Hari sudah menjelang malam saat pasukan Bryan mencapai markas pusat. Mereka semua sudah ditunggu seorang komandan yang memerintahkan mereka langsung ke kantor Jenderal Hein, untuk menemui utusan dari UK. Mau tidak mau mereka menyeretkan langkah kaki mereka menuju gedung pusat, dengan hati diselimuti banyak pertanyaan.
Di dalam ruangan yang begitu luas itu, hanya terlihat Jenderal Hein dan dua orang lainnya yang duduk saling berhadapan ketika Leo dan kawan-kawannya masuk. Leo langsung mengenali kedua pria paruh baya yang kini menatapnya lega sekaligus bahagia. Pria itu adalah Benjamin Lane, ayah dari Tony dan Sania, sedangkan pria yang di sampingnya adalah Henry Lane, orang kepercayaan Benjamin Lane.
Mengetahui siapa yang menemui mereka, Sania yang berada di belakang Leo langsung menghambur maju. Ia langsung memeluk ayahnya untuk melepas rindu setelah sekian lama tidak bertemu, Tony pun mengikuti adiknya begitu tau ayahnya di sana. Mereka bertiga saling melepas rindu satu sama lain.
“Papa senang kalian semua baik-baik saja,” ungkap Henry sembari menatap satu persatu anak-anak muda di depannya itu.
“Kami pun sangat senang bisa bertemu Papa lagi,” sahut Sania dengan mata berkaca-kaca.
“Sebenarnya aku sudah tau sejak lama kalian berada di sini, hanya saja keadaan tidak memungkinkan untuk menjemput kalian semua,” terang Henry.
“It’s okay, Paman. Kami semua baik-baik saja,” ucap Leo.
“Pasti sangat berat bagi kalian menghadapi keadaan dunia selama ini, karena itulah aku ingin kalian kembali ke UK. Ke tempat yang paling aman untuk kalian sekarang.”
Mendengar permintaan Henry, sejenak Leo tampak tertegun. Tak pernah terpikirkan sebelumnya ia akan meninggalkan tempat ini. Ia hanya tidak ingin berpisah dengan semua kenangan bersama Selena, meski itu sangat menyakitkan baginya.
“Aku...” Leo ragu untuk mengatakan penolakannya, ia tak ingin seorangpun tau yang dirasakannya saat ini.
“Paman tau kau sangat mempercayai Perdana menteri Abraham, tetapi rakyat akan lebih tenang jika kau berada di UK,” kata Henry melihat keraguan di mata Leo.
Tidak hanya Tony dan Sania saja yang memandangi Leo dengan perasaan gundah, teman-temannya yang lain pun ikut cemas. Mereka tahu apa yang dirasakan pria itu meski diam, Leo masih belum merelakan kepergian Selena. Karena itulah mereka tahu mengapa Leo ragu mengambil keputusan.
“Baiklah, Paman. Kami akan pulang, beri kami beberapa waktu untuk mempersiapkan perjalanan,” putus Leo dengan berat hati.
“Tentu saja, Paman akan menunggumu sampai siap.”
Setelah semua selesai dibicarakan, Leo dan kawan-kawannya kembali ke camp untuk istirahat. Tak banyak yang mereka bicarakan sepanjang perjalanan, mereka hanya tidak mengira akan ada orang dari UK yang datang menjemput setelah sekian lamanya tak pernah ada kabar dari sana. Sekalipun mereka tampak senang, tetapi dalam hati masih ragu dengan keputusan yang diambil Leo. Meski begitu mereka memilih untuk diam, masih ada waktu satu minggu untuk mereka menghabiskan waktu di Venus sebelum kembali ke UK.
***
Dengan tatapan kosong, Leo menatap langit malam yang bertabur bintang. Semakin mendekati hari di mana ia harus pulang ke negaranya, semakin ia merasa hampa. Ia masih ingin berada di sini, di mana ia bisa merasakan begitu dekat dengan Selena. Namun ia tidak bisa bersikap egois dengan meninggalkan rakyatnya lebih lama lagi, setelah sekian lama ia pergi dari sana.
Hembusan napas panjang lolos dari rongga hidung Leo. Ia beranjak dari tempatnya berada kini, melangkahkan kakinya yang terasa berat menuju suatu tempat. Tempat di mana tak ingin didatanginya semenjak perang berakhir. Tempat itu adalah tempat di mana Matthew diisolasi setiap malam.
