*****
"Saya terima, nikah dan kawinnya Vina Adiatirta binti Saleh Adiatirta Almarhum dengan mas kawin emas seberat 10 gram dibayar tunai."
"Bagaimana saksi?"
"Sah... "
Tanpa terasa bulir air mata ini akhirnya mengalir. Antara bahagia dan sedih, Vina menikah hanya disaksikan oleh kedua kakakku. Kedua orang tuaku sudah meninggal 3 tahun yang lalu. Kakak-kakak Vina semua sudah berkeluarga. Itulah mengapa saat Pras melamar Vina pada kakak tertuanya, Kakak Vina itu langsung setuju, alih-alih agar Vina ada yang mengurus dan menjaganya.
"Sekarang kamu sudah ada suami. Kamu harus menghormatinya seperti kamu menghormati kami berdua. Dia yang sekarang akan melindungimu, tapi kamu tetaplah adik kecil kami, apapun yang terjadi. Seberat apapun masalahmu, ingat jika kami adalah tempat kamu pulang," ujar Kak Fahri saat itu. Vina hanya sanggup terisak dan memeluk kakak tertuanya itu.
"Kakak ... "
"Sudah jangan menangis lagi, jika kelak ada waktu yang tepat, katakan pada suamimu untuk belajar manajemen bisnis. Siapa lagi yang akan meneruskan bisnis papa yang lain jika bukan suamimu."
Vina hanya bisa mengangguk berkali-kali di pelukkan kakaknya.
Setelah kedua kakak Vina berpamitan. Wajah ibu mertua Vina langsung berubah masam. Vina pikir itu hanya karena ibu mertuanya terlalu lelah mengurus persiapan ini itu untuk pesta pernikahan Vina dan Pras, sehingga dia memasang wajah seperti itu. Tapi ternyata tidak, wajah masam itu setiap hari harus dinikmati bersama perihnya hati Vina karena mendapat perlakuan yang berbeda. Bu Siti selalu terlihat senang jika berada di dekat ipar Vina, senyumnya terus mengembang jika sedang berbicara dengannya. Sementara di depan Vina, Bu Siti akan memasang wajah judes.
Vina kembali tersadar saat Pras mengguncang lengan Vina dengan kasar. Kilasan masa lalu yang baru saja melintas langsung menghilang begitu saja.
"Jadi seperti itu pemikiranmu selama ini?" tanya Pras menatap Vina tajam.
"Mas, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak punya maksud apa-apa. Aku berkata begitu karena ibu selalu memojokkanku," ujar Vina membela diri.
"Apa jangan-jangan selama ini, kamu juga tidak ikhlas dengan apa yang sudah kamu keluarkan untuk biaya hidup kita selama ini?" tanya Pras. Raut wajahnya tak dapat dipungkiri jika dia kecewa mendengar ucapan Vina tadi. Kenapa omongan Pras jadi kemana-mana?
"Kenapa diam, Vin?" Suara mas Pras menggelegar, sungguh baru kali ini Vina dibentak oleh orang, seumur-umur dia tidak pernah dikasari oleh keluarganya, ia sangat takut sekali melihat Pras yang sedang marah seperti ini. Bulir air mata Vina kembali menetes. Ia tidak tahu lagi, apa yang harus ia katakan untuk meyakinkan suaminya itu.
"A-aku capek mas. Kita tidak usah membahas ini lagi. Aku ikhlas dengan apa yang sudah aku berikan selama ini."
Gegas Vina masuk ke kamar mandi, dengan tubuh gemetaran. Dari dalam kamar mandi itu, telinga Vina masih bisa mendengar ibu mertuanya yang terus menjelek-jelekan dirinya.
"Lihatkan, itu tingkah istrimu, Pras. Untuk apa kamu terus pertahankan dia?"
"Sudah lah, Bu. Jangan ikut campur masalahku terus. Aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri."
