Sambaran Petir

Hari yang dinanti kini telah datang, di mana aku dan ketiga temanku akan mendaki gunung. Ternyata mendaki gunung itu tidak sembarangan, tidak bisa asal naik saja.

Banyak aturan yang harus kami patuhi, banyak juga syarat yang diajukan. Semisal harus ada sepuluh orang dalam satu kelompok bagi pelajar seperti kami, tidak boleh berkata sembarangan dan masih banyak lagi yang lainnya.

Karena kami cuma berempat, jadi kami pun bergabung dengan kelompok lainnya. Hatiku benar-benar riang tiada terkira, karena akhirnya aku akan mendaki gunung.

"Ra, gue seneng banget. Gue udah ngga sabar pengen buru-buru manjat," kataku.

"Hush! Kok manjat, sih? Memangnya elu monkey?" tanya Naura sinis.

"Astogeh! Sorry, gue khilaf. Saking senengnya gue ini," kataku dengan binar bahagia yang terus terpancar jelas dari wajahku.

Naura masih terlihat sinis memandang ke arahku, aku bingung. Padahal aku hanya salah menyebut kata manjat saja, dia sepertinya sangat kesal terhadapku.

"Hem!"

Hanya kata itu yang aku dengar dari bibir Naura, Mario yang ada di sampingku langsung merangkul pundakku.

"Udah jangan didengerin, lagi kumat kali dia. Mending kita dengerin pengarahan, biar nanti kita ngga kesasar," kata Mario.

Dalam hati aku tersenyum, tumben pikirku dia mempunyai pikiran yang lurus. Biasanya Mario selalu saja melenceng. Bahkan ucapannya selalu terkesan bercanda.

"Okeh!" jawabku.

Aku terdiam, karena harus mendengarkan pengarahan. Mendengarkan apa yang diucapkan sebagai tuntunan saat kami mendaki nanti.

Aku bahkan dengan jelas mendengarkan jika pendakian akan berlangsung selama enam sampai delapan jam, pengarah juga mengatakan ada lima pos pendakian.

Pengarah juga berkata, jangan berkata sembarangan dan jangan jalan terlalu cepat atau lambat. Takutnya akan terpisah dari kelompok.

"Mengerti?" tanya Pengarah.

"Mengerti!" ucap kami semua.

Setalah mendengarkan pengarahan, kami mulai mendaki gunung. Aku begitu bersemangat, karena ini adalah hal yang pertama bagiku.

Berbeda dengan ketiga temanku Naura, Mario dan juga Alex. Mereka sudah keempat kalinya mendaki, terlihat lebih berpengalaman dan terlihat lebih santai.

Tidak sepertiku yang begitu terlihat antusias, bahkan sepanjang perjalanan aku terus saja membeo.

Alex dengan sabar mendengarkan ocehanku, berbeda dengan Naura dan Mario, mereka lebih sering mencela.

"Elu ngoceh mulu, gue pusing!" keluh Naura.

Entah kenapa aku melihat Naura hari ini selalu saja terlihat kesal terhadapku, apakah mungkin dia sedang PMS?

"Ho'oh, gue aneh banget deh. Kok mulut elu engga berbusa, ye? Padahal dari tadi elu ngoceh mulu," tanya Mario.

Buset! Mario ikut mencelaku, sedih banget rasanya. Namun, mungkin saja mereka hanya bercanda saja.

"Sialan elu pada, gue dorong dari atas sini nyungsep loh!" kesalku.

Alex langsung mencekal pergelangan lenganku, dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Jangan berkata sembarangan, kita sedang melakukan pendakian. Bahaya," kata Alex.

Aku menekuk wajahku dengan sempurna, aku benar-benar kesal terhadap Mario dan juga Naura. Namun, sayangnya aku tidak bisa mengeluarkan keluh kesahku saat ini.

"Sorry, gue kesel." Aku berkata dengan ketus.

Alex tersenyum tipis sekali, lalu dia menepuk-nepuk pundakku.

Alex seperti sedang berusaha untuk menenangkan hatiku, dia memang temanku yang paling pendiam dan pengertian.

"Sabar," ucap Alex.

"Hem," kataku.

Setelah terjadinya perdebatan kecil antara kami, akhirnya kami melanjutkan perjalanan mendaki kami.

Namun, baru saja lima belas menit mendaki, aku merasa sedikit cape. Mungkin karena ini adalah pendakian gunung pertama untukku.

Jalanku sedikit melambat, peluh mulai membanjiri dahiku. Sehingga beberapa detik kemudian.

Brugh!

"Aduh!" aku mengeluh, karena aku hampir terjatuh jika saja aku tidak berpegang kepada Alex.

