Bab 05. Sifat asli Barra.

Kamu kenapa hanya diam berdiri di sini!” Ucap Barra memecah tatapanku, Barra meletakkan koper di sisi kiriku. “Bawa sendiri koper kamu, aku akan membuka pintu rumah.” Ketus Barra, kedua kaki melangkah cepat meninggalkan diriku.

Aku kembali menatap kain gorden jendela lantai 2, hanya ingin memastikan kembali apakah beneran tidak ada wanita di dalamnya karena aku sangat yakin itu tadi adalah sosok wanita bukan mimpi.

“Gadis bodoh! cepat ke sini. Dasar gadis yang tidak bermanfaat, tahunya hanya melamun saja.” Teriak Barra dari depan pintu rumah.

“Kasar sekali ucapannya.” Gerutuku pelan, kedua tangan membawa koper besar. “Apa isi koper ini dan kenapa sangat berat sekali.” Keluhku, kedua tangan tetap membawa koper besar milikku menuju rumah.

Kedua kaki terhenti di sisi kanan Barra, bibir Barra tersenyum manis, kedua mata menatap sekeliling dalam rumah yang terlihat mewah dan klasik. Bukan itu saja, terlihat barang pajangan langkah dan mahal yang menghiasi setiap sudut ruangan.

“Indah bukan?” Tanya Barra terdengar puas.

Aku mengangguk. “Ini sangat indah, dan lebih dari indah.” Sahutku memuji.

“Mari masuk, kita akan membereskan kamar kemudian kita pergi ke kota untuk mencari makan.” Ajak Barra, kaki kanan melangkah terlebih dahulu tanpa membantuku membawa koper milikku.

Aku menatap kepergian Barra yang sudah berjalan sedikit jauh dariku, mengerutkan dahi ku. Bibir berdecak kesal. “Kadang baik, kadang jahat. Siapa sebenarnya pria ini?”

Jdeeerr!!

Angin kencang berhembus, membuat salah satu daun pintu tertutup kuat.

Spontan aku berbalik badan, menatap pintu tertutup rapat di belakangku. Kedua mataku tertuju pada kain gorden jendela di ruang tamu yang berhembus kencang. Tubuhku terasa kaku, ketakutan menyelimuti kedua mata, dan seluruh tubuhku. Tangan kanan mengelus pelan dadaku, aku menetralkan rasa takut di seluruh tubuh dan pikiranku.

“Vivana. Ini semua hanya angin bukan hal yang lain.” Ucapku sendiri menguatkan diri sendiri agar tidak takut. Segera ku langkahkan kedua kaki mengikuti Barra yang sudah tidak terlihat di depan mata.

Dengan susah payah kedua tangan menarik koper, kedua kaki terus melangkah cepat menuju anak tangga.

.

.

.

Kedua kaki terhenti di depan pintu kamar utama yang terbuka lebar, nafas terengah-engah, kedua mata melihat Barra berdiri di depan jendela besar. Aku mengerutkan dahi, dengan kedua mata membulat sempurna.

‘Bukannya ini tempat wanita tadi! Ternyata ini adalah kamar.’ Batinku. Aku menggeleng kepalaku kemudian menyambung pikiran baik agar diriku tidak terlalu takut. ‘Tidak. Itu semua hanya mimpi, mungkin karena aku baru bangun tidur makanya aku melihat hal aneh.’

“Kenapa kamu hanya berdiri di depan pintu. Mari masuk dan nikmati pemandangan alam dari depan jendela kamar ini.” Ucap Barra, kedua mata menatap diriku dari depan jendela. Jendela kamar cukup besar, dengan kaca berukir bunga.

“Baik.” Sahutku.

Aku melangkah masuk dengan perlahan, kedua tangan membawa koper besar masuk ke dalam kamar, meletakkan koper di depan lemari pakaian tinggi mencapai langit kamar. Kedua mata menatap lemari pakaian terlihat klasik dengan ukiran kuno memperindah luar lemari pakaian. “Ukiran yang sangat indah.” Rasa kagum tak bisa aku tutupin hingga membuat aku melontarkan kata-kata tersebut.

