Bisikan Ghaib
Surprise!"
Teriakan dari kedua orang tuaku membuat aku terdiam seketika, surprise untuk apa? Bahkan ini bukan hari ulang tahunku.
Mereka terlihat membawa satu kotak kue kesukaanku, kue brownies coklat dengan tabutan kacang mede di atasnya.
"Kok bengong?" tanya Bunda. Bunda menepuk pundakku, namun tidak terlalu kencang.
"Eh? Aku kaget, ini surprise buat apa?" tanyaku.
Bunda tersenyum, lalu dia menyimpan sekotak kue yang sejak tadi dia pegang.
"Kejutan untuk kamu, Sayang. Karena kamu sudah mendapatkan nilai yang sangat bagus saat melakukan tes untuk masuk ke universitas yang kamu inginkan," jawab Bunda.
"Lalu?" tanyaku masih dengan mode yang belum paham.
Ayah terkekeh, dia menarik aku ke dalam pelukannya. Dia mengecup keningnku berkali-kali, lalu dia berkata.
"Ayah sangat senang karena kamu mendapatkan nilai terbaik, Ayah juga senang karena kamu mendapatkan beasiswa," kata Ayah.
Oh Tuhan, senyum di bibirku langsung mengembang. Itu artinya mereka merasa bangga terhadap diriku, mereka bahkan sampai memberikan surprise untukku.
Tunggu!
Katanya ini surprise, masa hanya dengan menikmati satu kotak kue brownies sih? Memangnya tidak ada kejutan lainnya apa?
Aku melongokkan kepalaku ke dalam rumah, siapa tahu ada kejutan lainnya di sana. Namun, nihil.
Tidak ada apa pun di dalam sana, hanya ada satu kotak kue brownies yang bunda tadi pegang.
"Hei, mencari apa?" tanya Bunda.
Aku langsung tersenyum canggung, karena ketahuan oleh bunda menginginkan surprise yang lainnya.
"Mencari surprise yang lainnya," jawabku jujur.
Bunda dan ayah langsung tertawa dengan terbahak-bahak, mereka bahkan sampai memegangi perutnya.
Mungkin mereka sakit perut karena terlalu banyak tertawa, bahkan bunda terlihat mengusap air matanya.
"Ck! Masa Ayah sama Bunda ngasih surprise hanya dengan satu kotak kue brownies doang," ucapku seraya melenggang pergi meninggalkan mereka.
Aku pun memutuskan untuk melangkahkan kakiku menuju kamar, karena sepertinya kamar merupakan tempat yang paling nyaman untukku saat ini.
Rasanya aku begitu kecewa kepada ayah dan bunda, karena mereka hanya menyiapkan satu kotak kue brownies untukku.
Ya, walaupun itu adalah kue yang sangat aku sukai. Namun, tetap saja aku mengharapkan kejutan yang lebih wah. Sayangnya harapan tidak sesuai dengan ekspektasi.
Namun, baru saja aku melangkahkan kakiku beberapa langkah, ayah langsung menghadang jalanku.
"Ayah masih punya kejutan sama Bunda, kamu duduklah dulu," kata Ayah.
Senyuman di bibirku langsung melebar mendengar kata kejutan yang lainnya, aku segera duduk di salah satu sofa yang ada di ruang tamu.
"Kejutannya apa, Yah? Aku sudah tidak sabar ingin mendengarnya," kataku.
Ayah terkekeh, dia langsung duduk di sampingku. Lalu, dia merangkul pundakku dan menepuk-nepuknya dengan penuh kasih sayang.
"Selama ini kamu selalu berkata ingin mendaki gunung, tapi Ayah tidak perah menyetujuinya. Untuk kali ini, karena kamu sudah membuat Ayah dan Bunda sangat bangga, kamu beserta ketiga teman kamu itu boleh mendaki gunung."
Ayah menyampaikan hal itu dengan raut wajah cemas, dia seolah takut salah dengan apa yang sudah menjadi keputusannya.
Berbeda dengan diriku, mendengar apa yang dikatakan oleh ayah aku benar-benar sangat bahagia.
Bahkan, tanpa canggung aku melompat lalu aku duduk di pangkuan ayah dan memeluknya dengan erat.
"Terima kasih, Ayah. Aku akan mengajak Naura, Mario dan juga Alex untuk mendaki. Tapi--"
Aku melerai pelukanku, aku menatap wajah ayah dengan lekat.
