Bab 04. Sekilas wanita

Acara pernikahan sudah selesai, tamu undangan juga sudah pulang, meja hidangan tempat Mas Valdi sudah kosong. Mas Valdi segera pulang karena Ibunya mendadak pusing dan jatuh sakit di rumah sendiri. Tinggallah aku, Fanny dan Baskara untuk melepas canda sebelum aku di bawa pergi ke rumah yang sudah di berikan Barra kepada ku.

Barra sengaja memberi aku ruang untuk berbincang hangat sebelum dirinya mengajak diriku pergi dari desa kelahiranku. Barra dan beberapa pembantu menyusun rapih koper milikku di dalam bagasi mobil.

Melihat Barra sedang sibuk, Fanny menarik diriku lebih dekat lagi, kedua mata waspada terus menatap Barra. “Vivana.”

“Ia.”

“Apa kamu yakin beneran ingin tinggal di rumah horor itu?”

“Fanny. Kamu masih terus mengusik Vivana yang akan pergi ke rumah barunya.” Sambung Baskara menyikut lengan kiri Fanny.

“Yang aku bilang itu benar, rumah itu horor karena wanita yang pernah menempatinya sudah meninggal dunia.” Tegas Fanny berwajah imut, kedua tangan di lipat di depan dada, kepala ia palingkan ke sisi kanan. “Kenapa sih! kalian tidak mempercayai aku.” Ucapnya kesal.

“Bukan tidak percaya sama kamu, Fanny. Tapi wanita pemilik rumah itu sudah di kebumikan dengan layak dan sertifikat rumah serta bukti pembelian sah sudah berada di tanganku. Dan aku tidak pernah mendengar isu jika rumah itu berhantu atau semacamnya.” Sahutku, bibir tertawa kecil, aku meletakkan tangan kanan di bahu Fanny. “Dari pada kamu terus berfikir buruk lebih baik kamu pulang atau pacaran sana sama Baskara.”

“Tidak mau. Dia sudah pernah tidur dengan wanita lain sebelum meniduri diriku.” Sahut Fanny polos. Fanny berbalik badan, membelakangi Baskara dan diriku dengan wajah cemburu terlihat imut, terlebih lagi kepang dua membuat wajahnya semakin imut seperti anak SMP.

“Aku tidak pernah melakukan hal itu dengan wanita lain, Fanny. Masa kamu ingin aku ajak tidur sebelum menikah. Nanti kalau kamu hamil duluan bagaimana dan aku belum siap menjadi seorang Bapak yang baik buat anak kita.” Ucap Baskara polos, kedua tangan mengelus lembut kedua lengan mungil Fanny dari belakang.

“Gak tau, aku mau pulang saja.” Sahut Fanny imut, kaki kanan melangkah. “Aku tidak mau punya pacar seperti kamu lagi, pacaran apa cuman jalan dan makan doang. Padahal kamu tahu semuanya tentang semua hal yang belum aku ketahui.” Gerutu Fanny, kedua kaki terus melangkah pergi meninggalkan aku dan Baskara.

Baskara mengalihkan pandangan ke arahku. “Aku pamit pulang dulu Vivana. Aku harus mengejar pacar imut ku yang sedang cemburu dan ngambek.” Teriak Baskara, kedua kaki berlari kecil meninggalkan aku.

Bugh!

Saat aku berbalik badan, dahi ku kepentok dada kekar. “Aduh.” Keluhku, tangan kanan mengelus dahi yang kepentok. Aku menaikan pandanganku, kedua mata membesar saat menatap wajah suram Barra. “Tu-tuan Barra.”

Barra langsung mencengkram pergelangan tangan kananku, membawaku dengan cepat menuju mobil yang terparkir di depan pintu gerbang rumahku. Kedua kakiku pontang-panting mengikuti langkah kaki Barra, rok batik ketat menyulitkan aku untuk mengikuti langkah kaki Barra begitu cepat.

Barra membuka pintu mobil kursi penumpang bagian depan, mencampakkan tubuhku di atas bangku penumpang. Kemudian dengan cepat memasukkan kedua kakiku yang menggantung, tangan kanan dengan cepat menutup pintu mobil. Wajah suram dan kesal terlihat menjadi satu terpampang jelas di wajahnya, kedua kaki dengan cepat mendekati pintu kemudi.

Barra masuk, memasang seatbelt milikku setelah memasang seatbelt miliknya, dengan cepat dirinya menghidupkan mesin mobil, melajukan mobil meninggalkan halaman kediaman rumahku tanpa memberi kesempatan ku untuk bertemu Ayah yang terakhir kalinya.

“Ayah.” Ucapku.

Mobil terus melaju perlahan meninggalkan halaman kediaman rumahku, kepala aku palingkan ke belakang, melihat Ayah berdiri di teras rumah dari kaca belakang mobil, tangan kanan dimasukkan ke dalam saku celana, tangan kiri memegang rokok cerutu. Terlihat wajah manis menatap kepergianku dengan bibir tersenyum manis. Melihat ekspresi wajah Ayah seperti tidak mengganggap dan menghiraukan diriku, aku kembali duduk ke posisi semula, kepala tertunduk, kedua tangan mengepal rok batik pernikahan yang masih melekat di tubuhku.

