3. Kecewa

"Besok lusa?" Tanya Gehna menengadahkan kepalanya, menatap wajah Very yang tampan. Tanpa melepas pelukan.

"Iya, sayang. Agar kita bisa cepat menikah disana. Memulai kehidupan, dan membangun kebahagiaan bersama anak cucu kita nanti. Apa kamu keberatan? "

Gehna menggelengkan kepalanya, tanda tidak menjadi masalah dengan keputusan yang akan mereka ambil. Namun sejujurnya ia sedang memikirkan bagaimana caranya ia mendapatkan maaf dari kedua sahabatnya sebelum ia pergi ke belanda. Gehna sangat berharap mendapatkannya walaupun keputusannya sudah tetap dan tidak bisa diubah.

,,,,

Mirsha tengah berdiri menatap langit malam. Yang dipenuhi bintang-bintang dan satu bulan sabit yang terang.

Ya, Mirsha mendatangi taman kota. Tanah lapang yang dipenuhi rumput hijau. Di sekelilingnya terlihat berbagai bunga yang lebat dan indah. Dan di belakangnya terdapat suatu cafe yang terbuka. Serta lampu tumbler yang menyinari seluruh taman.

Namun pipinya masih dibanjiri deraian air mata yang terus saja mengalir.

Ia sengaja mendatangi tempat ini, karena di tempat ini terdapat banyak kenangan saat bersama dengan kedua sahabatnya sebelum hancurnya persahabatan mereka.

Lihatlah bintang diatas, mereka sangat indah dan abadi. Persahabatan kita harus seperti bintang. Indah dan abadi sampai kapanpun

Ya, tentu saja

Mengingat janji dulu bersama kedua sahabatnya, Mirsha tak kuasa menahan tangis yang menjadi. Pasalnya, janji yang dulu mereka ucapkan, nyatanya kini hancur berantakan. Persahabatan yang mereka bangun sejak kecil, kini telah lenyap, entah ditelan bumi.

Kenangan yang tidak sedikit, telah menjadi bayangan. Mungkin tak akan ada lagi canda dan tawa yang terdengar.

Dan Mirsha teringat Naura dan mencemaskannya. Karena ia pun tahu, Naura susah untuk melupakan hal yang membuatnya sakit hati, termasuk kecewa. Mungkin dalam beberapa hari kedepan, ia akan sibuk menenangkan Naura, sahabat yang masih bersamanya.

"Lebih baik aku menelphone Naura saja. Aku takut terjadi sesuatu kepadanya" Mirsha mengambil telphone genggamnya yang ada di dalam tas kecilnya.

**

Dret dret..

Dret dret..

Naura yang tengah duduk dilantai dan menyandarkan tubuhnya pada dinding kamar, menangisi yang telah terjadi.

Mendengar suara telpon bergetar, ia hanya melirik dan menatap telpon itu yang berada diatas mejanya. Ia hanya menatap kosong tanpa bergerak sedikitpun untuk mengambilnya.

Dret dret..

Naura tidak memedulikan getaran telponnya yang terus bergetar beberapa kali. Disaat kondisi ini, Naura tidak akan mendengarkan apapun. Yang ia lakukan hanya minum dan menangis. Bahkan ia berani menyakiti dirinya sendiri jika ia telah kehilangan akalnya.

**

Mirsha yang perasaan nya semakin tidak enak, karena telponnya sama sekali tidak dijawab oleh Naura. Ia berinisiatif untuk segera pergi menuju rumah Naura. Memastikan keadaan sahabatnya yang sedang terluka.

Mirsha langsung melaju cepat menggunakan mobil pribadinya yang berwarna kuning.

Sesampainya di depan rumah Naura, setelah melewati gerbang. Ia dengan cepat turun dari mobilnya, dan berjalan cepat menuju pintu rumah yang besar.

Ting nong...

-Ceklek-

"Eh, Non Mirsha. Mau ketemu Non Naura?" Tanya Mbak Susi, asisten rumah tangga.

"Iya, Mbak. Naura ada di kamar?"

"Iya, Non. Mbak khawatir, tadi pas Non Naura pulang dan masuk kamarnya, terdengar suara jeritan dan benda-benda yang dibanting Non"

"Makasih Mbak" Mirsha dengan cepat menuju kamar Naura, dengan menaikiki anak tangga satu persatu. Sampai akhirnya tiba di lantai dua.

-Tok tok tok-

"Ra? Ini gue, Mirsha! Gue mohon, buka pintunya!"

Tanpa waktu lama, pintu akhirnya terbuka.

-ceklek-

"Mir.. " Setelah membuka pintu dengan lebar, Naura langsung memeluk erat tubuh Mirsha dan menangis di bahunya.

