Tiba di halaman rumah ternyata benar. Jika saat ini memang sedang ada tamu. Terlihat di sana ada dua mobil yang tampak asing bagi penglihatan Azri.
"Kak. Tamu siapa sih?!."
Lagi lagi kakaknya itu hanya mengedikkan bahu dan berlalu begitu saja membuat Azri semakin emosi campur frustasi. Azri melangkah di belakang kakaknya.
Saat sampai di ruang tamu terlihat ada tiga orang yang Azri tidak mengenali sama sekali. Azri mendekat ke mamanya karena ibunya itu menyuruhnya untuk duduk di sampingnya. Sedangkan kakaknya tadi sudah melangkah ke ruang lain. Mungkin ke kamarnya sendiri. Bathin Azri.
"Ma. Mereka siapa?." Tanya Azri berbisik di telinga ibunya yang tertutup oleh hijab.
Ibunya tersenyum alih alih menjawab pertanyaan Azri.
Azri memperhatikan wajah wajah asing itu. Saat diteliti lagi, salah satu dari wajah itu sepertinya familiar di Indra penglihatan Azri. Fikiran Azri kembali menimang-nimang dimana kiranya dirinya bertemu dengan wajah tersebut. Setelah beberapa menit akhirnya ia bisa mengingatnya. Iya. Pria itu adalah pria yang sama seperti tadi saat di Padepokan Bela Diri. Pantes tadi kak Zuhdi gak mau ngomong lebih lanjut soal pria itu?!. Fikir Azri.
"Azri..."
Panggilan itu membuat Azri tersadar dari lamunannya. "Iya, Ma?." Tanyanya bingung.
"Kamu kenapa?. Ada tamu malah melamun." Tegur ibunya.
"Ng. Nggak papa, Ma."
"Azri."
"Iya, pa?."
"Kenalkan. Ini teman papa sama keluarganya. Namanya pak Arman juga Bu Selma." Ucap papanya. Azri hanya tersenyum sopan ke arah tamu orang tua nya itu.
" Sebentar lagi mereka juga akan jadi keluarga kita. "Ucap ayahnya lagi.
"Maksudnya, apa?" Tanya Azri bingung.
"Iya. Kami berencana akan menikahkan kamu dengan putranya pak Arman, namanya nak Aqlan." Jelas ayahnya.
Kabar apa ini?!. Menikah?!. Yang benar saja!!. Azri hanya bisa marah di dalam hatinya tanpa berani mengucap kata kata tersebut.
"Menikah?!"
"Iya, nak." Jawab ayahnya lagi.
Tanpa sepatah kata pun Azri langsung bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruangan tersebut menuju kamarnya sendiri yang berada di lantai dua. Ia tak ingin memikirkan perasaan orang orang yang ada di ruang tamu.
Tadi sore baru saja dirinya meminta izin untuk bekerja pada sang ibu. Dan sekarang?. Bagaimana nanti dirinya akan bekerja jika sudah berstatus sebagai seorang istri?!.
Tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja. Entah apa yang ia tangisi saat ini. Yang jelas adalah dirinya tidak bisa menolak lamaran itu jika ayahnya malah menerima.
Azri menenggelamkan wajahnya ke bantal. Isakan yang keluar dari sepasang bibirnya juga mengiringi keheningan malam ini.
"Dek." Bersamaan dengan suara itu Azri juga merasakan sebuah sentuhan di lengannya. Perlahan Azri menjauhkan bantal itu dari wajahnya.
"Kakak..." Panggilannya dan langsung menghambur pelukan ke tubuh kakaknya. "Kakak. Apa kakak tau tentang ini?.." tanyanya sambil terisak di pelukan kakak tercinta nya.
"Iya. Kakak tau.."
"Kenapa kakak gak ngomong?!. Kalian jahat tau gak?!!." Ujar Azri sembari memukuli lengan zuhdi yang sedang mengurung tubuh mungilnya. "Aku masih belum siap, kak... Aku masih pengen bebas."
"Iya kakak tau. Tapi mama sama papa sudah merencanakan semua ini dari semenjak kamu masih SMA, dek."
"Azri gak mau kak... Azri gak mau...!"