‘Kenapa aku harus dilahirkan saat diriku hanya di buat sebagai alat nafsu dunia.’ Batinku.

Aku merasa sangat kecewa saat melihat wajah Ayah yang terlihat biasa saja melihat diriku pergi tanpa berpamitan. Terkadang aku berpikir jika Ayah membesarkan aku hanya untuk mengejar harta dan dunia, tidak beneran tulus menyayangi diriku dan membesarkan ku. Untuk menyakinkan diriku dan menepis pikiran buruk yang sudah merasuk, aku memberanikan diri untuk bertanya kepada Barra yang sedari tadi serius menyetir.

“Kenapa tuan tidak mengizinkan aku berpamitan kepada Ayah?” Tanyaku dengan suara serak. Suara serak menahan tangis yang menurutku tidak bermanfaat buat ditangisi.

“Karena pria tua itu tidak ingin melihat wajah kamu.”

“Pria tua? Kenapa kamu bicara seperti itu.”

“Emang kenapa?”

“Dia itu masih Ayahku, kamu tidak pantas berbicara kasar seperti itu kepada Ayah mertua kamu.”

“Ck.” Decak Barra, bibir tersenyum penuh makna.

“Kenapa kamu tersenyum?”

“Kamu bawel, ya? Pusing aku dari tadi mendengar ocehan kamu. Pakek nangis segala lagi. Macam anak kecil saja.” Ketus Barra, kedua tangan tetap fokus mengemudi.

Aku membuang wajahku ke arah jendela, kedua tangan ku lipat di depan dada. Aku berusaha menenangkan diriku dari rasa amarah yang hampir memenuhi seluruh tubuhku. Jika aku melanjutkan ucapan dan pertanyaan kepada Barra maka semuanya akan percuma. Lebih baik diam daripada terus berbicara dengan orang yang tak ingin mendengarkan ucapanku.

Mobil terus berjalan dan sudah memakan waktu selama 2 jam, tapi kami belum sampai juga ke Desa Anggrek, perjalanan ini membuat kedua mataku mulai letih. Selama 2 jam ku pertahan mata letih dan mengantuk agar tidak terjadi hal buruk menimpaku selama perjalanan. Setelah lama ku bertahan, tubuhku dan kedua mata sudah tak sanggup lagi, akhirnya aku menyerah, menyandarkan tubuhku di badan bangku, kedua mata pun perlahan membawa diriku tidur.

Barra melirik diriku dari ujung ekor matanya, sudut bibir bagian atas menaik. “Dasar Bruno bodoh! anak secantik ini rela di berikan begitu saja kepadaku. Hanya demi ‘Mahar Mewah’, harta dan yang lainnya. Tapi jika gadis ini sudah tidak perawan lagi, aku akan memulangkan dirinya seperti sampah dan meminta semua fasilitas yang aku berikan dengan cuma-cuma kepadanya.” Ucap Barra pelan, kedua mata sesekali menatap diriku.

Hampir 3 jam kami berjalan, akhirnya mobil Barra berhenti di rumah mewah, berpagar tinggi. Rumput liar melingkar di gerbang besi yang menjulang tinggi. Barra turun dari mobil, membuka gembok pagar, kemudian berjalan mendekati mobil dan melajukan kembali mobilnya masuk ke dalam halaman rumah.

Barra menghentikan mobilnya tepat di depan teras rumah, membuka seatbelt, turun dari mobil dan berjalan membuka pintuku.

“Bangun.” Ucap Barra menggoyang tubuhku berulang kali sampai aku terbangun dari tidur.

Aku membuka kedua mataku, kedua mata melihat Barra berdiri di samping pintu mobil. “Kita ada di mana?” Tanyaku.

“Di rumah. Cepat turun, karena kita masih mau membersihkan rumah ini sebelum malam.” Sahut Barra berjalan terlebih dahulu menuju bagasi mobil.

“Baik.”

Aku segera turun, merenggangkan kedua tanganku, mulut menguap, tubuh masih separuh sadar/ separuh mengantuk. Aku memutar badan, menatap lurus rumah besar yang sangat indah dan asri berada di depan mata. Bibirku tersenyum manis, seketika aku merasa senang bisa tinggal dan bebas tanpa di dekat Ayah. Kedua mata ku menjadi liar menatap sekeliling rumah, samar-samar kedua mataku melihat seorang wanita berdiri di balik kain gorden berada di lantai 2.

Aku mengucek kedua mataku, memperjelas penglihatan apakah itu beneran wanita atau aku masih berada dalam alam mimpi. Saat aku memperjelas sekali lagi, sosok wanita yang berdiri di balik kain gorden kamar menghilang, yang terlihat hanya kain gorden seperti dihembus angin kencang.

...Bersambung.........