"Aku belum tahu harus mendaki ke gunung mana," kataku jujur.
Ayah langsung tertawa, kemudian dia mengelus rambutku dengan lembut.
"Bagaimana kalau kalian mendaki ke gunung G yang berada di kota B, di sana kita punya Villa. Kalian bisa istirahat di sana sebelum dan sesudah melakukan pendakian," usul Ayah.
Aku merasa setuju dengan apa yang ayah usulkan, karena di gunung G yang aku ketahui ada bunga edelweis'nya juga.
Aku dan teman-temanku bisa menikmati keindahan bunga tersebut di sana, tidak perlu capek-capek untuk pergi ke gunung C.
"Aku setuju, Ayah memang pengertian," kataku.
Kembali aku memeluk ayah, aku benar-benar merasa bahagia karena akhirnya aku bisa melakukan pendakian.
"Kok Bunda ngga ada yang peluk, yah?"
Terdengar kalimat protes dari Bunda, aku langsung melerai pelukanku dengan ayah. Lalu, aku memeluk Bunda dengan erat.
"Terima kasih," kataku.
"Sama-sama, Sayang." Bunda mengelusi punggungku.
***
Kini aku sudah berada di dalam kamar, aku langsung menghempaskan tubuhku ke atas tempat tidur, lalu aku mengambil ponsel dan mengetikkan pesan chat ke grup AMAN.
Grup yang sudah tiga tahun ini kami buat, grup yang beranggotakan empat orang saja. Dibuat dengan inisial kami berempat.
Aneska, yaitu aku. Mario, yaitu temanku yang suka bercanda dan membuat hari-hariku lebih ceria. Alex, yaitu temanku yang berparas lebih tampan dari Mario, karena dia turunan bule.
Naura, teman perempuanku yang terkadang sangat lemot, namun dia selalu membuat hatiku lebih berwarna.
Kami empat bersahabat, yang selalu saling mendukung dan saling berbagi. Entah itu hal yang membahagiakan ataupun hal yang membuat kesal bahkan sedih.
Aneska📲 "Guyz, gue ada kabar gembira. Besok kita ke kota B, nginep di Villa bokap. Kalian mau, kan?"
Mario📲 "Serius loh? Tumben elu dikasih pergi jauh, biasanya dirumahkan terus."
Aneska📲 "Sialan, loh! Gue ngga ajak tahu rasa, loh! Gue diizinin naik gunung, guyz. Elo ngga bakal gue ajakin!"
Mario 📲 "Serius loh?"
Naura 📲 "Beneran, Nes? Gue ikut, awas kalau ngga ngajak!"
Aneska📲 "Kalian berisik! Gue ajakin, kuy'lah. Itu si Alex ngga ikut? Kok dia enggak ada suaranya?"
Alex 📲 "Ikut gue, santai aja."
Aneska📲 "Asik, besok abis lohor kita berangkat. Gue tunggu di rumah, jangan lupa minta izin sama orang tua kalian ya, guyz."
Naura 📲 "Pasti, gue pasti izin dulu lah."
Mario 📲 "Gue juga pasti izin'lah, masa ngga?"
Aneska📲 "Elu gimana, Lex?"
Alex 📲 "Tinggal cabut, aman. Bonyok gue lagi di luar negeri."
Aneska📲 "Sip!"
Aku begitu senang, karena akhirnya keinginan aku untuk mendaki gunung akan terlaksana. Tentu saja yang lebih membahagiakan, aku akan pergi bersama dengan teman-teman terbaikku.
"Oooh! Aku sudah tidak sabar pengen buru-buru besok, pengen cepat pergi ke kota B. Terus naik gunung deh, uuuh!"
Aku benar-benar sangat senang, bahkan aku langsung bangun dan segera merapikan barang-barang yang akan aku bawa.
"Semangat Aneska! Semangat, jangan kasih kendor!" aku berusaha untuk menyemangati diriku sendiri.
****
Selamat datang di dunia halusinasi Othor Cucu Suliani, semoga kalian suka dan betah dalam membaca novel bergenre horror ini.
Jangan lupa tinggalkan jejak, Yes. Koment dan like kalian adalah penyemangat buat Othor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Ima Diah
moga cerita nya gak mcm roller coaster ya thooorr....
2022-10-13
1
Apian S M
ngopi dese sruup ahh
2022-10-12
1
🔵🍭ͪ ͩ🆂🆄🅷🆄₆₉
baru mau mulai baca mak cu.. ☺
2022-08-30
1