. "Tapi kenapa lo gak buka baju gue? Kan baju gue ba-"

"Kata-katamu terdengar sangat ambigu. Diam aja deh mendingan." Aku yang sedang meratapi kantung mata dimeja rias melihat sosok Cleo yang tertawa lepas dari pantulan cermin. "Kenapa suka banget ketawa? Kayak Arsen aja."

"Arsen? Pacar lo, ya?" tanya Cleo seketika tawanya menghilang.

"Bukan, Arsen itu adekku dan aku gak akan menentang agama dengan pacaran sama saudara sendiri." Kali ini aku yang tertawa karna geli membayangkan pacaran sama Arsen. Hanya perempuan paling sial saja yang akan menjadi pacar anak itu.

"Ada peluang dong?" Cleo menyeringai lalu melambaikan tangan sebelum aku membuka mulut. "Gue mau pulang sekarang aja deh. Entar lagi ada jam kuliah dosen killer." "Eh?! Kuliah dimana?" tanyaku tepat sebelum Cleo membuka pintu kamarku.

Tak ada jawaban dari Cleo dan itu membuatku merasa bersalah sudah banyak tanya. "Kalo gak mau ja-" "UGM." dan Cleo pun keluar dari kamarku setelah mengatakannya.

...~~~...

"... Harusnya kamu botakin aja si Arsen biar gak sok ganteng mulu." Aku memindahkan posisi ponsel ketelinga lainnya. "Kamu jangan kayak Arsen, ya! Nanti kamu yang aku botakin."

"Gaklah, aku mah orangnya setia sama kamu."

"Aamiin. Oh iya, kira-kira besok aku bakal sanggup gak nanti di OSPEK?" aku memencet-mencet remote TV untuk mencari siaran yang bagus. Tayangan siang ini membosankan sekali.

"Pasti bisa lah. Pacarku kan cewek tahan banting."

Aku tertawa mendengar lelucon yang mungkin sangat garing bagi banyak orang. Tapi bagiku kalo yang ngomong itu Darren pokoknya jadi lucu. Lelah mencari tayangan yang bagus, aku mematikan TV lalu merebahkan diri diatas sofa.

"Ren, disini bosen banget. Enakkan dirumah."

"Bukannya rumah memang tempat paling nyaman?"

"Tapi, banyak orang yang malah gak nyaman berada dirumah, kan?"

"Kenapa kita jadi bahas topik seperti ini? Kesimpulannya, kamu adalah rumahku, Chloe. Aku nyaman dan seperti dirumah kalo sama kamu."

Sekali lagi, ASDFGHJKLPOIUYTREWQ! Bohong kalo aku gak terbang digombalin kayak gitu. Kenapa aku merasa seperti di lamar sekarang? Astaghfirullah, sekolah dulu Chloe.

"Gombal mulu Ren. Gak haus?" aku berusaha setenang mungkin agar tidak terdengar baper dengan ucapan Darren barusan.

"Itu beneran kok. Eh, aku ibadah dulu ya. Nanti malam aku telpon lagi, oke?" dan panggilan pun ditutup secara sepihak oleh Darren.

Sakit. Sejak dulu yang selalu menamparku adalah perbedaan kepercayaanku dan Darren. Meskipun tau begitu, aku masih saja mencintai dan terus berharap suatu hari nanti aku dan Darren akan berdoa ditempat ibadah yang sama, menyembah Tuhan yang sama, dan bahagia di akhirat bersama. Memang kejauhan, tapi bukannya tiada yang mustahil didunia ini?

"Nona, makan siang sudah siap." Dewi berdiri tak jauh dari sofa yang kutiduri. "Nona, gak apa-apa, kan?" sepertinya Dewi menyadari kegalauanku saat ini. Maid yang satu itu kadang terlalu peka dan entah kenapa aku menyukai kepekaannya tersebut.

"Dewi..." aku bangkit dari posisi tiduran menjadi duduk. "...kenapa didunia ini harus ada banyak agama? Tidak cukup agama cuma satu?"

"Kalau Nona saja tidak tau apalagi saya." Dewi meringis pelan. "Euhm... Bukannya takdirnya sudah begitu, ya? Bisa saja orang-orang sebenarnya ingin memutar waktu dan memutlakkan satu agama, tapi kita gak bisa kembali ke masa itu dan akhirnya mau tak mau menerima apa yang ada sekarang. Saya rasa, ada banyak hal yang telah terjadi dan tidak akan bisa diubah lagi."

"Kalau begitu kenapa orang-orang tidak merubahnya sekarang? Bukannya lebih mudah hanya ada satu ras, satu bahasa, satu suku, dan satu kepercayaan? Dunia tidak akan saling perang dan bermusuhan kalau semuanya sama. Kenapa dunia ini harus berkubu-kubu dan membedakan satu sama lain?"

"Merubah sesuatu yang telah terjadi tidak semudah itu, dan manusia pun tidak sesederhana itu. Memang berat, tapi didalam hidup kadang harus belajar apa yang dinamakan menerima. Seberat dan sesulit apapun. Karna dunia tidak seindah yang kita ekspetasikan namun tidak juga seburuk yang kita lihat."

See you in next chapter

Bye 👋

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!