3

"Ga, apa ini calon menantu Bunda?."

Deg

Baik Saga maupun Flo sama-sama terperanjat. Mereka menatap Gita dan Dirga dengan pandangan terkejut. Bagaimana bisa Ayah dan Bundanya ada disini malam-malam begini.

Gita langsung menghampiri wanita yang ia yakini akan menjadi menantunya. "Akhirnya kita bisa bertemu. Kenalkan, nama Tante Gita dan ini suami tante, Om Dirga. Dari awal tante sudah duga kalau Saga berbohong. Mana mungkin dia tidak mengenalmu tiba-tiba langsung melamar, ya kan?."

Flo mematung bingung. "S-saya."

"Oh ya, sayang. Siapa namamu?."

"N-nama saya Florensia, tante."

Gita tersenyum lembut "Nama yang cantik. Secantik orangnya."

"T-terima kasih."

Jujur, Flo bisa merasakan kehangatan dari senyuman itu. Berbeda dengan Eta yang selalu tersenyum sinis padanya.

"Oh ya, ini kan sudah malam. Sebaiknya kami mengantar kamu pulang. Tidak baik kalau kamu pulang dengan Saga. Nanti malah nyicil duluan kayak Abangnya."

Saga mendelik, sedangkan Flo terlihat semakin bingung dengan situasi saat ini. "Saya bisa pulang naik taksi tante," tolaknya halus.

"Tidak boleh. Bahaya seorang gadis malam-malam begini pulang sendirian. Biar Om dan Tante yang mengantar kamu pulang."

"T-tapi Tan - - ."

"Tidak ada penolakan."

Flo hanya bisa pasrah. Akhirnya mau tidak mau, dia masuk kedalam mobil Gita. Sedangkan Saga, dia harus pulang lebih dulu karena Flo sudah diantar pulang orang tuanya. Setidaknya dia beruntung karena bukan Ale yang mengantar calon istrinya pulang.

Sepanjang perjalanan, Flo tidak mengatakan apapun. Selain canggung, dia juga tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Gita dan Dirga sendiri juga merasa sedikit canggung, "Ehhmm," Gita berdehem membuat Flo mau tak mau menatapnya walau sedikit menunduk.

"Maaf ya Flo, jika kamu kurang berkenan tante memanggilmu calon menantu. Mungkin kamu bingung dengan apa yang terjadi. Tante sebenarnya juga bingung. Tapi, setelah melihat kamu, tante yakin jika Saga tidak akan salah pilih. Entah kenapa, tante langsung menyukai kamu."

Flo menunduk, jika ibunya Saga saja bingung, bagaimana dengan dirinya.

Gita meraih tangan Floren dan menatapnya lembut. "Selama ini, tante mengira jika Saga itu belok. Tapi saat tadi pagi dia bilang sudah melamar seorang gadis, tante langsung kaget. Tante pikir dia gila karena kelamaan menjomblo. Tapi melihat kamu yang cantik jelita begini, sekarang tante yakin kalau Saga masih normal."

Bundanya saja bilang dia gila, apalagi aku. Bathin Flo.

"Oh ya, berapa lama kalian menjalin hubungan? Kenapa Saga tidak pernah mengajakmu kerumah? Ah, anak itu memang keterlaluan!."

"Em ... Sepertinya saya harus meluruskan sesuatu dulu tante."

"Oh, memangnya ada apa? Kalian bertengkar dan batal menikah?."

Flo menggeleng, "Sebelum saya minta maaf. Saya dan Saga memang tidak pernah mengenal sebelumnya."

Gita sedikit terkejut, "Benarkah? Ta-tapi bagaimana bisa dia langsung melamarmu kalau kalian tidak saling kenal?."

"Bun, mungkin Saga punya alasan sendiri. Sebaiknya kita tanyakan saja nanti padanya."

"Tapi aku menyukai Floren, Yah. Sama seperti aku menyukai Salsa," lirih Gita kemudian menatap Flo, "Kamu tidak mau menerima Saga menjadi suamimu? Atau kamu sudah punya calon suami?."