"Terserah kamu, Pras. Yang penting ibu sudah peringatkan kamu. Istri kamu itu memang tidak pernah menghormati ibu."
Ibu mertua Vina akhirnya keluar dari kamar. Akan tetapi, Vina sama sekali tidak mendengar suara suaminya, ia tahu mungkin Pras kecewa kepadanya Tapi salahkah jika dia berkata begitu? Vina hanya merasa perlu mempertahankan harga dirinya. Ia tak mau jika terus menerus disudutkan seperti ini.
Vina membasuh wajahnya, ia mencoba untuk mengatur napasnya. Setelah itu, perempuan itu membuka pintu kamar mandi dan ternyata suaminya sedang berbaring sambil menutup kedua matanya menggunakan lengan kanannya.
"Mas..." panggil lirih. Jujur dia takut jika Pras akan membentaknya lagi.
Pras menarik lengannya dan membuka matanya, tatapannya terlihat sangat tidak bersahabat pada Vina, namun Vina berusaha untuk tetap tenang.
"Aku tidak menyangka ternyata selama ini kamu punya pikiran seperti itu, Vin," ucap Pras, dari nada bicaranya saja Vina tahu jika suaminya sedang kecewa padanya.
"Mas, jujur saja aku sudah lelah. Aku tidak pernah mempermasalahkan apapun sebelumnya, tapi ini sudah keterlaluan mas. Aku selalu saja disudutkan, padahal tidak ada sedikit pun niatku untuk menjadi istri dan menantu yang pembangkang."
"Kamu masih saja membela diri kamu, sedangkan aku jelas-jelas mendengar sendiri. Aku benar-benar kecewa padamu, Vin."
"Kenapa mas tidak bisa melihat ketulusanku selama ini? kenapa, Mas? Itulah kenapa aku selalu ingin mengajakmu pindah dari sini."
"Kita menumpang saja, hidup kita serba pas-pasan, Vina. Bagaimana kalau kita sampai kontrak rumah sendiri? mau makan apa kita?"
"Bagaimana tidak pas-pasan, semua uangmu ibu yang mengaturnya, Mas. Sedang aku istrimu bahkan tidak pernah menikmati uangmu selama ini," batin Vina.
"Apa kamu benar-benar tidak bisa pinjami ibu uang itu, Vin?"
"Pinjam? memang kapan ibu pernah mengganti uangku, Mas?" tanya Vina dengan perasaan dongkol.
"Kamu kok perhitungan begitu sama ibu, Vin?"
"Mas, selama kita menikah, aku tidak pernah, lho tahu berapa jumlah gaji Mas Pras. Aku juga sepeserpun engga pernah menikmatinya. Padahal aku ini istri mas, aku yang jelas-jelas berhak atas nafkah dari mas, tapi apa nyatanya, Mas? Aku selama ini selalu banting tulang untuk mencukupi kehidupan kita mas. Masa iya aku masih harus meminjamkan uangku, toh uang itu bukan buat ibu melainkan buat Asya, dia sarjana, kan? penghasilan dia lebih besar daripada aku yang hanya penjual ayam, Mas. Aku juga butuh modal, butuh uang untuk keperluan lain-lain. Mas sih enak, ga mikirin itu,"ujar Vina kesal. Lagi-lagi suaminya selalu bersikap seperti ini, lama-lama Vina merasa tidak dihargai di rumah itu, ia semakin merasa keluarga Pras mengginjak harga dirinya.
Tadinya Vina sangat merasa bersalah saat membahas masalah anak tadi, ia juga takut menghadapi kemarahan suaminya, tapi semua rasa itu mendadak hilang berganti dengan rasa marah. Suaminh sendiri tidak pernah peka dengan keinginanku.
"Kok kamu ngomong gitu lagi. Kamu ga ikhlas?" tanya Pras dengan nada suara yang kembali meninggi. Kali ini Vina sudah siap apapun resikonya dia memilihbee untuk mempertahankan sikapnya.
