Tersesat

"Tunggu!"

Brak!

Alea membuka pintu lebar-lebar, semilir angin berhembus lembut menyapa kulitnya. Tubuh itu tertegun di ambang pintu, menatap hampa pada kekosongan di depan mata. Keadaan asrama tak lagi sama, semua berubah dalam pandang matanya.

Alea melangkah pelan keluar dari kamar, menatap sekitar kebingungan. Kedua bibirnya terbelah, membentuk sedikit celah. Tak ada bangunan di depan matanya, hanya pohon-pohon tinggi menjulang seolah berlomba menggapai langit.

Ia berputar memastikan lingkungan asrama yang baru saja ia pijak. Melangkah pelan, melewati satu demi satu pohon berlumut itu. Kabut-kabut tipis menghalangi pandangan, angin berhembus semakin kencang, serasa menusuk hingga ke tulang sumsum.

"Di mana aku? Bukannya aku di asrama?"

Alea mendekap tubuhnya sendiri, sweater tipis yang ia kenakan tak mampu menghalau dinginnya udara. Keadaan langit tiba-tiba menggelap, padahal sebelum kakinya melangkah keluar langit masih nampak cerah.

"Hallo! Ada orang di sini?"

Suaranya menggema, terpantul kesunyian hutan. Sepi, senyap tanpa suara. Irama suara binatang malam yang ramai terdengar tidak biasa. Seekor burung yang terbang menghentak jantungnya, Alea mendongak menatap tiga ekor gagak hitam yang hinggap di salah satu dahan pohon.

"Hallo!"

Suaranya semakin parau terdengar, matanya memanas ingin menangis. Dia sendirian, hanya sendirian. Sepanjang mata memandang hanya pepohonan yang dilihatnya. Daun-daun bergoyang, sebagian ada yang gugur seperti hujan.

Bunyi gemerasak yang berasal dari belakang tubuh, membuatnya semakin waspada.

"Siapa di sana?"

Tanya yang ia gemakan seolah percuma karena hanya angin yang menyahutnya. Tak ada apapun di sana, selain rumput ilalang yang bergoyang ditiup sang bayu.

"Mamah! Papah! Aku takut," lirih Alea semakin erat mendekap tubuhnya sendiri. Ia menggigit bibir kuat-kuat, meringis takut ingin menangis.

Langkahnya terus berlanjut dengan pelan, berkali-kali ia menginjak ranting pohon juga dedaunan kering yang berserak di atas tanah. Keadaan semakin mencekam saat lolongan serigala terdengar di kejauhan.

Alea mengedarkan pandangan, keringat bercampur air mata membanjiri wajahnya. Merembes membasahi punggung. Hawa dingin ia rasakan menusuk tulang. Alea memacu kedua kakinya berlari, mencoba mencari jalan keluar. Seolah percuma, tak ada apapun yang dapat dia temukan. Semua terlihat sama. Alea menangis sambil terus berlari.

Sekelebat bayangan melintas di depannya, langkah Alea terhenti. Berdiri waspada meski tubuh gemetar ketakutan. Seseorang muncul dari balik semak, melirik dengan senyum dingin ke arahnya. Wajah yang ia lihat di depan kamar, wajah kaku dan dingin tanpa ekspresi. Dia berbalik dan pergi menjauh.

"Hei, tunggu!"

Alea melambai, berteriak sekeras apapun tetap saja tak didengar sosoknya. Gadis itu memakai seragam asrama, jika tak salah menebak dia mungkin saja salah satu murid di asrama. Alea berlari sekencang mungkin, tapi tetap saja tak mampu mengejar sosok yang berjalan pelan di hadapannya.

"Hei, tunggu aku! Tolong bantu aku cari jalan keluar. Berhenti, bantu aku keluar dari tempat ini!"

Alea kembali berteriak sembari terus memacu kedua kaki mengejar sosok asing itu. Napasnya tersengal hampir tak tersisa, menimbulkan sesak di dada. Tenaganya mulai terkuras habis, kakinya lelah berlari.

Alea membungkuk, bertopang tangan pada kedua lutut. Menghirup udara dengan rakus untuk mengisi paru-parunya yang kerontang. Peluh menetes menjatuhi rumput yang ia pijak. Alea mendongak memastikan sosok itu masih ada. Dia masih berjalan pelan semakin menjauh.

Kemudian berbalik membuat Alea menegakkan tubuh takut-takut. Mata kosong di depannya menatap dingin dan tajam, semakin memacu detak jantung Alea yang sudah tak karuan.

Dia melambaikan tangan, memanggil Alea untuk mendekat. Di belakang sosok itu pohon beringin tua berdiri kokoh tak tergoyahkan. Dahannya yang bercabang seperti dua buah tangan yang membentang.

"Alea!"

