Menuju Kota B

Hari ini aku bangun sangat pagi sekali, karena aku sudah tidak sabar untuk segera pergi menuju kota B. Tentu saja yang membuatku tidak sabar adalah mendaki gunung sesuai dengan keinginanku.

Akhirnya, setelah sekian purnama ayah dan bunda mengizinkan aku untuk melakukan pendakian. Setelah mandi dan mematut wajahku di depan cermin, aku memutuskan untuk keluar dari dalam kamar.

Aku melangkahkan kakiku menuju dapur, aku ingin membantu bunda untuk menyiapkan sarapan. Karena Bunda pasti akan kerepotan.

Kalau soal urusan memasak, bunda memang tidak pernah mau menyerahkannya kepada bibi. Karena baginya, makanan untuk diriku dan juga Ayah harus dia yang memasaknya.

"Pagi anak Bunda," Siapa Bunda kepadaku.

Aku tersenyum hangat, lalu membalas sapaan bunda.

"Pagi, Bun," sapaku seraya memeluk Bunda dari samping.

"Manja," ucap Bunda.

"Biarin," balasku.

"Ya sudah, sekarang kita masak. Jangan peluk-peluk terus, nanti kita kelaparan kalau kamu terus melukin Bunda kayak gini. Soalnya Bunda tidak bisa masak," kata Bunda.

Aku tersenyum seraya melerai pelukan kami, kemudian aku pun mulai membantu aktivitas bunda dalam memasak.

Setelah satu jam berkutat di dapur, pada akhirnya semua masakan sudah matang dan tertata dengan rapi di atas meja makan.

"Selesai," kataku bangga.

Padahal aku tidak memasak, hanya membantu bunda saja. Namun, aku merasa sangat senang. Bunda terlihat tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tunggu sebentar ya, Nes. Bunda mau panggil ayah dulu," kata Bunda seraya membuka celemek yang sedari tadi dia pakai.

"Ya, Bunda," jawabku.

Setelah berpamitan, bunda nampak meninggalkanku di ruang makan sendirian. Aku mulai mengambil piring kosong dan menatanya di atas meja.

Tidak lama kemudian, bunda nampak datang bersama dengan ayah. Mereka langsung duduk di kursi yang ada di ruang makan, aku pun turut duduk.

Baru saja kami hendak memulai sarapan pagi, tiba-tiba saja terdengar suara ribut dari arah luar rumah. Samar-samar kudengar teriakan Naura dan juga Mario.

Aku jadi bertanya-tanya dalam hati, mungkinkah mereka sudah datang sepagi ini? Bukankah kami akan berangkat setelah shalat dzuhur? Lalu, kenapa mereka sudah datang?

Belum selesai aku bertanya dalam hati, ternyata Mario, Naura dan juga Alex sudah terlihat berjalan menghampiri kami.

"Pagi Om, Tante," sapa mereka secara bersamaan.

Aku melihat wajah Naura dan juga Mario begitu sumringah, berbeda dengan Alex yang nampak biasa saja, datar tanpa ekspresi.

Aku sudah bisa menebak, pasti Naura dan Mario mengajak Alex untuk segera datang ke rumahku dan sudah dapat dipastikan jika Alex merasa kesal akan hal itu.

"Pagi, ayo duduk dan sarapan bersama," tawar Bunda.

Naura dan Mario terlihat tertawa cekikikan, kemudian mereka menghampiriku dan langsung duduk dapat di samping kanan dan kiriku.

"Terima kasih, Tante. Jadi enak nih," kata Mario.

Mario dan juga Naura terlihat langsung menggendok nasi beserta lauk pauknya, mereka terlihat seperti orang kelaparan. Langsung melahap masakan bunda yang memang selalu enak rasanya, menurutku.

Berbeda dengan Alex, dia terlihat berjalan dengan perlahan seraya menggelengkan kepalanya. Kemudian dia duduk tepat di samping Mario.

"Aku sudah sarapan, Tante. Terima kasih, aku duduk saja," kata Alex.

Bunda terlihat tersenyum ke arah Mario, lalu dia berkata.

"Seenggaknya kamu minum susu hangat atau makanan roti, masa iya nemenin orang sarapan hanya bengong aja," kata Bunda.

"Ya, Tante," jawab Alex.

Alex, Mario dan juga Naura memang sudah sering datang ke rumahku. Mereka sudah seperti anak bunda juga, datang dan makan sesuka hati mereka.

Tidak lama kemudian, aku melihat Alex bangun dan segera membuat susu coklat yang biasa aku buat. Lalu, dia terlihat duduk kembali di samping Mario.

Acara sarapan pagi pun berlangsung ramai, karena adanya ketiga sahabatku. Sahabat yang selalu ada di saat aku berada dalam keadaan terpuruk sekalipun.