"Bun ...." peringkat Dirga

"Bunda hanya usaha Yah. Siapa tahu dia mau menjadi menanti kita, istrinya Saga"

Flo semakin bingung. Dia dilema. Hubungannya dengan Ale tidak mendapat restu. Bahkan Eta selalu bersikap ketus padanya. Sedangkan Saga, keluarganya begitu ramah dan wellcome. Padahal mereka kenal hanya beberapa jam saja.

"Apa rumahmu masih jauh?," tanya Dirga

"Didepan belok kiri, Om," ucap Flo sopan.

Setelah berada di ujung pertigaan. Dirga membelokkan setirnya ke kiri. Masuk kedalam gang yang cukup sempit. Hingga mereka tiba didepan rumah sederhana bercat putih yang lumayan usang sesuai petunjuk Flo.

Di depan teras, terlihat seorang pria tua langsung berdiri setelah melihat kedatangan sebuah mobil didepan rumahnya. Flo, Gita dan Dirga segera turun dan berjalan mendekati pria tersebut.

"Flo ... Kamu pulang dengan siapa?."

Flo menatap Gita dan Dirga bergantian. "Em, mereka orang tua temannya Flo, Yah."

Dirga dan Gita tersenyum, "Benar Pak. Kami orang tua dari temannya Floren. Kenalkan, saya Dirga dan Ini istri saya Gita." ucap Dirga memperkenalkan.

"Saya Rianto, Ayahnya Flo. Terima kasih sudah mengantar putri saya pulang. Jika berkenan, mari kita masuk dulu, Pak, Bu."

Dirga menatap Gita sekilas, "Mungkin lain kali Pak. Sudah malam, tidak enak juga dengan tetangga Bapak. Kalau ada waktu, kami pasti akan silaturahmi lagi kemari."

Ayah Flo tersenyum, "Tentu. Sekali lagi terima kasih sudah mengantar anak saya pulang."

Gita dan Dirga tersenyum, sebelum pergi, Gita berpamitan pada Flo. Sekali lagi, gadis itu merasakan kehangatan seorang ibu.

Setelah mobil mereka benar-benar tak terlihat, Flo dan Ayahnya masuk kedalam rumah. Rianto menepuk kursi kayu usang diruang tamunya, meminta Flo duduk disamping pria tua tersebut.

"Kamu tidak mau menjelaskan tentang mereka pada Ayah?."

Flo terdiam, dia kemudian menghela nafas panjang. "A-aku ... Aku bingung Yah. Semua terjadi secara tiba-tiba. Aku tidak tahu harus bagaimana," lirih Flo

Rianto menatap anaknya sejenak. Terlahir tanpa kasih sayang seorang ibu, membuat Rianto sangat memahami Flo. "Ayah tidak bisa berbicara banyak. Tapi jika kamu mau cerita, Ayah akan mendengarkan."

Flo, gadis cantik itu tersenyum. Dia memeluk Ayahnya dengan erat. Hanya Rianto yang Flo punya. Walau hidup sederhana, tapi dia bahagia.

"Aku bertemu tante Eta, dan seperti biasa, dia memintaku menjauhi Mas Ale. Ayah tahu, dia selalu mengatakan hal menyakitkan setiap kali kami bertemu. Dan entah darimana datangnya, Saga tiba-tiba datang setelah kepergian tante Eta. Dia mengatakan hal yang membuatku jengkel. Dia bahkan melamarku dengan entengnya padahal kami tidak saling kenal."

Rianto tersenyum, "Apa Saga anak mereka tadi?."

Flo mengangguk, "Ayah benar. Dia itu pria gila yang datang seperti jailangkung, tidak di undang langsung muncul gitu aja. Dia pikir aku apa tiba-tiba di ajak menikah. Sinting kan Yah."

Flo mengeha nafas, "Jika saja Mas Ale yang melamarku, aku pasti langsung menerimanya. Tapi sepertinya kami memang tidak ditakdirkan untuk bersatu. Sekarang saja, kami bertengkar dan Mas Ale tidak berusaha mengejarku. Apa dia sudah menyerah dengan hubungan kami?."

