"Ayah! Aku ada urusan penting sekarang" Kemudian Naura mengangkat kakinya untuk melangkah.
"Apa lebih penting dari pada keluargamu?" Tanya Hilman dengan sigap.
Baru dua langkah Naura mengangkat kakinya. Naura seketika berhenti mendengar pertanyaan sang ayah. Kemudian ia membalikkan tubuhnya menghadap Hilman dan Yuni serta adiknya, Laura.
"Mengapa ayah selalu.."
"Cepat duduk! Atau ayah akan menarik jabatanmu" potong Hilman memerintah.
Mendengar perkataan Hilman, Naura menjadi kesal dengan diancam jabatan. Naura tidak bisa membantah apalagi menolak sang ayah. Dan ia pun tidak mau jabatannya hilang tiba-tiba. Terpaksa ia menghampiri mereka dan duduk di kursi menghadap meja makan. Dan Naura mulai memasukkan roti ke dalam mulutnya dengan kasar. Naura menatap tajam kearah Hilman yang ada di depan matanya dengan matanya yang disipitkan.
"Apa?!" Tegur Hilman dingin pada Naura. Seraya mengunyah roti di mulutnya.
Naura masih dengan ekspresi kesalnya. Ia tidak memedulikan Hilman yang selalu membuatnya kesal.
"Bun, aku berangkat" Ujarnya setelah meminum air putih. Kemudian ia berjalan dengan tergesa-gesa.
"Hati-hati sayang!"
"Iya!" teriaknya yang sudah terlihat di dekat pintu.
Naura menaiki mobil merahnya dan langsung tancap gas. Ditengah perjalanan, Naura mengambil handphone di dalam tas.
"Halo Pak?"
Iya? Ibu dimana ya? Saya sudah di depan cafe
"Hm, saya sebentar lagi sampe pak. Jalanan sedikit macet"
Oh, baik. Saya tunggu ya bu
"Iya pak. Terimakasih"
-Tett-
Naura mengakhiri pembicaraan di telepon.
**
"Bun, yah. Aku berangkat sekolah" Ujar Maura mengambil ranselnya yang berada di sofa. Setelah itu Laura menghampiri kedua orang tuanya yang tengah berdiri, menunggu salam darinya.
"Assalamu'alaikum" Maura mengucapkan salam, setelah mengecup punggung tangan kedua orang tuanya.
"Hati-hati ya sayang" Ujar Yuni lembut.
"Dan jangan lupa berdoa" Lanjut Hilman memperingatkan.
"Iya ayah" Kemudian Maura berjalan menuju pintu.
"Oh iya, ayah kenapa gak ke kantor?" Tanya Yuni pada Hilman.
"Tadi 'kan ayah udah bilang sama bunda. Kalo jadwal meeting hari ini, hanya siang bun"
"Hah? Emang tadi ayah bilang? Perasaan enggak deh" pikir Yuni.
"Emang bunda punya perasaan?" Hilman justru menggodanya.
"Oh iya, ya. Kalo bunda gak punya perasaan, mana mungkin bunda punya cinta buat ayah" Godanya lagi.
Rona wajah Yuni memerah karena malu. Kemudian ia mencubit pinggang Hilman yang tengah berdiri di sampingnya.
"Aw, sakit bun" Hilman meringis kesakitan seraya mengusap pinggangnya yang telah menjadi korban cubitan dari sang istri.
"Ternyata bunda nakal juga ya" Ketus Hilman membuat pipi Yuni semakin memerah dan kesal.
"Ayaaah...!" Teriak Yuni dan membuat telinga Hilman terguncang.
...
Banyak perbedaan diantara Maura dan Naura. Maura sangat sopan kepada Yuni dan Hilman sebagai orang tuanya. Tubuhnya pun selalu tertutup oleh jilbab dan pakaian yang panjang seperti gamis.Dan baju sekolahnya panjang dan longgar. Rok nya pun lebar dan panjang sampai mata kaki.
Berbeda dengan Naura yang selalu membiarkan sebagian auratnya terbuka. Seperti membiarkan rambut nya terurai bebas tanpa memakai jilbab seperti. Ia pun sering memakai atasan seperti kemeja walaupun pajang. Dan bawahan seperti celana panjang. Dikarenakan ia tidak nyaman dengan pakaian gamis dan jilbab.
**
"Permisi, Pak. Maaf saya terlambat" Sapa Naura setelah tiba di cafe.
"Iya. Tidak apa-apa. Silahkan bu" Jawab seorang pria ber-jas hitam mempersilahkan Naura untuk duduk.
"Silakan diminum dulu sebelum kita mengobrol. Maaf, saya tadi hanya memesankan minuman saja untuk ibu" Ujarnya lagi.