Lorong panjang yang sunyi itu ia susuri setapak demi setapak. Semakin dekat dengan ruangan Matthew, semakin terasa berat kakinya untuk melangkah. Ada yang membuatnya tidak siap untuk mendengar jawaban dari yang ingin ia tanyakan pada Matthew. Namun ada harapan yang mencoba ia kais sepanjang waktu ini. Saat sampai di tempat yang dituju, Leo langsung meminta ijin pada Army yang berjaga di sana. Pria yang tengah terkantuk-kantuk itu tampak terkejut, sekaligus bingung karena belum pernah ada yang menjenguk Matthew di tengah malam seperti ini. Biasanya orang-orang yang menjenguk atau ingin berbicara dengan Matthew lebih memilih bertemu di siang hari saat berada di lab.
“Untuk apa kau ke sini?” tanya Matthew sinis, begitu Leo masuk ke dalam ruangan.
“Aku ingin tahu tentang Selena,” jawab Leo pelan.
“Yang benar saja?! Setelah sekian lama kematian Selena, kau baru menanyakannya sekarang!” ucap Matthew berang.
Susah payah Leo menelan ludahnya, “aku hanya ingin memastikannya.”
Semenjak kejadian itu, Leo baru tahu kalau Matthew dan Selesa bisa saling berkomunikasi melalui telepati. Sebelumnya ia hanya merasa Selena sedikit berubah setelah jatuh di hutan Forgotten City. Ia sering mendapati Selena berbicara sendiri atau menulis sesuatu yang tidak dimengertinya. Ternyata seperti itulah cara Selena dan Matthew berkomunikasi satu sama lain.
“Itu tidak penting bagimu,” tolak Matthew.
“Itu penting untukku, setidaknya sebelum aku kembali ke UK. Aku ingin tahu, Matt. Please?” kata Leo mengiba.
“Dia sudah mati, bahkan sekalipun dia masih hidup. Aku tidak akan pernah memberitahumu. Sebaiknya kau pergi dari tempat ini,” usir Matthew sembari mendorong Leo keluar.
Leo tampak terhuyung akibat dorongan Matthew yang lumayan kencang. Army yang berjaga di luar pun langsung menghampiri untuk membantu Leo berdiri tegak lagi. Baru kali ini penjaga itu melihat Matthew tampak marah pada orang yang menjenguknya. Walaupun Matthew terkenal dingin, tetapi tidak pernah seperti itu.
“Anda tidak apa-apa?” tanya Army itu.
“Ya, terima kasih.”
Dengan sopan Leo mengangguk sebelum meninggalkan tempat itu. Pupus sudah harapannya untuk mendapatkan kepastian tentang Selena. Ia tidak punya pilihan lain lagi selain mengubur dalam-dalam keyakinan tentang Selena yang masih hidup dan merelakan kepergian gadis itu mulai sekarang.
***
Cuaca cerah sudah menyambut hari ini, semilir angin lembut membawa kesejukan. Sebuah helikopter sudah siap berada di salah satu helipad untuk membawa tamu kembali ke UK, termasuk Leo dan kawan-kawannya. Jimmy, Tony, dan Sania terlihat antusias berjalan mendekati helikopter karena tidak sabar bertemu lagi dengan keluarga mereka di UK. Sedangkan Ignis tampak biasa saja, pria itu sama seperti Leo, sudah tidak memiliki keluarga di UK. Mereka berlima pagi itu resmi meninggalkan Venus, hanya Austin yang tetap bertahan di sana menemani Matthew.
“Apa kau yakin akan meninggalkan tempat ini?” tanya Ignis yang sengaja berjalan berdua saja dengan Leo.
Leo mengangguk pelan, “sudah tidak ada lagi yang kuharapkan di sini,” ucapnya dengan tatapan menerawang jauh.
“Percayalah, apa pun yang terjadi. Kami akan selalu berada di sisimu,” kata Ignis menguatkan.
“Aku percaya itu.”
Helikopter milik kerajaan UK itu pun perlahan lepas landas begitu semua sudah masuk. Dari dalam helikopter, Leo memandangi daratan Camp militer Venus untuk terakhir kalinya. Ia tahu. Meski ia meninggalkan tempat itu sejauh mungkin, pada akhirnya hatinya akan tetap tertinggal di sana bersama orang yang dicintainya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Mega Kristina
pliss
2023-01-04
0
Mega Kristina
up lagi dong thorr
2023-01-04
0
Vie Vie Sue
karya yg luar biasa.ditunggu up nya
2022-12-28
0