Mirsha kembali mengusap punggung Naura.
"Gue balik dulu ya. Jaga kesehatan lo baik-baik" Mirsha melepas pelukan.
"Makasih"
"Iya. Bye"
**
-Tok tok tok-
Naura terbangunkan oleh ketukan pintu kamar beberapa kali. Setengah sadar, Naura meraih handphone nya. Terlihat di layar, jam menunjukkan pukul setengah lima pagi.
"Ih, pasti itu bunda" Kesal Naura dengan matanya yang setengah terbuka. Kemudian ia tidur kembali.
-Tok tok tok-
Naura sayang, bangun nak! Sholat subuh sayang! "
Mendengar pintu yang terus saja diketuk, Naura pun tak bisa tertidur. Dan merasa terganggu.
"Iya bund. Nanti aja, aku masih mengantuk" Teriak Naura seraya memaksa untuk memejamkan matanya kembali.
__
"Astaghfirullahal'adzim.." Kesal Yuni mengelus dada. Yuni yang sudah mengenakan mukena putih, berlalu pergi untuk memulai shalat berjamaah bersama sang suami di ruangan khusus, ruangan yang hanya boleh untuk shalat dan membaca Al-Quran. Dan lebih tepatnya sering di sebut mushola.
Hilman yang sedari tadi duduk di mushola, menunggu istri dan anak-anaknya datang untuk menunaikan shalat berjamaah.
"Dimana Laura? Tumben banget gak ikut. Dia sakit?"Tanya Hilman ketika ia melihat sang istri masuk ruangan, namun ia tidak melihat satupun sosok sang anak yang membuntuti.
"Hm, dia lagi halangan yah"
"Dan Naura?" Tanya Hilman kembali.
Yuni menggeleng.
"Sepertinya dia sangat sulit di didik oleh kita"
"Maksud ayah, apakah.. "
"Kita akan membicarakan ini setelah shalat" Potong Hilman seraya berdiri tegap, bersiap untuk menunaikan shalat subuh dua raka'at.
"Allahu akbar" Diawali dengan niat, Hilman sebagai imam mengawali takbir. Dan Yuni sebagai makmum, memulai takbir mengikuti imam yang berada di depannya. Setelah ia berdiri diatas sejadah.
__
"Assalamu'alaikum warohmatullah" Duduk dan diakhiri dengan salam, Hilman membacanya dua kali, ke pundak kanan dan pundak kiri.
"Assalamu'alaikum warohmatullah" Yuni pun mengikutinya.
Setelah salam, mereka mengusap wajah dengan kedua telapak tangan. Mereka mengangkat kedua telapak tangan ke langit. Lalu Hilman membaca beberapa doa. Dan Yuni mengamininya.
"Amin yarobbal 'alamin" setelah doa selesai di baca, mereka menutupnya dengan kembali mengusap wajah.
Hilman membalikkan tubuhnya, untuk menghadap ke belakang. Menghadap Yuni yang duduk berada di belakangnya. Seperti biasa, Yuni mencium punggung tangan sang suami. Dan Hilman mengecup kening sang istri.
"Jadi gimana yah, apa ayah yakin dengan keputusan ayah? Apa tempat itu adalah paling baik untuk Naura? Apa ayah tidak memikirkannya sekali lagi, untuk membuat keputusan terakhir?" Tanya Yuni bertubi-tubi seraya menatap wajah sang suami.
"Ayah pikir, kita kurang mendidiknya. Karena ayah sibuk di kantor, sedangkan bunda sibuk mengurusi rumah. Naura pun selalu sibuk dengan urusannya. Nanti akan ayah lepas segala urusan kantor pada Naura. Dan ayah pikir, setelah Naura pergi kesana, Naura akan lebih fokus belajar agama hingga menjadi wanita shalihah. Seperti apa yang kita inginkan"
"Tapi, yah. Bunda takut terjadi apa-apa pada Naura saat ia hidup disana. Karena kita tahu, Naura itu sangat nekat, yah"
"Bunda jangan khawatir. Ayah telah menitipkannya pada sahabat ayah, pak Bilal. Pak Bilal adalah kiyai sekaligus pemimpin pondok pesantren itu. Dan lagi pula, Baron ada disana bukan? Jadi, bunda jangan khawatir lagi. Naura pasti aman" Jelas Hilman meyakinkan hati Yuni yang bimbang.
"Kapan Naura akan kesana?"
"Bagaimana jika tiga hari lagi?"
"A-apa tidak terlalu cepat?" Tanya Yuni memastikan.
"Bun.. " Hilman menatap Yuni, untuk meyakinkan sang istri.