"Tidak apa-apa pak. Terima kasih minumannya" Naura menyedot minuman yang berwarna merah, menghilangkan dahaganya setelah beberapa menit di perjalanan.
"Oh, iya. Jadi gimana pak, apa bapak tertarik dengan tawaran saya kemarin?" Naura memulai pembicaraan.
"Setelah saya melihat tawarannya kemarin, produk yang akan dijual sangatlah bagus. Dan untungnya pun cukup besar. Jadi, saya akan menerima tawaran ibu." Klien itu mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali.
"Beneran pak?" Tanyanya bahagia.
"Iya bu. Dan besok saya akan mentransfer uangnya" Jawab pria itu dengan senyum simpulnya.
"Terima kasih pak. Saya akan pastikan kerja sama kita akan memuaskan" Balas Naura antusias.
Pria itu mengulurkan tangannya. Dan Naura menjabatnya. Tanda bahwa kerja sama telah resmi.
"Ya sudah, saya pergi duluan ya bu. Saya masih ada urusan" Ujar pria itu.
"Iya. Silakan pak. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih"
"Iya, bu. Sama-sama" Kemudian ia berjalan pergi.
Naura mengembangkan senyum penuh kemenangan. Karena ia berhasil mendapatkan klien untuk produk yang telah lama ia siapkan.
"Mbak!" Naura mengangkat satu tangannya. Memanggil pelayan cafe.
"Saya pesen spagetty dan kopi" Ujarnya setelah pelayan itu tiba di hadapannya.
"Baik bu, akan segera kami siapkan" Balasnya ramah seraya menunduk patuh dengan nampan kosong di tangannya.
Naura mengambil handphone di tas.
"Halo Mir? Lo ada dimana?"
Di kantor. Kenapa?
Hm, lo baik-baik aja 'kan, setelah kejadian kemarin?
"Ada yang mau gue tanyain sama lo"
"Hm, lo bisa gak sekarang ke Black Cafe? Ya, kalo lo gak sibuk"
Kebetulan gue gak ada urusan. Jadi gue langsung jalan ya
"Makasih"
*
Yuni tengah membereskan pakaian di dalam lemari. Dan Hilman tengah sibuk memainkan leptopnya.
"Hm, Apa ayah udah bilang ke pak Bilal tentang Naura yang akan masuk ke pesantren itu?" Tanya Yuni tiba-tiba.
Hilman seketika menghentikan jarinya yang mengutak-atik tombol leptop. Dan mengalihkan pandangannya kepada Yuni.
"Udah bun, pak Bilal hanya menunggu kita untuk mengantar Naura kesana. Memangnya kenapa? Bunda masih khawatir?"
"Yah, bunda jadi kangen Baron deh. Boleh ayah telpon gak?" Tanya Yuni.
"Boleh dong. Kita telpon sama-sama ya" Jawab Hilman seraya beranjak dari duduknya untuk menghampiri sang istri dan mengajaknya duduk di sofa.
Hilman mulai mengambil handphone nya dan menelpon pak Bilal untuk meminta izin mengobrol dengan putra sulungnya, Baron. Karena handphone Baron sedang disita semasa di pesantren.
Halo, Assalamu'alaikum. Dengan siapa ya?. Suara seorang wanita diseberang telpon.
Hilman menekan tombol speaker dan menaruh handphone nya diatas meja.
"Waalaikumsalam. Ini dengan pak Hilman, teman dari Pak Kiyai Bilal"
Oh, maaf Pak Hilman. Apa ada yang bisa Mila bantu?
"Iya Mil. Saya ingin berbicara dengan anak saya, yang bernama Baron. Apakah boleh?"
Tentu saja boleh Pak. Sebentar ya Pak, saya akan memanggil Nak Baron dulu
......................
"Din! Tolong cepat panggilkan Nak Baron! Orang tuanya ingin berbicara!"
Udin hanya mengangguk patuh. Dan segera mencari Baron ke kamarnya.
"Assalamu'alaikum. Apa ada Nak Baron?" Tanyanya setelah tiba di pintu kamar.
"Waalaikumsalam" Jawab tiga ikhwan yang tengah duduk memperhatikan beberapa kitab di lantai.
"Ada apa pak?" Tanya Baron yang baru keluar dari kamar mandi yang ada di kamar itu.
"Nak Baron, orang tuamu menelpon! Mereka ingin berbicara denganmu"
"Benarkah? Baiklah aku akan segera kesana" Ujar Baron seraya membenarkan sarungnya yang sedikit berantakan.
"Hey Baron! Apakah kami boleh ikut?" Tanya Umar, yang berambut gondrong.
"Tentu saja boleh! Mengapa tidak" Jawab Baron.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Zahreeta Jinan
hy Thor jangan lupa mampir tempat aku ya
2023-02-10
0