Sesuai permintaan Ayah, aku menemani Barra berkeliling desa naik mobil Fortune miliknya. Aku membuang wajah ke luar jendela. Saat mobil terus melaju aku melihat Mas Valdi berjualan, hatiku terus bergejolak ingin segera bertemu dengan Mas Valdi. Akhirnya aku memutuskan membuka mulut, dan berkata.
“Berhenti.” Pintaku kepada Barra. Aku meminta mobil segera dihentikan. Aku tak ingin Mas Valdi terluka mendengar ceritaku dari orang lain, akhirnya aku memutuskan untuk memberi tahu Mas Valdi dari mulutku sendiri jika diriku dipaksa menikah dengan pria yang baru saja aku kenal.
“Kenapa kamu menyuruh aku berhenti.” Sahut Barra menghentikan mobilnya, matanya menatapku serius.
Aku membuka sealbelt. Aku segera turun tanpa memberi jawaban atas pertanyaan Barra. Aku terus berjalan menuju Mas Valdi yang masih berdiri di samping gerobak sepeda jualan miliknya. “Mas Valdi.” Panggilku.
Dari kejauhan dua pasang mata menatapku tajam, bibir bergumam. “Siapa pria itu dan kenapa Vivana berjalan dengan terburu-buru.”
Aku berdiri di samping gerobak Mas Valdi, sesekali aku membantu Mas Valdi memberikan bungkusan berisikan pecel kepada pembeli.
“Eh! Neng Vivana. Kenapa tiba-tiba datang membantu Mas Valdi berjualan?” Tanya salah satu pembeli.
“Ia. Dengar-dengan Tuan Bruno sudah pulang dari Bandung?”
“Kalau Tuan Bruno tahu Neng Vivana bergaul dan membantu Valdi, bisa-bisa tuan Bruno marah lagi dengan Valdi.”
“Kasihan Valdi ku yang tampan kalau kena amuk tuan Bruno.”
Komentar ibu-ibu membela Mas Valdi. Semua orang tahu jika Mas Valdi sering di sakiti Ayah hanya karena ketahuan jalan dengan ku. Para ibu-ibu berkomentar seperti itu karena tidak suka melihat Mas Valdi sering di marahi Ayah. Alasannya Mas Valdi adalah pria baik, sholeh, berbakti kepada orang tua dan sering membantu para warga yang membutuhkan pertolongannya.
Mas Valdi merasa risih mendengar ocehan ibu-ibu, mas Valdi menghentikan kedua tangan sedari tadi terus membungkus pecel. Tatapan tajam mas Valdi tersirat di kedua bola mata saat memandang satu-persatu ibu-ibu.
“Ibu-ibu. Vivana tidak ada hubungannya dengan perbuatan tuan takur, Vivana ini gadis yang baik dan tidak patut ibu-ibu bilang seperti itu. Ayo! Berhenti mengatakan hal buruk kepada Vivana .” Tegas Mas Valdi.
“Hem. Valdi selalu saja membela Neng Vivana.”
“Ia, kesel atuh.”
“Ayo kita pergi.”
“Malas akh! kalau beli pecel ada Neng Vivana.”
Sahut ibu-ibu terlihat dan terdengar kesal karena Mas Valdi membela diriku, ibu-ibu bubar dengan tatapan sinis menatapku tajam.
“Mas. Maafkan perbuatan Ayah yang sering kasar kepada Mas.” Ucapku penuh penyesalan, kepala tertunduk malu. Aku merasa malu mendengar keluhan ibu-ibu setelah semua perbuatan buruk Ayah kepada Mas Valdi.
Mas Valdi meraih tangan kanan ku letakkan di depan perut. Mas Valdi menatapku tenang, bibir tersenyum manis. “Kamu tidak perlu meminta maaf kepada Mas. Oh, ya! Kenapa kamu bisa ke sini? Pasti ada hal penting yang ingin kamu bicarakan kepada Mas.” Ucap Mas Valdi seperti mengerti maksud kedatanganku.
Aku segera menarik tangan kanan Mas Valdi, kedua tangan memegang erat tangan Mas Valdi, kedua mata cemas menatap wajah Mas Valdi yang terlihat tenang. “Mas. Bawa aku kabur bersama kamu, aku ingin hidup berdua bersama kamu. Aku tidak ingin hidup bersama dengan pria baru yang tak aku cintai.” Ucapku terburu-buru.
“Tenang dulu. Kamu harus berbicara dengan tenang agar Mas mengerti maksud ucapan kamu.” Sahut Mas Valdi mengelus bahu kananku.
Segera ku hirup udara dengan cepat, tatapan menjadi liar, seolah ingin menahan air mata yang hendak tumpah. Setelah merasa lega aku menatap Mas Valdi yang tetap terlihat tenang, sekali lagi aku menarik nafas panjang, ku hembus secara perlahan hingga bibir yang terasa keluh mulai menjawab pertanyaan Mas Valdi.
“Aku minta maaf, Mas. Ayah menjodohkan aku dengan pria kota. Ayah juga sudah menerima lamaran pria tersebut, tapi aku tidak ingin menikah dengan dirinya. Aku….aku sangat mencintai kamu Mas.” Kepala menggeleng, kedua mata mulai di penuhi air mata, kedua tangan menarik-narik tangan Mas Valdi. “Bawa aku kabur dari rumah! a-atau Mas rusak pernikahanku ketika sedang berlangsung nantinya. Aku mohon Mas.”