Setelah sarapan, kami memutuskan untuk bermain PS bersama di ruang keluarga. Bunda dan ayah terlihat begitu senang karena di rumah kami sangat ramai pagi ini.

***

Tanpa terasa adzan dzuhur terdengar berkumandang, kami langsung melaksanakan salat dzuhur bersama. Setelah itu, kami langsung pergi menuju kota B.

Ayah membawa dua mobil sekaligus, yang satu mobil khusus untuk kami tempati. Sedangkan satu mobil lainnya, pak sopir yang bawa dengan barang-barang milik kami di dalamnya.

Ya, kami seperti orang yang akan pindah rumah. Kami membawa begitu banyak barang, ayah dan bunda sampai geleng-geleng kepala.

"Kalian ini mau berlibur atau mau pindah rumah sih?" tanya Bunda.

Aku, Mario dan juga Naura hanya nyengir kuda. Berbeda dengan Alex, dia hanya diam dengan telinga yang ditutupi headset.

Lagi pula dia hanya membawa barang seperlunya saja, tidak Seperti kami. Ya, temanku yang satu itu memang terlihat lebih baik dari kami bertiga.

Setelah melakukan tiga jam perjalanan, akhirnya kami tiba di Villa milik ayah. Villa yang begitu megah namun jarang sekali kami datangi, karena ayah adalah seorang pengusaha yang begitu sibuk dengan pekerjaannya.

Belum tentu kami bisa setahun sekali untuk datang ke Villa ini. Namun, walaupun seperti itu, aku tetap bangga kepada ayah. Karena ayah selalu meluangkan waktunya untukku, walaupun hanya di rumah saja.

"Selamat datang, sesuai yang anda perintahkan, saya sudah membersihkan semua kamar untuk kalian semua. Kalian tinggal pilih saja mau tidur di kamar yang mana," sapa Mang Asep.

Mang Asep adalah seorang pria paruh baya yang ditugaskan oleh ayah dan juga bunda untuk mengurus Villa.

"Terima kasih, Mang," jawab Ayah.

"Saya juga sudah menyiapkan perlengkapan dapur, jadi... jika Tuan dan Nyonya mau memasak, semuanya sudah lengkap," lapor Mang Asep.

"Ya, terima kasih atas pengertiannya, Mang," jawab Ayah.

Setelah mengatakan hal itu, Mang Asep terlihat berpamitan untuk ke belakang. Dia berpesan jika kami mengingin sesuatu, tinggal langsung memanggil dirinya saja.

Dengan tidak sabarnya aku langsung masuk ke dalam Villa dan berlari menuju kamar yang biasa aku tempati jika kemari.

Naura, Mario dan juga Alex terlihat mengekori langkahku dari belakang. Berbeda dengan ayah dan bunda, mereka terlihat berkeliling di sekitar Villa.

Kedua orang tuaku itu seolah tidak ada capeknya, padahal aku saja yang masih muda ingin segera beristirahat.

Saat aku sampai di dalam kamarku, aku langsung menghempaskan tubuhku ke atas tempat tidur. Rasanya begitu nyaman sekali.

Naura, Mario dan juga Alex terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuanku.

"Nes, gue tidur di mana?" tanya Mario.

"Iya nih, kamar gua yang mana?" tanya Naura.

Aku pun turun dari tempat tidurku, kemudian aku keluar dan menunjukkan banyaknya kamar yang ada di dalam Villa.

"Terserah kalian aja mau tidur di mana. Kan, kamar tidur ada banyak," kataku.

"Oke," jawab Mario.

Tanpa banyak bicara lagi, aku melihat Mario memilih kamar tepat di samping kananku. Aku juga melihat Alex memilih kamar tepat di samping kiriku, sedangkan Naura memilih kamar di samping Mario.

Aku tersenyum, kemudian kembali masuk ke dalam kamarku. Ku tutup pintu kamarku dan kemudian aku rebahkan kembali tubuh lelahku ini.

"Ya Tuhan, rasanya aku sudah tidak sabar ingin segera esok hari. Pengen buru-buru naik gunung," ucapku senang.

****

Masih berlanjut....

Jangan lupa tinggalkan jejak, yes. Komen dan like kalian adalah penyemangat buat Othor.

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

nanti aku baca kak

2022-09-02

1

🍭ͪ ͩSUHU🐝₆₉🔵

🍭ͪ ͩSUHU🐝₆₉🔵

ngebut mumpung msh siang klo malem agak merinding.. 😁

2022-08-31

1

💋ShasaVinta💋

💋ShasaVinta💋

Alex gayanya ala2 cowok cool gitu yah.. yg diem diem gimana gituu... bentar lagi masuk yg seram2nya nih...

2022-08-30

2

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 64 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!