"Sudah tenanglah. Kalo kamu memang tidak bersedia kita bicara baik baik sama papa kalo kamu menolaknya. " Ucap Zuhdi masih dengan telapak tangan mengusap lembut punggung adiknya. "Ayo turun. Gak enak masa ada tamu Kok malah di kamar."
"Azri gak mau turun. Azri mau di sini aja kak."
" Kakak ga ngerasain sih gimana perasaan Azri..!"
"Kata siapa?. Kakak tau kok. Makanya kalo kamu gak mau, kamu turun terus bilang gak mau. Gitu. Ayo ahh?!" Zuhdi menarik tangan Azri yang membuat gadis itu akhirnya terpaksa bangkit.
Azri menghembuskan nafasnya kasar. Percuma ada penolakan. Karena kakak nya itu sudah pasti akan selalu mendominasi.
"Iya, iya..!!"
"Ya udah, sana cuci muka dulu..!"
"Iya."
Lagi lagi Azri hanya bisa menurut. Selesai cuci muka Azri membenarkan sebentar tampilan wajahnya di depan cermin lalu di belakang kakaknya keluar dari kamar.
Belum sampai di ruang tamu. Bahkan kaki azri baru saja menapaki beberapa anak tangga Azri kembali menghentikan langkahnya karena mendapati seseorang sedang berdiri tidak jauh di depannya.
"Maaf. Bisa kita berbicara, Azri?. " Tanya pria itu. Matanya menatap lekat wajah Azri.
Azri menoleh ke arah kakaknya yang di balas anggukan oleh Zuhdi. Azri kembali menoleh ke arah wajah pria di hadapannya. Azri mengangguk.
Pria itu langsung menarik sudut sudut bibirnya setelah mendapat jawaban dari Azri .
"Kalian ngobrol di teras samping." Ucap Zuhdi sebelum berlalu pergi.
Sesuai ucapan kakaknya Azri mengajak Aqlan ke teras samping. Setelah sampai keduanya duduk di lantai dengan tatapan mengarah ke air mancur yang berada di taman. Cukup lama keduanya hanya ditemani hening dan sepi. Tapi itu tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Fikir Azri.
"Bagaimana kita akan menikah sedangkan aku saja tidak mengenalmu." Ucap Azri akhirnya.
"Tapi aku mengenalmu. Kau adalah guru putriku."
"Ehh?!." Azri reflek menoleh ke wajah pria di sampingnya. " Putri?. Apa Kau seorang duda ?" Tanya Azri penasaran.
"Bukan. Saya belum pernah menikah tapi saya memang memiliki seorang anak yang juga merupakan salah satu murid kamu di Nanzea." Jelas Aqlan.
Azri tak bersuara lagi. Pikirannya sedang berkelana entah kemana. Kalo Aqlan memiliki seorang anak sedangkan belum pernah menikah. Berarti...?. Oh tidak. Dirinya tidak ingin memiliki suami yang seperti itu. Dirinya ingin memiliki suami yang baik-baik.
"Azri."
"Iya?"
"Apa kamu bersedia menjadi istri saya?. " Pertanyaan Aqlan membuat Azri menunduk dalam.
"Maaf sebelumnya. Tapi kita tidak saling mengenal sama sekali. "
"Sudah saya bilang. Saya mengenal kamu, jauh beberapa tahun lalu. Bahkan sebelum sekarang, saya juga sudah meminta kamu."
"Kapan?"
"Saat kamu sedang melakukan touring sekolah ke luar kota."
Azri kembali terdiam. Lalu berkata "aku tidak bisa menjawab sekarang. Aku butuh waktu untuk memikirkan nya."
"Iya tentu saja. Saya akan memberi kamu waktu untuk memikirkan nya. Tapi saya minta. Jangan lama lama ya." Aqlan menatap wajah Azri penuh harap.
"In Syaa Allah."
Aqlan menyunggingkan senyumnya. "Baiklah. Kalau gitu saya pulang dulu ya.." ucapnya.
"Oh. Iya. Mari..?!" Jawab Azri sembari bangkit dan melangkah ke dalam rumah dan di ikuti oleh Aqlan di belakangnya.
Sepeninggalan Aqlan, Azri kembali memasuki kamarnya. Tubuhnya langsung ia hempaskan di atas tempat tidur. Selang beberapa menit alam mimpi sudah datang menjemput.
_______________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments