Hujan turun semakin deras, Sheena menatap ke arah garis cakrawala, tetes-tetes air hujan yang mengenai wajahnya seakan sedang mentertawakan hidupnya yang kini mengenaskan.
Kepalanya terasa berat, ternyata hanya beberapa tenggak minuman saja bisa membuat dia semabuk ini, maklum baru kali ini Sheena mencoba minuman seperti itu, Sheena memang bukanlah wanita dengan pergaulan luas, wanita itu lebih cenderung berada di rumah, terkesan anak rumahan namun bukan gadis pendiam.
Sheeena lebih dominan ceria, terkadang petakilan, karna insiden ini saja membuat semua sifatnya itu seakan hilang seketika.
Gara-gara sebuah pengkhianatan. Menghembus nafas berat, sheeena rasanya seperti ingin tertidur dan tak ingin bangun lagi. Tapi bagaimana dengan keluarganya?
Bagaimana keadaan Ayah, ibu juga Dimas, adiknya? Mereka pasti sedang mencarinya sekarang, sementara Sheena kini sedang terjebak hujan yang entah sampai kapan bisa reda.
Sheena menghembuskan nafas kasar, mendongak, membiarkan beberapa tetesan air hujan mengenai tangannya, lalu wanita itu kembali mundur untuk berteduh.
Sheena tak sengaja meraba telinga, ia baru sadar ternyata anting miliknya ilang satu, padahal itu adalah pemberian ayahnya, ia sangat menyayangkan.
"Harusnya malam ini malam pertama kita." monolog sedih, ia teringat tentang Andre, lelaki penuh kelembutan yang berhasil memenangkan hatinya, siapa sangka malah menjadi boomerang sangat menyakitkan untuknya.
Mengingat tentang Andre kembali juga penghianatan lelaki itu membuat Sheena kesal, lalu ia melepas semua perhiasan pengantinnya kemudian membuangnya ke sembarang arah. Kini hanya tersisa gaun putih yang melekat di badannya.
Wanita itu lalu duduk di pinggir amperan tokoh yang tutup, malam semakin jelas di tambah hujan yang semakin deras mengguyur bumi, entah sampai kapan dirinya akan terjebak di sini.
Sementara pak Hamid dan istrinya di rumah tak henti-hentinya mencari keberadaan sang putri, mereka yang terkenal cukup berada di wilayah itu, tak segan untuk menyewa beberapa orang untuk mencari putri kesayangan mereka, Bu Nafisah-- ibu Afsheena, tak henti-hentinya menangis atas hilangnya sang putri.
"Pah, Sheena di mana pah? hujan semakin lebat tapi putri kita tak kunjung kembali," lirih Bu Nafisah dengan berderai air mata.
Pak Hamid menepuk bahu istrinya guna menenangkan, meski tak bisa di bohongi hatinya pun dirundung cemas yang luar biasa seperti sang istri.
"Tenang mah, kita sudah menyewa orang-orang terbaik, Sheena pasti ketemu, putri kita tak jauh dari sini."
Begitupun dengan Dimas, bocah berusia sebelas tahun itu juga cemas akan di mana keberadaan kakaknya. Ingin rasanya Dimas memukul wajah bang Andre, lelaki yang sudah menyakiti hati kakak tersayangnya.
Meskipun Dimas masih kecil tapi pemikirannya dewasa, dia paham apa yang terjadi, siapa yang berani menyakiti kakaknya akan ia balas berkali-kali lipat.
"Tunggu aku besar ... Aku pasti akan memberi pelajaran pada bang Andre."
Lalu tatapan tajam Dimas perlahan mengendur dengan air muka nelangsa. "Kakak kamu di mana ... Ibu sangat mengkhawatirkan kakak,juga kita di sini." Monolognya menatap tetesan hujan yang semakin besar.
Jedder! Sheena menutup kuping rapat-rapat demi menghalau suara menggelegar petir yang seakan memekakkan indera pendengaran. Kilatan cahaya di awan hitam membuat tubuh Sheena semakin merinding. Dia sangat takut.
Sheena lantas merapat hingga ke dinding, memeluk lututnya dengan ketakutan yang luar biasa. menatap genangan air di selokan, lalu suara seperti benda di banting tiba-tiba mengagetkan Sheena.
"Wah ... wah,wah, ada kucing liar rupanya di sini?" segerombolan orang berpakaian urakan datang, menghampiri Sheena, membuat wanita itu sontak terkejut.
Sheeena buru-buru berdiri, menyingkap ujung gaunnya, dan bersikap waspada, Sheena menelan ludahnya kasar, telapak tangannya mendadak berkeringat karna takut yang mendominasi.
"Siapa kalian!" Sentak Sheena dengan mata memicing, perlahan dia melangkah menjauh melihat gerombolan itu semakin mendekat ke arahnya.