Sebuah panggilan mengetuk telinga, Alea mendongak mencari sosok yang memanggilnya.

"Siapa di sana? Bu Ningsih?"

Dia berteriak, berharap itu benar-benar ibu kepala asrama.

"Alea! Kamu bisa dengar saya?"

Suara bu Ningsih kembali terdengar, menggema di telinganya.

"Bu! Ibu di mana? Tolong aku, Bu!"

Alea menangis, pandangannya terus beredar mencari sosok wanita sepuh itu. Alea bingung, kalut, dan putus asa.

"Alea!"

Kali ini suara lembut dari wanita yang dilihatnya memanggil, Alea menghadapkan pandangan ke depan. Sosok itu kembali melambaikan tangan memanggil dirinya. Seolah terhipnotis kaki Alea kembali melangkah.

"Jangan pergi ke sana, Lea! Kembali dan temukan cahaya yang akan membawa kamu keluar dari tempat itu!"

Suara tegas Bu Ningsih menyadarkan Alea. Sontak ia mundur, sosok cantik di depannya berubah menjadi menyeramkan. Sosok nenek tua dengan wajah penuh luka, darah yang merembes dari lehernya menebarkan bau amis sekaligus bau busuk bangkai. Perutnya bergejolak, seolah dibolak-balik, rasa mual yang hebat membuat wajah Alea memucat.

"Kemari, Nak! Ikut sama Nenek!" panggilnya sambil terus melambai-lambaikan tangan.

Seringai menyeramkan muncul dari bibirnya yang keriput menampakkan deretan giginya yang hitam dan berlendir. Lendir hitam dan beraroma busuk itu terus berjatuhan dari mulutnya yang terbuka.

Tanpa sadar Alea berjalan mundur menjauhi sosoknya. Dengan cepat dia membalik badan dan berlari.

"Ikuti cahaya putih itu, Lea!"

Suara bu Ningsih terus memenuhi telinganya. Alea berlari menuju satu titik cahaya di kejauhan. Tidak semudah yang dia bayangkan, gangguan-gangguan mulai bermunculan. Makhluk-makhluk seram berdatangan dari kanan dan kiri jalan.

Tertawa, menangis, meraung, memanggil-manggil nama Alea untuk bergabung bersama mereka. Alea menggelengkan kepalannya, air mata bercucuran bersamaan dengan peluh yang tak henti mengucur deras.

Oleh karena gangguan yang terus menerus Alea tak memperhatikan jalan. Ia tersandung, jatuh tersungkur di atas tanah merah. Makhluk-makhluk itu bergerak mendekatinya, menjulurkan tangan untuk menggapai tubuh Alea.

Gadis itu berbalik, raut ketakutan jelas tergambar di wajahnya yang basah. Ia beringsut mundur, menjauhi mereka.

"Jangan ... jangan! Pergi! Aku gak mau ikut kalian! Aku gak mau!" teriak Alea dengan kuat.

Akan tetapi, makhluk-makhluk itu terus mendekat untuk membawanya pergi bersama mereka. Alea berdiri dan kembali berlari, dia tidak bisa menyerah dan memang tidak boleh menyerah.

Suara-suara banyak orang semakin menjejali rungunya. Entah di mana dia sekarang, yang ia tahu harus segera tiba di titik cahaya itu. Semakin banyak makhluk berdatangan, mulai yang berupa sesosok jasad berbungkus kain putih, seorang wanita bergaun putih yang terbang melayang dengan liur di sudut bibirnya. Ada juga sekelompok anak kecil dengan tubuhnya yang hangus terbakar.

Alea tak menghiraukan mereka terus berlari menjauh. Dia ingin segera pergi dari tempat terkutuk itu.

Sementara di depan asrama, Bu Ningsih bersama para guru juga murid di asrama mengelilingi tubuh Alea yang tak henti menggeliat dan meraung. Jemarinya mencakar lantai asrama hingga kuku panjang itu patah dan berdarah.

Yang lebih menyeramkan, mata Alea yang melotot lebar seperti mau keluar, gigi-giginya saling beradu dengan kuat. Suara raungan menyeramkan keluar dari bibirnya.

"Alea! Sadar!"

Salah seorang murid yang sedikit mengerti agama mencoba membacakan doa-doa dan ayat-ayat Al-Qur'an untuk membakar makhluk yang mengekang jiwa Alea. Tubuh gadis itu mengejang, dan ambruk tak sadarkan diri.

Terpopuler

Comments

Wati Simangunsong

Wati Simangunsong

wessss,,, pagi2 baca crita menegangkn kk aisy.. td mlm aku bca smpai k bwa mimpi, pkoknya serammmm bngettt dehh kk aisy.. sprti nyata pokoknya iihh serammmm...

2022-06-14

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!