Rianto mengusap bahu Flo pelan, "Ayah tahu kamu mencintai Ale. Tapi, orang tuanya tidak merestui hubungan kalian. Satu hal yang perlu kamu tahu, restu orang tua adalah kunci kebahagiaan sebuah hubungan, khususnya restu seorang ibu. Cinta saja tidak akan cukup melawan restu orang tua. Awalnya semua terlihat mudah, namun, ditengah jalan pasti ada saja kendala yang akan menghadang. Jadi, menurut Ayah, lebih baik kamu melepaskan sesuatu yang memang tidak bisa kamu jangkau. Ayah bukan tidak suka dengan Ale tapi Ayah memikirkan kebahagiaanmu."

Flo menatap Rianto dengan sendu, "Berat Yah. Kami sudah bersama selama tiga tahun," lirih Flo

"Jangankan tiga tahun. Sepuluh tahun pun tidak menjamin kamu akan bersanding dengan orang yang kamu cintai. Ayah hanya tidak mau kamu terus menerus terluka karena sikap Mamanya Ale. Ayah sudah tua, bahkan Ayah sakit - sakitan. Akan lebih tenang jika Ayah menyerahkanmu pada orang yang tepat dan tentunya, mau menerima kamu apa adanya."

" Yah ... Jangan bicara begitu. Ayah akan selalu sehat dan Flo, akan berusaha terus untuk mengusahakan pengobatan Ayah."

Rianto menggeleng, "Ayah bukan tidak percaya pada kamu. Tapi setiap yang hidup pasti akan berpulang. Dan betapa leganya Ayah, jika seandainya Ayah berpulang, kamu sudah ada yang menjaga."

Mata Flo mulai berkaca-kaca, "Aku sudah tidak punya siapa-siapa, Yah. Kenapa Ayah seolah ingin meninggalkanku sendirian."

Rianto menghela nafas, "Sudah, jangan terlalu memikirkan hal ini. Serahkan semuanya pada takdir. Sekarang, sebaiknya kamu tidur. Besok kamu harus bekerja kan? Nanti terlambat."

Flo masih duduk diruang tamu, dia memandang punggung Ayahnya yang perlahan hilang dibalik pintu kamar. Air mata yang tadi ditahan kini mengalir tanpa bisa dihentikan. Flo mencintai Ale, tapi benar, cinta saja tidak cukup menjadi modal untuk membina rumah tangga.

"Apa aku benar-benar harus menyerah, Mas?."

Sementara dirumahnya, Gita sedang menginterogasi Saga. Dia bertanya pada anaknya dengan serius.

"Jadi kamu memang tidak mengenal Flo sebelumnya? Dan tiba-tiba kamu melamarnya? Kamu belum gila kan, Ga?."

"Aku masih waras, Bun. Lagipula, bukankah seharusnya Bunda senang karena akan dapat mantu."

"Ya tapi nggak gini juga caranya, Ga. Berumah tangga itu nggak sehari, dua hari tapi selamanya. Kamu yakin bisa menjalaninya. Apalagi, Flo masih memiliki kekasih."

Saga bungkam, iya juga ya. Tapi dia menyukai Flo sejak awal melihat gadis itu. Orang bilang, cinta pada pandangan pertama. Apalagi setelah tahu perlakuan ibu dari kekasih Flo, dia semakin ingin memperistri Flo. Tapi masalahnya, apa gadis itu mau menerimanya. Apalagi setelah mengatainya gila.

"Jawab Sagara Ibrahim!."

"Cinta bisa datang seiring berjalannya waktu, Bun. Lagipula, ibu dari kekasihnya Flo tidak merestui mereka. Berbeda dengan Bunda yang Saga yakin sangat menyukai Flo." jawab Saga tegas

"Bunda memang menyukai Flo, tapi yang perlu kamu garis bawahi, Flo tidak mencintai kamu."

"Aku akan membuat Flo mencintaiku dengan caraku!."

Gita dan Dirga tersenyum, "Bagus. Jawaban tegas kamu yang Bunda butuhkan. Kalau begitu, besok pagi kita akan melamarnya!."

Saga melotot, "Secepat itu, Bun?."

"Sesuatu yang baik tidak boleh ditunda - tunda!."