“Bukan hanya indah.” Sahut Barra sudah berdiri di sisi kananku, tangan kanan mengelus daun lemari pakaian, kedua mata menatap serius daun lemari. “Semua barang yang aku berikan kepada kamu bernilai fantastis, dan tidak ada duanya di dunia ini.” Ucap Barra datar, Barra berbalik badan, tangan kanan memegang daguku. “Kamu juga seharusnya memberikan aku kepuasan dan hal fantastis sebagai balasan buat pengorbanan dan pemberian tak ternilai dariku.”

Perlahan aku menelan saliva, kedua mata di selimuti ketakutan menatap wajah Barra yang terlihat datar dan dingin, tubuhku serasa kaku setelah mendengar perkataan Barra.

Jari telunjuk tangan kanannya perlahan turun ke tenggorokanku, mengelus jenjang leherku dengan tatapan penuh maksud. “Kenapa kamu terlihat tegang.”

“A-aku tidak tegang, hanya saja aku tidak terbiasa sedekat ini dengan pria asing.” Sahutku kaku.

Barra mencengkram erat rambut bagian belakangku yang masih di sanggul, membuat kepala ku mendongak. “Kamu bilang tidak pernah sedekat ini dengan seorang pria.” Teriak Barra di wajahku, tangan kiri mengarah ke luar. “Lantas kenapa kamu bisa sangat dekat dengan pria penjual pecel keliling itu. Apa aku dan dia berbeda.”

Jantungku seakan mati, tubuhku gemetar menahan ketakutan, aku menutup kedua mataku, aku menelan saliva secara perlahan. Tangan kanan memegang lengan kekar milik Barra yang mencengkram sanggul yang masih menempel dengan rambutku.

“Sa-sakit.” Keluhku tak tahan menahan rasa sakit dari tarikan tangan Barra membuat jepitan itu seakan menarik rambut asliku.

Tangan kanan Barra gemetar membelai lembut wajahku, bibir mendekat di daun telinga kananku.“Jika tak ingin merasa sakit, maka kamu harus nurut dan patuh kepada diriku.”

Aku mengangguk. “I-iya.” Sahutku dengan suara gemetar.

Barra melepaskan genggaman kasar yang ia lakukan kepadaku, kedua tangan terbuka lebar, tatapan liar menatap sekeliling kamar. “Kalau begitu mari kita segera merapihkan kamar ini, sebelum kita melakukan malam pertama.”

Kedua mataku langsung membesar saat mendengar tentang malam pertama, aku masih tidak ingin melakukan hal itu dengan Barra. Pria yang baru aku kenal, dan sikap aneh seperti seorang psikopat. Perlahan ku beranikan diri untuk membuka suara dan berkata pada Barra.

“Tidak bisakah kita menunda malam pertama sampai aku siap.”

Barra langsung berbalik badan, kedua mata menatap wajahku tanpa celah, bibir tersenyum manis. “Apa kamu takut ketahuan jika kamu sudah tidak perawan lagi?”

“Bu-bukan karena hal itu. Aku hanya belum siap dan membuat diriku lebih rileks lagi dan takutnya aku tidak mampu melayani diri kamu dengan sempurna nantinya.” Sahutku berbohong. Aku hanya ingin menunda malam itu karena aku beneran tak ingin melakukannya dengan Barra.

Barra menegakkan tubuhnya menjauh 2 langkah dariku, kepala mengangguk. “Baik. Aku akan menunda malam pertama kita.” Sahut Barra. Barra berbalik badan, tangan kanan melambai. “Kalau begitu cepat kita bersihkan kamar ini.” Sambung Barra mengajak diriku kembali membersihkan kamar penuh debu dan cukup berantakan.

“Baik.” Sahutku. Aku segera menarik nafas dalam-dalam, memasukkan udara segar ke seluruh tubuh kaku agar sedikit lebih tenang.

2 jam sudah berlalu, aku dan Barra selesai merapihkan kamar. Baju kebaya putih terlihat kotor, sanggul ku di penuhi sarang laba-laba.

Barra mengulas senyum tipis. “Mari kita mandi bersama agar aku bisa membantu kamu membersihkan sarang laba-laba dan debu di seluruh tubuh kamu.” Ajak Barra menarik tangan kananku.

Aku menahan tangan Barra. “Izinkan aku membersihkan diriku sendiri.” Pintaku dengan sopan.

