Firasat kah?

Azri menoleh ke belakang dan ternyata benar jika sekarang ada seorang tamu yang ia tahu siapa pria yang sedang menatap dirinya se intens itu.

Keberadaan Aqlan yang duduk di kursi yang membelakangi pintu membuat Azri tadi tidak menyadari akan keberadaanya. Azri yang ingat akan sebuah tata krama yang selalu di terapkan di dalam keluarga nya itu akhirnya menurut dan duduk di samping ibunya. Karena ia juga berfikir jika kedatangan Aqlan ke rumah sudah dipastikan berhubungan dengan dirinya.

"Apa kalian ingin ngobrol berdua?. Biar mama ke dalam dulu."

Azri dan Aqlan mengangguk bersamaan tanpa keduanya sadari. Ibunya Azri yang sudah mendapatkan jawaban atas pertanyaan nya langsung bangkit dan pergi ke ruangan lain.

Kini di ruang tamu hanya dihuni oleh keduanya. Untuk sesaat baik Azri maupun Aqlan masih belum bersuara. Namun setelah melewati beberapa menit akhirnya ada yang mengalah untuk memecahkan keheningan antar keduanya.

" Apa kedatanganmu ingin menanyakan tentang kepuasan ku? " Tanya Azri akhirnya.

"Iya. Apa kau sudah memutuskan untuk jawabannya?. "

Azri terdiam. Sebenarnya ia sama sekali belum menemukan jawabannya sama sekali. Tapi ia juga tidak bisa membiarkan Aqlan terus menunggu tanpa kepastian. Iya. Dirinya harus memutuskan jawabannya saat ini juga.

"Baiklah. aku akan memutuskan untuk menjawabnya saat ini juga. Tapi sebelum itu aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan untuk mu. "

"Silahkan. Saya akan menjawabnya jika memang bisa dijawab."

Azri menghembuskan nafasnya perlahan. Dirinya sudah dari awal ingin menanyakan sesuatu hal yang membuatnya selalu bimbang untuk menerima Aqlan.

"Maaf, jika nanti pertanyaanku akan membuatmu tersinggung. Tapi ini juga salah satu alasan kenapa aku belum juga memberikan keputusan. Sebenarnya aku ingin bertanya, kenapa kamu memiliki seorang anak sedangkan kamu sendiri belum pernah menikah?. Apa itu merupakan salah satu masa lalumu?. Maaf."

Aqlan sedikit menyunggingkan senyumnya. "Jika saya katakan iya, itu adalah hasil dari masa lalu kelam saya, apa kamu akan menerimanya?. Menjadi ibu dari anakku?. "

Nafas Azri sedikit tercekat namun ia berusaha bersikap senormal mungkin seolah ia biasa biasa saja dengan kenyataan yang sebenarnya.

"Jika seandainya aku malah berlaku tidak baik pada anakmu, apa kau akan menyudahi ikatan pernikahan nya?."

"Kamu sudah pasti paham. Tidak ada orang tua yang membiarkan anaknya Diperlakukan kasar oleh orang lain. Yah. Meski itu ibu sambungnya sendiri."

"Iya aku paham. Dan tempo hari kamu mengatakan jika anakmu adalah salah satu murid ku di Nanzea. Lalu kenapa aku tak mengenalnya sama sekali. Bahkan dari setiap data identitas muridku, tidak ada satupun murid yang orang tuanya merupakan namamu." Azri berkata demikian karena memang dirinya pernah beberapa kali ia iseng mencari identitas anak Aqlan.

"Bahkan muridmu terlalu banyak. Apa kamu yakin bisa menemukan nya?"

Ucapan Aqlan membuatnya membeku karena ucapan itu memang sebuah kebenaran.

"Baiklah. Sepertinya kau benar. Aku tidak akan pernah bisa menemukannya karena murid ku yang terlalu banyak."

Mendengar ucapan Azri yang terdengar seperti orang pasrah hanya bisa mengulumkan senyum nya. "Kamu berusaha mencari identitas anakku di data Nanzea. Kenapa kamu tidak langsung bertanya saja padaku?"

Azri sontak mendongak. Kenapa lagi lagi ucapan Aqlan ada benarnya?. Pikirnya.

"Itu.. aku tidak bermaksud mencari identitas anakmu. Aku awalnya hanya iseng-iseng aja memeriksa identitas para muridku. " Ucap Azri akhirnya.

"Ouhh. Begitu kahh?."

"Iya "

"Jadi bagaimana?. Apa keputusan yang sudah kau ambil?." Aqlan kembali ke perbincangan Awal.