"Kalau aku ditolak, bagaimana?." Gita menatap putranya kesal,

"Astaga anak ini! Tadi kamu menggebu, kenapa sekarang meleot! Jangan menyerah sebelum perang. Kalau kamu ditolak, ya berjuang. Jangan jadi pria lemah." celetuk Dirga

Saga mendengus kesal, "Baiklah. Besok kita lamar Florensia. Dan aku pastikan, dia tidak akan menolak Sagara Ibrahim yang tampan!."

*

*

*

Tok Tok Tok

"Flo, tolong bukakan pintu. Sepertinya ada tamu," teriak Rianto dari arah dapur.

Flo yang bersiap - siap kerja mendengus kesal. Jam enam pagi, siapa yang bertamu pagi - pagi begini. Apa penagih listrik?

"Masih pagi sudah ber--!," ucapan Flo terhenti saat melihat siapa tamunya.

"Tan-tante Gita."

Gita tersenyum, "Maaf kalau bertamu pagi - pagi begini. Kami ganggu ya?." Flo menggeleng, "Tante, Om, dan Saga tidak dipersilahkan masuk nih?."

Flo mengerjab, "Eh ... Silahkan masuk Om, Tante."

Gita dan Dirga segera masuk kedalam rumah Rianto. Sedangkan Saga masih didepan pintu. "Calon suami nggak disuruh masuk nih? Belum - belum udah dzolim."

Flo mendelik, "Masuk ya masuk saja. Ribet amat!."

Gita dan Dirga langsung duduk dikursi ruang tamu rumah Rianto.

"Siapa yang datang? Eh ..., Bapak dan Ibu."

Rianto langsung menyapa Gita dan Dirga. Pria tua itu langsung duduk didepan mereka. "Flo, buatkan minum," Flo mengangguk kemudian langsung pergi menuju dapur. "ini ...?."

"Kenalkan Om, saya Saga." Rianto hanya tersenyum saat Saga memperkenalkan dirinya, "Sebelumnya mohon maaf. Ada perlu apa ya, pagi - pagi kemari? Apa anak saya melakukan kesalahan pada kalian?."

Dirga menggeleng, "Bukan Pak. Maaf kalau kami mengganggu anda pagi - pagi. Ehm ... Sebenarnya kedatangan kami kemari untuk silaturahmi. Tapi selain itu, ...." Dirga menatap putranya.

"Saya dan kedua orang tua saya datang kemari untuk melamar putri Bapak, Florensia untuk menjadi istri saya."

Deg

Flo mematung didepan pintu dapur mendengar ucapan Saga. Rianto yang tak sengaja melihat Flo yang berdiri didepan dapur, membuat gadis itu mau tak mau segera menghampiri mereka. Ia membawa nampan berisi empat gelas teh hangat.

"Silahkan diminun, Om, Tante."

"Terima kasih."

Setelah Flo duduk disampingnya, Rianto mulai berbicara, "Kedatangan mereka, ada kaitannya denganmu." Rianto menatap putrinya lembut. "Saga ingin meminang kamu sebagai istrinya. Semua keputusan Ayah serahkan padamu. Kamu berhak menerima maupun menolak. Dan Nak Saga, dia akan menerima apapun yang kamu putuskan. Begitu kan, Nak Saga"

"Tentu, Pak," sahut Saga tegas

Flo memandang Saga, Gita, Dirga dan Ayahnya sekilas lalu memejamkan mata. Mungkin inilah saatnya dia melepas semua beban yang dipikulnya. Mencintai Ale tapi tak bisa bersamanya. Bukankah lebih baik menerima seseorang yang menawarkan kepastian. "Baiklah. S-saya terima lamaran Saga."

"Lihat kan? Dia menerima lamaran pria lain. Artinya, selama ini dia hanya mempermainkan kamu, Al!."

Deg

Terpopuler

Comments

M akhwan Firjatullah

M akhwan Firjatullah

bunda jg buka aib saga dong...kocak si bunda

2023-01-23

0

Biduri Aura

Biduri Aura

wah ada dinding punya telinga 😂😂😂

2023-01-05

0

Uci Bina Tarigan Gersang

Uci Bina Tarigan Gersang

lanjut kak jangan lama lama up up nya kk

2022-06-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!