Selesai pernikahan, Regan sudah siap membawa Adera ke apartemennya. Namun gadis itu masih saja berbincang dengan bapaknya dan juga papanya. Entah apa yang mereka bicarakan namun kelihatannya Adera sudah menjadi dekat dengan papanya.
Sambil menunggu Adera, Regan menyender di pintu mobil sambil merokok disana. Dia mengebuskan asapnya sembari terus memperhatikan istrinya.
"Hallo Regan, selamat ya atas pernikahan kamu." Kata seseorang yang membuat Regan menatapnya. Dia adalah mantan ibu tirinya, wanita paruh baya itu tersenyum manis pada Regan.
Regan memutar bola matanya malas. "Pergi! Saya gak butuh selamat dari anda." Kata Regan dengan dingin dan juga tatapan tajam.
Bukannya takut wanita itu malah tersenyum menggoda Regan. "Jangan gitu dong sama Mama. Mama kan cuma ngucapin selamat sama putra Mama." Ucapnya dengan tidak tahu diri.
Regan sudah muak dengan wanita itu. Dengan tidak malunya dia mengaku sebagainya Mamanya? Cih, itu tidak akan pernah!
"Mama penasaran nih, kenapa kamu nikah sama kaum rendahan kayak dia? Padahal Saskia lebih dari segi apapun dari dia." Wanita itu masih berceloteh dan Regan tidak menanggapinya.
"Huft, mama kecewa sama kamu, Re. Masa kamu nikahin perempuan yang jelas-jelas lebih rendah dari Saskia?"
"Apa jangan-jangan kamu nikahin dia cuma buat dijadiin pembantu aja ya? Tapi Mama sih setuju banget. Soalnya mukanya dia lebih pantes jadi babu."
Perkataan itu membuat Regan emosi. Dia meremas rokoknya yang masih menyala ditangannya. Dia tidak suka wanita penyihir itu berbicara yang tidak-tidak tentang istrinya. Seperti naluri seorang suami yang tidak suka ada yang menghina istrinya. Itulah yang terjadi pada Regan sekarang.
"Enyalah dari hadapan saya!" Regan sudah emosi dengan wanita penyihir itu. Seakan dia sedang memerankan seorang ibu pada dirinya, memuakkan dan menjijikan.
"Kenapa kamu jadi marah sama Mama? Mama benar kan? Kamu cuma jadiin dia jadi BABU." Wanita itu menekan kata babu diperkataan terakhir.
"Singkiran wajah anda yang menjijikan itu dari hadapan saya!" Perkataan Regan dengan tajamnya.
Wanita itu menelan ludah susah payah melihat betapa marahnya wajah Regan sekarang. Namun dia tetap tidak beranjak dari sana malah dengan keberanian yang tinggal secuil, wanita itu membenarkan dasi Regan.
"Mama cuma mau yang terbaik buat kamu." Ucapnya dengan santai. Setelah membenarkan dasi Regan, wanita itu kembali menatap Regan.
"Dan jangan lupakan apa yang kamu lakukan pada Saskia, Regan. Mama yakin istri kamu pasti sangat terkejut dengan kenyataan kalau suaminya sudah menghamili orang lain sebelum kamu menikah dengannya." Setelah mengatakan itu, wanita itu tersenyum miring dan langsung baranjak pergi dari hadapan Regan.
Regan syok. Dia terdiam mematung di tempat. Bagaimana kalau nantinya Adera mendengar perkataan wanita penyihir itu dan meninggalkannya? Tidak! Itu tidak boleh. Dia harus segera menyingkirkan wanita itu secepatnya.
"Regan," panggil bapak Iqbal membuat Regan tersentak.
Bapak Iqbal melambaikan tangannya seakan menyuruhnya bergabung dengan mereka.
Dan dengan cepat Regan menghampiri mereka yang sedang berbincang. Dengan diam-diam dia melirik Adera yang masih asik berbincang dengan Papa Jay.
"Papa, istri dan mertuamu lagi berbincang kenapa kamu malah menyindiri, nak?" Bapak Iqbal menepuk bahu Regan pelan.
Walau awalnya dia kurang setuju dengan pernikahan anaknya dengan Regan, sekarang dia sudah mempercayakan putrinya dengan Regan. Mungkin itu murni naluri seorang ayah yang sudah percaya kepada seseorang untuk menjaga putri sulungnya.
Adera menatap Regan yang berdiri disebelah bapak Iqbal. Dia mengangkat sudut bibirnya, mencibir Regan.
"Regan, sepertinya papa menyukai istrimu." Kata pak Jay menggoda Regan.
Dan Regan hanya memasang wajah datar, tidak ada ekspresi diwajahnya.
"Kalo gitu, kita selingkuh yuk, pah." Dengan centilnya Adera melingkarkan tangannya di lengan Pak Jay.
"Waduh. Papa udah tua loh, masa diajak selingkuh sama mantu sendiri." Pak Jay tertawa menanggapi Adera.
"Ya abisnya, papa keliatan masih muda sih. Terus sifatnya beda jauh dari anaknya yang angkuh itu lagi." Adera melirik sinis Regan yang seakan kesal dengannya.