Mirsha pun membalas pelukan. Ia mecium bau alkohol pada Naura. Mirsha mengelus lembut punggung Naura, menenangkan hati sahabatnya yang sedang terluka.

Mirsha melepas pelukan, menghapus air mata Naura yang berderai di pipi sahabatnya.

"Kita ngobrol di dalam yuk" Mirsha merangkul, dan melangkah kedalam kamar.

Mirsha dikejutkan oleh kamar yang berantakan di setiap sudutnya. Selimut dan bantal yang tergeletak di lantai. Hiasan dinding, Vas bunga, dan perabotan lainnya juga tergeletak dimana-mana. Ia juga melihat pecahan botol alkohol dan tetesan darah dilantai.

Mirsha langsung meraih tangan Naura dan mengamatinya setelah melihat tetesan darah di lantai. Dan benar saja, tangan kirinya terdapat beberapa luka sayatan.

"Ra, apa ini?" Mirsha mengangkat tangan kiri milik Naura.

Mirsha segera mengambil kotak obat yang ada di kamar mandi. Setelah itu, ia langsung mengajak Naura duduk di sofa, dan mulai mengobati luka sayatan di tangannya.

"Aw, Mir. Pelan-pelan dong" lirihnya.

"Kenapa lo nekat lagi? Lo gak takut mati karena darah lo selalu lo buang?" Mirsha sedikit memarahi Naura.

Naura tidak menjawab satu kata pun. Ia mendengarkannya acuh tak acuh seraya tetap menahan rasa perih tangannya yang tengah diolesi obat merah.

__

Akhirnya tangan Naura selesai diobati dan diperban. Mirsha sedikit lega.

"Gue mau bilang kalo Gehna akan menikah dengan Very di belanda nanti" Ujarnya seraya menghela nafas.

"Apa? Gue baru saja mengakhiri hubungan kami. Dan Very dan Gehna langsung ingin menikah?" Tanyanya tak percaya. Dan hanya diberi anggukan oleh Mirsha.

"Mir.. Gue gak nyangka kalo mereka tega mengkhianati gue kayak gini.. Mereka tega menggoreskan rasa sakit di hati gue" Naura tak kuasa menahan tangisnya.

Mirsha menyandarkan kepala Naura di bahunya. Membiarkan setiap deraian air mata yang jatuh dari pelupuk mata sahabatnya. Dan mengelus punggung sang sahabat dengan lembut.

"Gue udah berusaha untuk mempertahankan persahabatan kita, tapi sayangnya Gehna lebih memilih untuk bersama dengan Very, dari pada bersama dengan kita. Dan gue kecewa. Dia tega meninggalkan kita, sahabatnya. Demi pria playboy seperti Very" Ujar Mirsha seraya menghapus air mata yang terjatuh membasahi pipi. Ia pun tak kuasa menahan kesedihan yang ada.

"Gehna udah berubah Mir. Sahabat kita udah berubah.. Dia udah berubah.. " Tangis Naura semakin menjadi.

"Dan satu lagi yang mau gue sampaikan sama lo. Gehna menitipkan kata maaf buat disampaikan sama lo, walaupun keputusan nya sudah bulat"

"Hanya omong kosong. Dia meminta maaf, tapi ia juga membiarkan semuanya hancur"

"Apa lo membenci Gehna?" Tanya Mirsha hati-hati.

Naura menarik sandaran kepalanya di bahu sang sahabat. Dan memalingkan pandangannya dari Mirsha.

Mirsha memegang tangan Naura yang berada diatas pahanya dengan lembut.

"Gue tahu lo kecewa. Dan bukan lo aja yang kecewa. Tapi gue juga, Ra. Dan Gehna adalah sahabat kita. Dan percuma saja kalo kita membencinya, itu tidak akan merubah apapun. Kebencian itu hanya membuat kita dan Gehna selalu tersakiti, dan gue gak mau gue dan kedua sahabat gue tersiksa hanya karena itu.Gue mohon sama lo. Yang terjadi, biarlah berlalu"

"Walaupun dunia ini kadang membuat kita hancur dan rapuh, tapi harus kita tutupi dengan sangat rapih"

"Walupun rasa sakit tidak bisa terobati, setidaknya ada senyuman yang bisa mewarnai"

Mendengar nasihat yang diberikan sang sahabat, Naura tersenyum haru kemudian memeluknya.

"Makasih, Mir. Makasih"

Terpopuler

Comments

Eka Purnami

Eka Purnami

semangat thor .di tunggu up y

2022-06-12

1

Siapa?

Siapa?

Eaaa..

2022-06-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!