"Aku ikhlas mas. Jika aku tidak ikhlas menjalani semua ini, aku tidak akan bertahan di rumah ini selama setahun, Mas."
Vina memilih pergi, ia melangkah keluar kamar, niat hati pulang untuk istirahat, tapi aku malah harus menghadapi masalah seperti ini.
Vina menuju tempat cuci baju. Matanya langsung melebar saat melihat pakaian Asya ada di keranjang bajunya dan juga suaminya. Vina mulai memisahkan pakaian Asya dan membawa keranjang pakaian kotornya ke belakang.
Vina memilih mengalihkan rasa kesalnya dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangganya, ia pun mulai mencuci baju, Di rumah itu tidak memiliki mesin cuci, jadi setiap saat Vina selalu mencuci baju secara manual.
Sekilaa Vina melihat Pras pergi menyalakan motor milik Vina, laki-laki itu pergi begitu saja tanpa berpamitan seperti biasa. Vina hanya bisa menghirup napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan agar tak menjadi sesak di dada.
"Lho, Mbak, kok baju aku ditaruh di bawah sana?" tanya Asya dengan nada kesal. Sepertinya dia baru saja pulang bekerja karena masih berpakaian rapih.
"Tinggal kamu pindahkan saja, kan?"
"Mbak Vina, jangan terlalu perhitungan begitu. Mbak kenapa ga cuci bajuku sekalian?"
"Yang pertama, Mbak bukan pembantu di sini. yang kedua, aku ini juga repot masih banyak hal lain yang perlu dikerjakan," ujar Vina ketus.
Sebenarnya Asya lebih tua dari Vina 5 tahun. Tapi karena Vina adalah istri Pras. Ia jadi dipanggil mbak.
"Repot apa, sih, Mbak? anak aja ga punya, sok-sokan bilang repot segala."
"Suka hatiku, lah. Toh status kita di sini sama saja, kita sama-sama hanya menantu di sini."
Asya menghentakkan kakinya, sebal. Dia lalu masuk ke rumah dan tak lama ibu mertua muncul bersama Asya.
"Cih, bisanya hanya mengadu," lirih Vina kesal.
"Kamu itu, Vin. jadi saudara ga berguna. melahirkan anak enggak bisa, bantu saudara ga mau. Nyesel aku kasih restu Pras, nikah sama kamu."
Ya ampun. Ucapan ibu benar-benar membuat Vina merasa memang ia tidak ada harganya di sini.
Namun Vina hanya bisa diam dan berusaha untuk tidak terprovokasi dengan ucapan ibu mertuanya. Vina terus menyikat baju Pras tanpa mempedulikan omongan ibu mertua yang tak enak didengar itu.
Tapi sepertinya semua yang Vina lakukan memang selalu salah, bukannya emosi ibu mertuanya mereda, wanita paruh baya itu malah dengan kasar menendang ember yang ada di depan Vina hingga membuat wajah Vina terpercik air sabun.
"Aduh, mataku," pekik Vina kesakitan. Ia mengucek matanya, rasanya mata Vina seperti terbakar karena terkena cipratan air sabun itu.
"Makanya mbak, sama saudara itu yang baik." Asya mencemooh Vina, karena ia merasa dibela oleh ibu mertua mereka.
🌹🌹🌹🌹🌹
Mohon dukungannya untuk karya ini ya.
Jangan lupa like, komen gift dan Vote kalian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Dewi Dama
sakit hati bangat y...vinaaa....
2024-05-20
0
Susilawati
huhh kalo aku jadi Vina, nggak bakalan bertahan sampai 1 tahun, palingan 2-3 bulan kelar dah.
2024-05-14
1
sherly
si ikhlas ngk usah dibawa2 Pras, kamu yg becus jadi laki malah ngarep istri ikhlas.. Vina kok msh betah sih disana dah suamimu kayak gt, mertuamu apa lg, eh dpt ipar juga benalu... kabur aja yukkk
2023-10-28
2