Yuni menghela nafas. "Kalo itu yang terbaik untuk Naura, insyaallah bunda akan menyetujuinya"
Hilman merasa lega dengan penyetujuan sang istri untuk memasukkan anak gadis mereka ke pondok pesantren. Dimana tempat itu, akan membawa Naura untuk lebih dekat kepada tuhannya.
**
"Huaahh" Naura menguap dan menggeliat. Ia mengucek-ucek kelopak matanya dan membukanya perlahan. Setengah sadar, ia melihat kearah jendela. Matanya disipitkan, karena sebuah cahaya di selipan tirai, menyorotnya. Ia langsung beranjak dari ranjangnya untuk menghampiri jendela besar dan panjang di balik tirai.
-Srett-
Tirai telah ia buka dengan lebar. Seluruh kamarnya seketika terang.
Matanya terbelalak, melihat matahari telah terbit diatasnya. Ia melihat jam dinding, dan jarum jam menunjukkan pukul tujuh. Sontak matanya semakin terbelalak.
"Oh tidak!"
Ia langsung meraih handuk berwarna merah muda yang tergantung di kamarnya. Dan berlari menuju pintu kamar mandi. Namun nahasnya saat ia tengah berlari, ia justru menginjak kain licin yang tergeletak dilantai.
-Gabrugk-
Kain licin itu telah membuatnya terpeleset dan jatuh. Ternyata kain itu adalah bajunya yang semalam ia obrak-abrik di dalam lemarinya, sampai kamar pun sangat berserakan dan berantakan.
"Aw, bokong gue" lirihnya. Namun ia memaksakan tubuhnya untuk berdiri dan masuk kedalam kamar mandi. Walaupun bokongnya masih terasa sakit karena benturan tadi.
Setelah beberapa menit di kamar mandi, ia akhirnya keluar dan mengambil pakaiannya di lemari untuk di pakai. Setelah itu, ia menduduki kursi di depan meja yang dipenuhi bedak dan lipstik serta cermin besar di hadapannya, untuk merias wajahnya.
Tidak lupa juga ia berputar-putar di depan cermin yang lebih besar dari cermin sebelumnya. Terlihat di cermin, ia mengenakan jas wanita lengan panjang berwarna merah. Celana hitam panjang yang sedikit longgar. Dan sepatu tinggi yang juga berwarna merah. Serta make up yang membuat wajahnya terlihat cantik. Rambut hitam dan lebat pun semakin mempercantik dirinya. Kemudian ia meraih parfume mahalnya dan menyemprot ke setiap sudut pakaiannya.
Setelah siap dengan tampilannya, ia mengambil tas selempang kecilnya yang juga berwarna merah. Ia segera berjalan menuju pintu untuk keluar. Dan lagi-lagi, nasib nahas menghampirinya. Ia menginjak kain licin tadi, yaitu bajunya sendiri hingga ia terpeleset dan tersungkur. Posisinya kini terduduk, namun lutut dan tangannya menempel ke lantai.
-Gabrugk-
"Aarrggth"
Non!
Non Naura kenapa di dalam?
Suara di balik pintu memanggil Naura.
Naura segera bangkit kembali dan merapikan pakaiannya. Kemudian ia menendang kain itu karena kesal.
-Ceklek-
"Gue baik-baik aja, Mbak" Jawabnya ketus setelah membuka pintu dan terlihat Susi di depan pintu dengan vakum di tangannya.
"Beneran Non?" tanya Susi memastikan.
"Iyaa.. Udah cepet sini beresin kamar gue dulu!" kesalnya. Susi hanya mengangguk patuh dan mulai melangkah masuk ke dalam kamar.
Susi sedikit terkejut dengan seisi kamar yang seperti kapal pecah.
"Hish, udah beresin aja. Gak usah kaget kayak gitu. Udah terbiasa liat kamar gue kayak gini 'kan?"
Susi hanya mengangguk membenarkan.
"Ya udah, beresin aja! Sampe bersih ya Mbak!" Kemudian Naura segera melangkah menghampiri tangga dengan sedikit tergesa.
"Iya, Non" Susi mengangguk patuh.
Naura menuruni anak tangga satu persatu dengan cepat.
"Pagi sayang" Sapa Yuni yang tengah menyiapkan sarapan untuk keluarganya.
"Pagi kak. Ayo sini sarapan kak" Maura, putri bungsu dari Hilman dan Yuni. Usianya baru 14 tahun.
"Pagi, Bun. Pagi Dek. Kakak mau langsung berangkat aja. Sarapan nya di cafe aja" Balasnya acuh tak acuh dengan sedikit senyuman simpul.
"Naura! Kamu harus sarapan disini! Karena bunda udah nyiapin buat kita! Cepat duduk!" Titah Hilman sedikit tegas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Zira
yg kuat ya naura jngan mengambil tindakan bodoh yg akan mrugikan diri mu sendiri
2022-06-13
1