Barra menolehkan wajah sedikit kebelakang, tatapan suram menatap diriku, tangan kanan mencengkram kuat pergelangan tangan kananku. “Berani kamu menolak diriku.” Ucapnya dingin.

“Ti-tidak. Aku bukan menolak Anda, tapi aku hanya tak terbiasa.” Sahutku kaku.

“Omong kosong. Karena kamu sudah menolak diriku tanpa memberikan alasan dengan tepat, maka kamu akan aku beri pelajaran.” Tegas Barra, tangan kanan menarik pergelangan tangan kananku, membawa aku mengikuti dirinya menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar.

Barra mengunci pintu kamar mandi dari dalam, perlahan ia berjalan mendekati diriku, kedua tangan dengan cepat dan kasar menarik pakaianku, membuat tubuh ku polos tanpa sehelai kain. Kedua tangan perlahan membuka penjepit sanggul yang menempel di rambut asli ku.

“Kenapa kamu gemetar? apa kamu sudah tidak sabar untuk menikmati hal ini denganku.”

Aku tidak menjawab ucapan dan pertanyaan Barra, aku hanya fokus dengan diriku. Kedua tanganku menutup dua gunung kembar dan menutup bagian segitiga yang tak memakai apa pun, aku menundukkan wajahku, air mata terus mengalir membasahi pipi, suara tangis aku tahan di dalam bibir yang aku kunci rapat.

Rambut asliku kini sudah tergerai sebatas pinggul ku, Barra memegang daguku, jari jempol tangan kanan mengusap lembut air mata yang membasahi kedua pipiku.

“Cup. Cup. Cup. Kenapa kamu menangis, aku kan tidak menyakiti kamu. Aku hanya ingin membantu kamu membersihkan seluruh tubuh kamu.”

Aku merasa tak tahan lagi melihat perbuatan Barra seperti seorang psikopat dan pria mesum, segera ku tepis tangan kanannya. “Jauhkan tangan kamu dari kulitku.” Ucapku bernada tinggi.

Barra tersenyum manis, menatap tangan telapak tangan kanannya yang aku tepis. “Berani kamu menepis tanganku yang sudah bersusah payah dan dengan lembut menyentuh diri kamu.” Barra mencengkram tangan kananku, tatapan dingin menatap diriku. “Kalau begitu aku akan memberi kamu sedikit pembalasan agar kamu tahu bagaimana cara mengucapkan terimakasih kepadaku.”

Aku melayangkan tumit kananku, menginjak jempol kaki kanan Barra. “Itu tidak akan terjadi.” Ucapku, aku segera berbalik, kedua kaki aku langkahkan dengan cepat berharap kabur dari Barra.

“Aku suka kejar-kejaran seperti ini.” Ucap Barra, kedua tangan menyergap tubuhku dari belakang, menggendong dan membawa diriku mendekati kucuran shower berdinding kaca.

“Lepaskan aku, lepaskan.” Teriakku, sekuat tenaga memberontak dan menggoyang tubuh agar terlepas dari dekapan Barra yang cukup kuat.

...Bersambung.......

Terpopuler

Comments

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

barra mengerikan

2022-07-16

0

Dendry Den

Dendry Den

ini namanya psikopat.
Kenapa kalau Vivana tidak perawan lagi? Apa kamu masih perjaka?

Suka heran sama laki-laki yang maunya dapat perawan tapi dirinya saja sudah tidak perjaka. buat malu kaum laki-laki.