Bukannya marah setelah mendengar ucapan ku, Mas Valdi malah meletakkan telapak tangan kanannya di puncak kepalaku, bibir tersenyum manis, jari jempol kanan menghapus jejak air mata yang perlahan membasahi kedua pipiku. “Aku tidak ingin seperti itu, jika tuan Takur sudah memilihkan kamu seorang pria buat menikah dengan kamu, maka aku yakin pria itu pilihan yang terbaik buat kamu. Maaf Vivana, aku tidak bisa menuruti keinginan kamu dan aku juga belum mampu melamar kamu sesuai mahar yang pernah di sebutkan oleh tuan Takur.”
“Mahar. Maksudnya?” Tanyaku bingung.
“Sebelum tuan takur pergi ke Bandung, aku sempat berpapasan dengan tuan takur. Tuan Takur menghampiri diriku, ia hanya berpesan jika ingin menikah dengan kamu, aku harus menyiapkan mobil mewah, rumah, serta perhiasan sebanyak 10 kg.” Ucap Mas Valdi mengingat pesan terakhir Ayah sebelum pergi, di mana aku tidak mengetahui hal itu. Mas Valdi memegang puncak kepalaku, bibir tersenyum manis. “Maaf, aku hanya bisa berkata maaf beribu kali buat kamu Vivana. Aku merelakan kamu hidup bahagia dengan pilihan tuan Takur.”
Bak guntur di siang hari, tubuhku seketika menjadi patung, tangan yang tadi memegang erat tangan Mas Valdi kini perlahan lepas, bibir hanya bisa diam membisu, air mata seketika kering, aliran darah seketika terhenti, rasanya sakit dan kecewa mendengar ucapan Mas Valdi merelakan diriku bersanding dengan orang lain tanpa berusaha merebut diriku kembali di sisinya.
Tangan kananku tiba-tiba di pegang dan di tarik oleh tangan yang lebih besar dariku. Pria yang memegang diriku adalah Barra. “Vivana. Mari kita pulang.”
Barra menarik tangan kananku, membawa diriku yang masih mematung pergi dari hadapan Mas Valdi. Kedua kaki terus melangkah mengikuti Barra mendekati mobil. Kedua mata tak bisa aku kedipkan, aku terus memandang Mas Valdi dari dalam mobil. Aku terus melihat Mas Valdi yang kini sudah berlalu pergi bersama gerobak sepeda jualan miliknya.
Barra melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, tak menghiraukan gundukan batu, serta jalan desa berlubang. Kedua mata Barra terlihat suram menatap jalan, dahinya mengerut .
Aku hanya bisa terdiam, tertunduk, menatap telapak tangan yang tadi sempat memegang tangan kekasih yang aku cintai. Kekasih yang merelakan diriku di miliki pria lain. Air mataku kini tertumpah dengan mudanya di kedua telapak tangan kananku. Bibirku mulai bergerak, suara tangis kini lolos dengan mudahnya dari bibir mungil milikku.
“Hiks. Hiks. Hiks. Sakit.”
Ciittt!!
Barra langsung menghentikan mobilnya dengan cepat ia memutar arah duduknya, memeluk tubuhku. Tangisanku pun pecah di dalam pelukan Barra. Tangan kanan mengelus punggung mungil yang terus gemetar.
“Ibu. Kenapa kamu tidak membawa ku pergi bersama kamu, kenapa hanya aku saja yang harus hidup dan di perjuangkan di dunia ini. Ibu! Aku sudah tidak sanggup lagi hidup di dunia ini jika Mas Valdi saja sudah menolak untuk memperjuangkan diriku dan membuang rasa cintaku. Ibu! Aku juga ingin merasakan kebahagian dan cinta dari orang yang aku cintai.” Keluhku di dalam pelukan Barra.
Barra mengelus pelan punggungku, dahi mengerut hingga menimbulkan goresan halus, alis menjadi satu. Seperti tidak terima dengan keluhan ku, Barra menjawab keluhan ku. “Aku bukan pria jahat Vivana. Percayalah samaku kalau aku bisa membuat hidup kamu bahagia, tidak seperti pria penjual pecel yang tidak ingin memperjuangkan cinta mu. Berikan aku kesempatan untuk membuktikan jika ucapan aku ini benar.”
.
.
.
🍃 Di sisi lain. 🍃
Mas Valdi terus mendayung gerobak sepeda miliknya dengan cepat, kedua tangan memegang erat stang sepeda miliknya, kedua mata di penuhi cairan bening, bibir bergetar dan berkata.
"Maaf kan aku Vivana. Aku hanya bisa mengumpulkan uang 2 JT rupiah dalam 1 minggu. Aku yakin kamu pasti sangat kecewa dan terluka padaku. Aku pun juga begitu Vivana, kenapa takdir tidak mempersatukan kita dengan cara yang indah. Mungkin ini semua karena kita memang seharusnya tidak untuk dipersatukan. Aku mengikhlaskan kamu, Vivana. Hiduplah bahagia dengan pilihan Ayah kamu."
Saat gerobak sepeda melaju dengan cepat ada seorang wanita menghadang jalan Mas Valdi, membuat Mas Valdi ke bingungan.
"Woy! Minggir."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Nengnong Ipin
kasian vivana n Valdi cintanya terhalang mahar😞
2022-11-15
0
Rini Antika
Aku rasanya ingin pingsan dengar emas 10 kg..😱😱
2022-10-19
2
@Kristin
ada Mak Mak rempong nampak nya🤭
2022-07-24
1