"Baiklah. Keputusan ku, aku bersedia menjadi istrimu. Tapi dengan syarat."

"Apa?."

"Izinkan aku bekerja. Aku menginginkan itu sejak sebelum kau datang bulan lalu."

"Tapi, apa kamu yakin bisa membagi waktumu nanti?. Dan dimana kamu ingin bekerja?."

"In Syaa Allah aku berusaha sebaik mungkin untuk membagi waktu ku. Dan untuk bekerja. Aku juga tidak tahu akan kerja di mana. Karena itu awalnya baru hanya rencana."

"Lalu bagaimana dengan Nanzea?. Aku tahu. Selain sebagai pelatih di sana, kamu juga pemilik asli tempat itu. Hanya saja kamu menyembunyikan kebenaran nya."

"Dari mana kamu tahu tentang itu?!. "

"Kau tidak perlu tau aku tau darimana. Karena yang jelas aku sudah tahu semua tentangmu. "

"Jika kamu sudah tahu, lantas kenapa masih bertanya?. Bukankah jelas Nanzea merupakan milikku dan sudah pasti aku tidak akan lepas kendali dari tempat itu."

"Jadi kamu akan tetap menjadi pelatih di sana?."

"Tentu saja. Bagaimana?. Apa kau menyanggupi persyaratan yang telah aku ajukan?."

"Baiklah. Aku terima syarat itu. Tapi kamu juga harus berjanji tidak akan lepas dari tanggung jawab sebagai seorang istri nantinya."

" Akan aku usahakan." Ucap Azri yakin. Dan langsung di sambut dengan senyum Aqlan yang semakin merekah.

_____________

Keduanya berpisah setelah melakukan obrolan yang cukup panjang. Seperti biasa, Azri mengantar Aqlan sampai Aqlan memasuki mobilnya lalu mobilnya itu sudah benar benar tidak berada di pekarangan rumah orang tuanya lagi.

Setelah mengantar Aqlan pulang, Azri segera masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri dan berlanjut mengistirahatkan tubuhnya yang sudah terasa remuk redam.

Perlahan namun pasti, alam bawah sadar mulai membawanya.

_____________

Sepanjang mata memandang, hamparan rumput gersang memenuhi Indra penglihatannya. Mata itu menelisik seluruh penjuru arah, namun di sana tampak lengang tanpa penghuni selain dirinya.

Kaki jenjangnya melangkah dengan pasti, mencoba mencari pungkas dari keadaan yang begitu aneh baginya. Cari dan mencari. Namun tetap saja. Ia tidak menemukan siapapun di sana.

Tubuh ringkih nan mungil itu duduk di batu yang cukup besar. Tangannya memijat kaki yang kelelahan akibat berjalan terus tapi tidak juga menemukan tujuan.

Angin sepoi-sepoi menghempaskan pakaian kesana-kemari. Ujung hijabnya juga bak bendera yang berkibar mengikuti semilir angin. Seketika matanya menatap pendar ke arah anak kecil yang begitu gembira bermain bola tak jauh dari tempat duduknya, membuat kakinya kembali melangkah tanpa ia sadari.

Saat telah sampai di hadapan anak kecil, ternyata anak kecil itu mendongak ke arah wajahnya dengan senyuman merekah yang menggemaskan.

" Mama ."

" Mama ?. "

Anak kecil itu semakin melebarkan senyumannya dan mengangguk.

Astaghfirullah...!!

Azri segera bangkit dari tidurnya. Nafasnya memburu seperti baru saja menyelesaikan lari cepat. Tangannya mengelus d*d* berulang kali, juga dengan dzikir yang tidak ada henti-hentinya keluar dari sepasang bibirnya.

" Ya Allah... Apa maksudnya ini ?. Kenapa mimpi itu terasa sangat nyata ?. "

Kepala Azri langsung dipenuhi oleh pemikiran yang sangat carut marut.

Mimpi yang begitu nyata. Anak kecil yang memanggilnya dengan sebutan Mama. Juga keringat yang ternyata telah membanjiri pelipisnya.

Azri turun dari tempat tidur dan bergegas masuk ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Sesaat setelah wajah itu dibasuh dengan air suci, hatinya mererep tenang dan damai. Iya. Hanya wudhu lah temannya saat ini, karena ia tidak bisa melakukan sholat malam sebab sedang datang tamu bulanan.

Azri kembali ke ranjang tidur dan mencoba melelahkan kembali matanya karena waktu masih menunjukkan pukul setengah dua dini hari.

___________

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!