"Tenang aja neng,kita gak gigit kok." salah satu dari mereka menatap Sheena dengan mata liarnya.
"Jangan mendekat, aku tahu kalian ini pasti penjahat!"
Lalu gerombolan berisi lima orang pria dengan tampilan preman itu tertawa.
"Lo gak bisa kabur lagi neng, mending ama kita sini yuk, senang-senang dulu, kita anget-angetan mumpung lagi hujan."
"Benar gak?" salah satunya menarik alis.
"Yoi." diikuti oleh seruan-seruan yang menyutujui.
Alarm bawah sadar Sheena berbunyi, mengumpulkan kesadaran yang semakin habis karna mabuk, mata Sheena bertumbuk pada sebilah kayu di sampingnya.
Sementara orang-orang itu semakin dekat ke arahnya, Sheena dengan secepat kilat mengambil bilah kayu itu dan langsung memukulnya pada salah satu di antara.
Pria itu menjerit kesakitan mendapat pukulan telak di pundak, "Sial, tangkap dia!" desisnya dengan mata menyala-nyala, lalu yang lain segera mengangguk langsung mengejar Sheena yang sudah pergi menjauh.
***
Sementara di ruang VVIP miliknya yang di jaga ketat, Jayden duduk di dekat jendela, salah satu orangnya masuk, ijin untuk menyalakan perapian karna suhu dingin akibat hujan.
Jayden duduk dengan menumpuh kaki, menikmati sebotol bir di tangan, kemampuan minumnya memang tak pernah di ragukan, Jayden sudah sangat akrab dengan dunia malam yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.
Jayden lalu melihat ke arah luar jendela, pria yang semula menatap malas mendadak terhenyak dengan mata tajamnya yang melebar, di sana dia melihat wanita bergaun pengantin itu sedang berlari dengan ketakutan, walaupun air hujan menghalangi tapi Jayden bisa melihat jelas raut ketakutan wanita itu.
"Kenapa dia tidak pulang? kenapa dia berlari seperti itu?"
Lalu pria itu menggeleng. "Bukan urusan ku."
Jedder! petir kembali menyambar-nyambar, mata Jayden terbuka lalu melihat segerombolan pria yang juga terlihat sedang berlari, Jayden akhirnya menyadari situasi. Wanita itu dalam bahaya.
Sepertinya dia sedang di kejar-kejar oleh preman itu. Namun lagi-lagi Jayden menggeleng. "Bukan urusan ku."
Seperkian detik dia hanya diam saja menonton dari atas sana, Indera pendengarannya lalu menangkap lolongan seorang gadis yang meminta pertolongan. Jayden dengan kepala di tumpuh di tangan akhirnya membuka mata.
Pada akhirnya dia tidak bisa diam saja. "Bedebah!" mendesis dengan mata menyalang, Jayden akhirnya berdiri mengambil jas hitamnya juga sebuah pistol.
***
"Tolong! siapapun tolong aku!" di amperan tokoh yang sudah sepi, Sheena tetap meneriaki guna meminta tolong, kesadarannya hampir hilang, rasa sakit di kepalanya kian mendera, tapi orang-orang itu semakin mendekat.
"Gak Sheen, kamu gak boleh pingsan!" sentaknya pada diri sendiri. jika dia kehilangan kesadaran para pria bejat itu pasti akan menerkamnya habis-habisan.
Hujan mulai reda, tetes-tetesnya sudah tak selebat tadi, tapi preman itu semakin gencar untuk mengejarnya.
"Sial, walaupun dia kecil tapi larinya cepet banget!"
"Padahal dia pake baju kaya pengantin yang ribet, tapi kenapa larinya cepet banget!"
"Udah, jangan banyak omong, masa kalian kalah sama gadis ingusan! cepet tangkap dia!"
Sheena hampir ingin menangis, orang-orang itu semakin dekat, apakah di sini tidak ada yang mendengar seruannya? padahal malam juga gak larut-larut amat.
Seketika bayangan Sheena mengingat tentang ayah, ibu dan Dimas, melihat senyuman mereka bertiga, membuat air mata Sheena tak bisa di tahan.
"Ayah,ibu tolong aku."
Brukk! Sheena terjungkal, kakinya tersandung hingga membuat ia terjatuh. ia menengok ke belakang, para preman itu sudah mengerumuninya.
"Nah ketangkep juga akhirnya!"
Sheena menggeleng kuat-kuat, air matanya sudah turun dengan deras.
"Tolong, jangan apa-apakan saya." mohonnya.
"Tenang gak akan sakit kok." Mereka tertawa. hingga tiba-tiba suara mereka memelan di iringi oleh suara tembakan yang menggema.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
neng ade
akhir nya Jayden mau menolong Sheena ..
2022-07-24
1
Andrea
Oke, Terimakasih sudah mampir 😘👍
2022-07-04
1
Imarin
jangan lupa mampir di novel q juga ya kak.
2022-07-04
0