2022-07-14

0

Rendri99

Rendri99

Untung aku bukan pria psiko. 😒😒😒

2022-07-01

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 01. Perjodohan.
2 Bab 02. Aku hanya ingin bahagia.
3 Bab 03. Pernikahan dan isu Mahar.
4 Bab 04. Sekilas wanita
5 Bab 05. Sifat asli Barra.
6 Bab 06. Terlepas kesucian.
7 Bab 07. Bisikan halus.
8 Bab 08. Fakta baru
9 Bab 09. Percayalah
10 Bab 10. Berlian bermata kuning.
11 Bab 11. Ruang rahasia
12 Bab 12. Pak tua
13 Bab 13. Kedatangan Fanny
14 Bab 14. Mimpi buruk yang terulang
15 Bab 15. Tidak punya tempat.
16 Bab 16. Apa yang harus aku kembalikan?
17 Bab 17. Larangan Ayah
18 Bab 18. Pertama kali menginjakkan kaki di Masjid.
19 Bab 19. Tawakkal
20 Bab 20. Awas kamu.
21 Bab 21. Jangan biarkan aku sendiri
22 Bab 22. Mayat
23 Bab 23. Jasad pak tua.
24 Bab 24. Bibir berkata tidak tapi hati?
25 Bab 25. Pertanyaan Fanny?
26 Bab 26. Tak terduga
27 Bab 27. Dukun sakti
28 Bab 28. Harapan Sirna.
29 Bab 29. 2 Minggu sudah berlalu
30 Bab 30. Siapa bibi yang bersamaku?
31 Bab 31. Aku lagi Mens.
32 Bab 32. Berlumur?
33 Bab 33. Rasa daging yang berbeda.
34 Bab 34. Sebuah Rencana!
35 Bab 35. Jadilah bonekaku.
36 Bab 36. Aku hanya ingin menolongmu
37 Bab 37. Dasar Setan.
38 Bab 38. Siapa Baskoro?
39 Bab 39. Seharusnya Anda sadar diri.
40 Bab 40. Kamu sudah mati.
41 Bab 41. Jangan sakiti gadis itu.
42 Bab 42. Ular hitam dan jimat.
43 Bab 43. 7 ayam hitam
44 Bab 44. Kedatangan Fanny
45 Bab 45. Maafkan Ayah.
46 Bab 46. Kabar Duka
47 Bab 47. Tahlil
48 Bab 48. Kejujuran Barra
49 Bab 49. Terbongkar
50 Bab 50. Ucapan terimakasih dari Author.
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bab 01. Perjodohan.
2
Bab 02. Aku hanya ingin bahagia.
3
Bab 03. Pernikahan dan isu Mahar.
4
Bab 04. Sekilas wanita
5
Bab 05. Sifat asli Barra.
6
Bab 06. Terlepas kesucian.
7
Bab 07. Bisikan halus.
8
Bab 08. Fakta baru
9
Bab 09. Percayalah
10
Bab 10. Berlian bermata kuning.
11
Bab 11. Ruang rahasia
12
Bab 12. Pak tua
13
Bab 13. Kedatangan Fanny
14
Bab 14. Mimpi buruk yang terulang
15
Bab 15. Tidak punya tempat.
16
Bab 16. Apa yang harus aku kembalikan?
17
Bab 17. Larangan Ayah
18
Bab 18. Pertama kali menginjakkan kaki di Masjid.
19
Bab 19. Tawakkal
20
Bab 20. Awas kamu.
21
Bab 21. Jangan biarkan aku sendiri
22
Bab 22. Mayat
23
Bab 23. Jasad pak tua.
24
Bab 24. Bibir berkata tidak tapi hati?
25
Bab 25. Pertanyaan Fanny?
26
Bab 26. Tak terduga
27
Bab 27. Dukun sakti
28
Bab 28. Harapan Sirna.
29
Bab 29. 2 Minggu sudah berlalu
30
Bab 30. Siapa bibi yang bersamaku?
31
Bab 31. Aku lagi Mens.
32
Bab 32. Berlumur?
33
Bab 33. Rasa daging yang berbeda.
34
Bab 34. Sebuah Rencana!
35
Bab 35. Jadilah bonekaku.
36
Bab 36. Aku hanya ingin menolongmu
37
Bab 37. Dasar Setan.
38
Bab 38. Siapa Baskoro?
39
Bab 39. Seharusnya Anda sadar diri.
40
Bab 40. Kamu sudah mati.
41
Bab 41. Jangan sakiti gadis itu.
42
Bab 42. Ular hitam dan jimat.
43
Bab 43. 7 ayam hitam
44
Bab 44. Kedatangan Fanny
45
Bab 45. Maafkan Ayah.
46
Bab 46. Kabar Duka
47
Bab 47. Tahlil
48
Bab 48. Kejujuran Barra
49
Bab 49. Terbongkar
50
Bab 50. Ucapan terimakasih dari Author.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!