Terpopuler

Comments

Nengnong Ipin

Nengnong Ipin

gregetan SM fanny

2022-11-16

0

Lina Zascia Amandia

Lina Zascia Amandia

Saya mau nanya, karya Kak Syahri sudah byk, tp knp masih Bronze?

2022-08-01

0

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

Fanny cute 😍

2022-07-16

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 01. Perjodohan.
2 Bab 02. Aku hanya ingin bahagia.
3 Bab 03. Pernikahan dan isu Mahar.
4 Bab 04. Sekilas wanita
5 Bab 05. Sifat asli Barra.
6 Bab 06. Terlepas kesucian.
7 Bab 07. Bisikan halus.
8 Bab 08. Fakta baru
9 Bab 09. Percayalah
10 Bab 10. Berlian bermata kuning.
11 Bab 11. Ruang rahasia
12 Bab 12. Pak tua
13 Bab 13. Kedatangan Fanny
14 Bab 14. Mimpi buruk yang terulang
15 Bab 15. Tidak punya tempat.
16 Bab 16. Apa yang harus aku kembalikan?
17 Bab 17. Larangan Ayah
18 Bab 18. Pertama kali menginjakkan kaki di Masjid.
19 Bab 19. Tawakkal
20 Bab 20. Awas kamu.
21 Bab 21. Jangan biarkan aku sendiri
22 Bab 22. Mayat
23 Bab 23. Jasad pak tua.
24 Bab 24. Bibir berkata tidak tapi hati?
25 Bab 25. Pertanyaan Fanny?
26 Bab 26. Tak terduga
27 Bab 27. Dukun sakti
28 Bab 28. Harapan Sirna.
29 Bab 29. 2 Minggu sudah berlalu
30 Bab 30. Siapa bibi yang bersamaku?
31 Bab 31. Aku lagi Mens.
32 Bab 32. Berlumur?
33 Bab 33. Rasa daging yang berbeda.
34 Bab 34. Sebuah Rencana!
35 Bab 35. Jadilah bonekaku.
36 Bab 36. Aku hanya ingin menolongmu
37 Bab 37. Dasar Setan.
38 Bab 38. Siapa Baskoro?
39 Bab 39. Seharusnya Anda sadar diri.
40 Bab 40. Kamu sudah mati.
41 Bab 41. Jangan sakiti gadis itu.
42 Bab 42. Ular hitam dan jimat.
43 Bab 43. 7 ayam hitam
44 Bab 44. Kedatangan Fanny
45 Bab 45. Maafkan Ayah.
46 Bab 46. Kabar Duka
47 Bab 47. Tahlil
48 Bab 48. Kejujuran Barra
49 Bab 49. Terbongkar
50 Bab 50. Ucapan terimakasih dari Author.
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bab 01. Perjodohan.
2
Bab 02. Aku hanya ingin bahagia.
3
Bab 03. Pernikahan dan isu Mahar.
4
Bab 04. Sekilas wanita
5
Bab 05. Sifat asli Barra.
6
Bab 06. Terlepas kesucian.
7
Bab 07. Bisikan halus.
8
Bab 08. Fakta baru
9
Bab 09. Percayalah
10
Bab 10. Berlian bermata kuning.
11
Bab 11. Ruang rahasia
12
Bab 12. Pak tua
13
Bab 13. Kedatangan Fanny
14
Bab 14. Mimpi buruk yang terulang
15
Bab 15. Tidak punya tempat.
16
Bab 16. Apa yang harus aku kembalikan?
17
Bab 17. Larangan Ayah
18
Bab 18. Pertama kali menginjakkan kaki di Masjid.
19
Bab 19. Tawakkal
20
Bab 20. Awas kamu.
21
Bab 21. Jangan biarkan aku sendiri
22
Bab 22. Mayat
23
Bab 23. Jasad pak tua.
24
Bab 24. Bibir berkata tidak tapi hati?
25
Bab 25. Pertanyaan Fanny?
26
Bab 26. Tak terduga
27
Bab 27. Dukun sakti
28
Bab 28. Harapan Sirna.
29
Bab 29. 2 Minggu sudah berlalu
30
Bab 30. Siapa bibi yang bersamaku?
31
Bab 31. Aku lagi Mens.
32
Bab 32. Berlumur?
33
Bab 33. Rasa daging yang berbeda.
34
Bab 34. Sebuah Rencana!
35
Bab 35. Jadilah bonekaku.
36
Bab 36. Aku hanya ingin menolongmu
37
Bab 37. Dasar Setan.
38
Bab 38. Siapa Baskoro?
39
Bab 39. Seharusnya Anda sadar diri.
40
Bab 40. Kamu sudah mati.
41
Bab 41. Jangan sakiti gadis itu.
42
Bab 42. Ular hitam dan jimat.
43
Bab 43. 7 ayam hitam
44
Bab 44. Kedatangan Fanny
45
Bab 45. Maafkan Ayah.
46
Bab 46. Kabar Duka
47
Bab 47. Tahlil
48
Bab 48. Kejujuran Barra
49
Bab 49. Terbongkar
50
Bab 50. Ucapan terimakasih dari Author.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!