Seorang pria bertubuh cungkring terlihat sengaja menabrak bahuku, saking kagetnya aku sampai hampir terjengkang.

"Woy! Elu gila, hah?" sentakku.

Mendengarkan sentakan dariku, bukannya takut dia malah tersenyum meledek ke arahku. Aku benar-benar merasa muak melihat wajahnya.

"Siapa suruh jalan elu lemot kaya siput, kalau ngga bisa daki ngga usah ikutan. Dasar penghambat!" ucapnya sarkasme.

Aku sangat kesal, aku bahkan sampai mendorong dadanya cukup kencang. Namun, Walaupun dia terlihat bertubuh cungkring, dia terlihat kuat.

Tenaganya lumayan besar, karena dia hanya bergeser sedikit saja dari tempat aku mendorongnya. Sial sekali, pikirku.

"Baccot! Ajn! Brengsek luh!" ucapku kasar.

Pria bertubuh cungkring itu tertawa lalu pergi begitu saja, dia benar-benar menyebalkan. Sumpah demi apa pun aku ingin melempar wajahnya dengan batu.

Sayangnya, Alex datang dan menepuk-nepuk pundakku. Kembali dia berusaha untuk menenangkan diriku.

"Sabar! Kita lagi mendaki gunung, jangan kepancing emosi," ucapnya terdengar menenangkan.

Ku elus dadaku, ku hisap udara yang terasa seperti air minum alami. Terasa begitu segar dan dingin, padahal hanya udara yang ku hirup.

Aku benar-benar berusaha untuk mengontrol emosi, aku memang ceria, aku gampang bergaul dengan siapa pun. Namun, entah kenapa aku begitu gampang terpanjang emosi.

"Okeh, kita mulai jalan lagi," kataku.

Aku kembali berjalan dengan rombonganku, selama perjalanan sesekali aku mendelik ke arah pria cungkring yang terlihat menyebalkan itu.

Tiga jam kemudian.

Kembali langkahku melambat karena begitu kelelahan, namun aku berusaha untuk berjalan dengan cepat. Karena tiba-tiba saja, kabut tebal terlihat menyelimuti.

Langit terlihat gelap, suara sambaran petir mulai terdengar. Awalnya suara petir terdengar lemah, namun semakin lama terdengar semakin menggelegar.

"Kita percepat jalannya, takut keburu hujan. Sebentar lagi kita sampai di pos pemberhentian berikutnya," kata ketua dari kami.

Semua orang nampak berjalan lebih cepat, aku juga mencoba mengimbangi langkah pendaki lainnya.

Namun, tiba-tiba saja pandanganku gelap. Tertutupi kabut yang begitu tebal, aku ketakutan. Aku berusaha untuk mencari ketiga temanku, bahkan aku berteriak-teriak. Sayangnya seolah tidak ada orang yang mendengar teriakanku.

Jeder!

Terdengar sambaran petir yang menggelegar, aku begitu takut. Kututup mataku kuat-kuat, ku tutup pula telingaku dengan rapat.

"Mario! Naura! Alex!" Aku berteriak dalam ketakutan.

Sungguh aku benar-benar takut kali ini, apalagi saat aku membuka mata, semua tampak gelap.

"Ayah! Bunda!"

Kembali aku berteriak karena takut, aku benar-benar takut.

Jeder!

Jeder!

Kembali kilat menyambar, namun kali ini begitu kencang. Bahkan gendang telingaku seakan hendak pecah.

Tiba-tiba saja, sebuah kilatan cahaya terlihat seperti akan membelah langit. Sebuah kilatan cahaya yang diiringi gelombang cahaya hitam pekat seolah hendak menghantamku.

"Apa itu, Tuhan?" tanyaku dengan tubuh yang bergetar hebat.

Tanpa aku duga, cahaya itu terasa menghantam tubuhku bertepatan dengan sambaran petir yang begitu dahsyat.

Mataku terasa tidak bisa terbuka, hanya bayangan kilatan cahaya dan bayangan hitam pekat yang terus terbayang sebelum aku kehilangan kesadaranku.

"Bunda," kataku sebelum aku benar-benar tidak sadarkan diri.

***

Masih Berlanjut....

Kuy ramein kolom komentar, kasih likenya juga.

Terpopuler

Comments

Maliqa Effendy

Maliqa Effendy

itu perempuan ya mulutnya....

2022-10-09

0

🍭ͪ ͩSUHU🐝₆₉🔵

🍭ͪ ͩSUHU🐝₆₉🔵

duh anak gadis bahasanya wow sekali..

2022-08-31

1

💋ShasaVinta💋

💋ShasaVinta💋

aneska berisik banget sihh.... namanya jg t4 yg baru kamu kunjungi Nes... yah harus jaga2 omongan

2022-08-30

3

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 64 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!