"Apa? Tapi sayangnya lo bukan tipe papa." Regan membuka suara, dia membalas Adera dengan mencibirnya.
Adera menantang Regan. "Kata siapa? Emang tadi lo gak denger, papa suka sama gue. Hih, iri." Adera membalasnya.
"Gak ngaca lo ya?"
"Ngaca dong, everyday, everwhere, gue selalu ngaca."
"Cih!" Decih Regan.
"Kalo iri bilang aja, bos!" Cibir Adera.
"Kenapa gue harus iri sama lo?"
Adera mengangkat kedua bahunya, menyebalkan.
"Sudah-sudah. Suami istri kok berantem sih?" Lerai bapak Iqbal dan pak Jay hanya menikmati pertengkaran mereka, sepertinys dia sedang deja vu.
"Sudah larut, Regan bawa istrimu ke apartemen. Kasihan dia kelelahan." Kata pak Jay menyuruh Regan.
"Dera tinggal di apartemen? Berduaan sama orang gila ini?" Adera menunjuk wajah Regan yang dimana membuat Regan melototinya dengan galak.
"Ya iyalah, Dera. Kamu sudah menikah, kamu sudah mempunyai suami yang harus kamu layani dan turuti, gak mungkin kalo bapak ikut kalian." Ucap bapak Iqbal.
Adera menundukkan kepalanya. "Padahal masih mau tidur bareng bapak sambil nonton bola." Bibir Adera cemberut sedih.
Bapak Iqbal membawa Adera ke dalam dekapannya. "Kamu sudah dewasa dan juga sudah bersuami. Jangan bergantung sama bapak. Kamu kan bisa datang kerumah kapan aja."
"Tapi bapak gimana?" Nada bicara Adera merendah. Dia sudah tidak bisa menahan air matanya lagi di dekapan bapaknya. Dia khawatir pada bapaknya dan juga belum rela jauh-jauh dari sang bapak.
"Gak usah khawatir, bapak kan bisa tinggal sendiri bareng paman-paman kamu. Jadi jangan mikirin bapak."
Adera menggeleng didepakan bapak Iqbal. Dari kecil Adera sang ibu meninggalkan Adera dan dia hanya dekat dengan bapaknya jadi dia tidak rela harus berjauh dari bapaknya.
"Bapak bisa ikut tinggal di apartemen." Regan berbicara.
"Tidak usah. Bapak ingin menikmati hidup sendirian menggoda janda-janda bening tetangga tanpa takut dimarahin Adera." Ucapan bapak Iqbal malah membuat Adera tertawa entah kenapa.
"Bapak mah! Kan aku bilang janda-janda itu jelek-jelek tau! Awas aja berani godain mereka!" Disela tangisnya Adera malah memarahi bapaknya.
"Bodo amat. Gak peduli." Goda bapak Iqbal.
"Ih bapakkk mah!" Rengek Adera sambil melepaskan pelukannya. Dia menghapus airmatanya dan ingusnya seperti anak kecil.
"Adera tenang aja. Pak Iqbal bakal tinggal sama Papa di rumah Papa. Gak usah khawatirin bapak kamu, karna bapak kamu punya partner buat ngeliat janda-janda bening di komplek." Pak Jay berkata.
"Nah iya, bapak tinggal aja sama pak Jay. Lebih nyaman dari pada tinggal di rumah pasangan baru yang bakalan berisik karna malam pertamanya." Ledek bapak Iqbal membuat Adera tidak mengerti namun berbeda dengan Regan yang malah membuang wajahnya kesembarang arah karna malu.
"Udah sana pulang ke apartemen Regan. Kamu kecapekan tuh."
Adera agak tidak yakin akan pulang ke apartemen Regan namun dia menganggukinya dengan cepat.
"Regan jaga istrimu, jangan sia-siakan waktu. Nikmati waktu bersama istrimu. tentunya diranjang." Ledek papa Jay pada putranya yang makin membuat Regan malu.
"Kalian dari tadi ngomong apa sih? Gak ngerti aku tuh." Geram Adera karna tidak mengerti maksud perkataan bapaknya dan juga papa jay.
"Kamu masih polos otaknya, butuh beberapa waktu buat bikin kamu ngerti."
Adera merotasi bola matanya seakan tengah berpikir lalu dia menggelengkan kepalanya. Masa bodo lah, dia tidak peduli.
"Yaudah aku pindah ya, ke apartemen orang gila ini. Papa sama bapak jaga kesehatan, oke?"
"Iyaiya, sana pindah."
Adera cemberut. "Bye-bye bapak ku tercintoy!" Adera melambaikan tangannya pada bapaknya padahal dia masih berada dihadapan bapaknya.
"Bye-bye anak bapak yang jelek."
Adera tersenyum lebar.
"Titip Adera ya. Sekarang dia udah jadi tanggung jawabmu." Bisik bapak Iqbal pada Regan dan Regan menganggukinya.
Bapak Iqbal tersenyum sambil menepuk-nepuk bahu Regan. "Bapak serahkan Adera ke kamu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
elindha azzahra
ceritanya bagus, semangat thor
2022-07-07
0
Rice Btamban
semangat Thor
2022-06-21
0