Bab 16 - Tidak Bisa Keluar

Tari dan Siska bergerak mundur ketika Pak Hasan melangkah maju. Namun, tak lama kemudian tubuh mereka membentur dinding. Tari dan Siska semakin ketakutan, terlebih lagi saat menatap sosok lain yang hadir di belakang Pak Hasan.

Dia adalah Bu Rima, istri Pak Hasan yang usianya juga paruh baya. Kedua orang itu berjalan mendekati Tari dan Siska dengan tatapan tajam. Nafasnya pun tampak memburu, sampai-sampai dadanya naik turun dengan cepat.

"Kalian sungguh lancang!"

Teriakan Pak Hasan menggelegar memenuhi ruangan, membuat Tari dan Siska semakin tak punya nyali.

"Siapa yang mengizinkan kalian datang ke sini? Hah!" bentak Pak Hasan.

Tari dan Siska menunduk. Jangankan menjawab panjang lebar, mengucap satu kata maaf saja mereka tak sanggup.

"Dasar kurang ajar! Kaki kotor kalian tidak pantas menginjak tempat ini!" Bu Rima turut membentak. Matanya melotot tajam ke arah Tari dan Siska.

Karena tak bisa mundur, Tari dan Siska beringsut. Mereka terus berusaha menghindari Pak Hasan dan istrinya yang semakin mendekat.

"Siapa pun yang masuk ke sini tanpa izin, maka ... mereka tidak akan bisa keluar lagi!" kata Pak Hasan diiringi tawa keras.

"Tolong ampuni kami!" ucap Tari dengan parau. Dia tak punya jalan lain, selain memohon ampun.

"Kalian sudah lancang! Tidak pantas mendapat ampunan!" sahut Pak Hasan dengan bentakan yang lebih keras.

Tari dan Siska terjatuh di sudut ruangan. Karena sudah tak ada ruang untuk beringsut, mereka hanya berpelukan. Pikirnya, selamat atau tidak yang penting bersama-sama

Di tengah kepanikan, Tari melihat kaki Pak Hasan sudah menapak tepat di hadapannya. Tari memberanikan diri untuk mendongak. Niatnya mengais belas kasih agar dibebaskan dari ruangan itu. Namun, dia justru mendapati pemandangan yang mengerikan. Pak Hasan menggenggam golook di tangan kanannya.

"Aaaahhhh!" Saking kagetnya, Tari langsung berteriak.

Mendengar teriakan Tari, Siska menoleh dan menatapnya. Lalu, matanya mengikuti arah pandangan Tari.

Spontan, Siska melonjak. Teriakannya melengking dan lebih histeris dibandingkan dengan Tari.

"Berteriaklah sepuasnya, sampai kalian mati kehabisan suara!" kata Pak Hasan sambil mengangkat golooknya.

"Tolong ampuni kami, Pak. Kami mengaku salah. Biarkan kami pergi, kami janji tidak akan mengulanginya lagi. Kami juga janji tidak akan mengatakan hal ini pada orang lain." Dengan kepala yang tertunduk, Tari dan Siska mengiba sambil menangis. Selama hidupnya, belum pernah mereka setakut ini.

Pak Hasan tertawa seraya berjongkok di depan Tari dan Siska. Lalu, dengan tangan kasarnya memaksa mereka mengangkat wajah.

"Tidak ada untungnya aku melepaskan kalian. Manusia-manusia lancang, omonganmu tidak bisa dipegang. Kamu ... dan ... kamu akan mati!" Pak Hasan bicara sambil memainkan goloknya di atas wajah Tari dan Siska.

Tari dan Siska tak berkutik. Meski ujung golook tidak melukai kulitnya, tapi tindakan tersebut mengingatkan mereka pada kematian.

Sesaat kemudian, Tari dan Siska memejam. Mereka tak sanggup menatap wajah garang Pak Hasan yang terus memainkan golook. Meski demikian, tangis mereka tidak reda. Air mata terus bercucuran hingga membasahi leher dan dada.

"Sekarang, Bu!" titah Pak Hasan kepada istrinya.

"Baik, Pak."

Mendengar perbincangan singkat itu, Tari dan Siska membuka mata. Ternyata Pak Hasan sudah berdiri. Tapi, golook masih tetap ada di tangannya.

Belum sempat Tari memahami situasi, tiba-tiba Bu Rima sudah menarik tangannya dengan kasar. Tari berteriak, tapi tak dihiraukan. Bu Rima terus menyeretnya hingga mendekati kursi-kursi yang berdebu.

Hal yang sama terjadi kepada Siska. Dia ditarik paksa oleh Pak Hasan, sampai-sampai pergelangan tangannya sakit dan nyeri. Lalu, dia dilemparkan dengan kasar hingga tubuhnya tersungkur di bawah kursi.

Siska semakin menangis. Tapi, dua manusia tak punya hati itu hanya tersenyum sinis.

Tari dan Siska meringkuk di antara debu-debu. Mereka tak lagi mengiba karena yakin akan sia-sia. Lebih baik mempertahankan tenaga agar tidak pingsan.

"Ambil ini, Pak!" ujar Bu Rima. Dia menyodorkan gulungan tali yang baru diambil dari sela-sela kursi.

Usai meraih tali tersebut, Pak Hasan menatap Siska sambil menyeringai. Kemudian, menarik kasar tangan Siska dan mendudukkannya di kursi.

"Pak, tolong lepaskan saya Pak!" pinta Siska ketika Pak Hasan mulai mengikatnya.

"Jangan cerewet!" bentak Pak Hasan.

Di sampingnya, Tari juga diperlakukan demikian. Bu Rima memaksanya duduk di kursi dan kemudian mengikatnya dengan erat.

Terpopuler

Comments

Kᵝ⃟ᴸ<br />😻<br />نَيْ<br />🐈<br />ㅤㅤ<br />⸙ᵍᵏ<br />㊍㊍<br />🐊⃝⃟ ⃟🍒

Kᵝ⃟ᴸ
😻
نَيْ
🐈
ㅤㅤ
⸙ᵍᵏ
㊍㊍
🐊⃝⃟ ⃟🍒

saking takutnya gak ada perlawanan gitu
berontak kek atau gigit tuh tangan mereka terus kabur dari sana
greget iih

2024-04-14

0

Um-hanan Mostafa

Um-hanan Mostafa

Greget aku, udah aku dorong tu dan lariiiiiiiiiii

2023-02-12

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓫𝓵𝓶 𝓪𝓭𝓪 𝓽𝓲𝓽𝓲𝓴 𝓽𝓮𝓻𝓪𝓷𝓰 𝓴𝓮𝓷𝓪𝓹𝓪 𝓶𝓮𝓻𝓮𝓴𝓪 𝓶𝓮𝓵𝓪𝓴𝓾𝓴𝓪𝓷𝓷𝔂𝓪 🤔🤔🤔💪💪

2022-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!