*****
Asya dan ibu tampak sangat senang melihat Vina menderita. Vina berusaha bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke kamar mandi yang ada di belakang. Untunglah yang terkena cipratan sabun hanya mata sebelah kiri.
Vina membasuh wajahnya berkali-kali, entah kenapa air mata yang semulanya sudah tak akan dia keluarkan kini menjadi tak tertahan, Vina bahkan tak bisa menghentikan lajunya. Sakit, hatinya benar-benar sangat sakit. Ia memang mencintai suaminya, tapi jika dia terus diperlakukan seperti ini Vina benar-benar merasa harus menyerah. Ia tak mau dijadikan badut di keluarga itu, meskipun di hatinya masih tersimpan rasa cinta untuk suaminya itu.
Vina keluar dari kamar mandi setelah merasa matanya sedikit lebih baik. Meskipun tampak merah, tapi ia sudah tidak begitu merasa perih. Rasa perih yang paling terasa adalah rasa perih di hatinya. .
Saat keluar, Asya dan ibu mertuanya sudah tidak ada lagi di sana. Vina kembali melanjutkan mencuci baju yang tinggal sedikit. Setelah dibilas Vina langsung menjemur baju-baju itu samping rumah.
Saat Vina selesai dan masuk ke rumah, ternyata sudah ada suaminya, ibu mertua, Asya dan juga Bagas. Meskipun sedikit terkejut, tapi Vina tetap melangkah. Melihat mereka sekeluarga seperti ingin menyerangnya, Vina sudah membulatkan tekad dalam hati untuk tidak melanjutkan rumah tangganya. Ia tidak mau lagi mereka terus menerus menginjak harga dirinya, Biarlah ia akhiri saja pernikahannya dari pada hatinya terus menerus disakiti.
"Vina, kemarilah!" Pras memanggil Vina dengan suara datar dan dingin.
"Ada apa, Mas?"
"Kamu apakan Asya?"
"Hah, aku apakan memangnya dia? jadi dia ingin mengadu domba ku. baiklah, akan aku layani, karena setelah ini aku tidak akan lagi mau berhubungan dengan kalian lagi." Batin Vina
"Memang dia cerita apa sama kamu, Mas?" tanya Vina dengan nada santai. Namun, Vina enggan duduk, ia memilih tetap berdiri tak jauh dari suaminya.
"Kenapa kamu melemparkan baju-baju Asya ke wajahnya? Dia sudah meminta bantuanmu baik-baik. Lalu kenapa kamu bersikap kasar?" tanya Pras masih dengan nada bicara yang tak mengenakkan. Vina sampai dibuat tak habis pikir, sebenarnya di sini yang istrinya itu, dia atau Asya? kenapa Pras justru membela Asya?
"Apa mas melihat sendiri, aku melakukannya? Jangan menilai sesuatu dari sebelah mata saja, Mas. Mas menuduhku tanpa mencari tahu kebenarannya. Bagaimana jika dia hanya berbohong?"
"Ibu saksinya," sahut ibu mertua Vina. Mendengar pembelaan ibu mertuanya pada Asya, Vina spontan langsung terkekeh. Mas Pras dan Bagas sampai dibuat melotot tajam.
"Mas, tanyakan pada seluruh tetangga kita, orang-orang di kampung ini. Siapa menantu yang disayangi oleh ibumu dan menantu yang paling di benci olehnya. Mereka semua tahu jawabannya, Mas. Jadi kalau ibumu yang bersaksi untuk Asya, aku bisa memberi pembelaan apa? Kamu pun pasti akan lebih mempercayai ibumu ketimbang aku kan?"
"Halah, orang memang kamu yang salah," sahut ibu mertua Vina ketus.
Vina melangkah maju mendekat sampai ia benar-benar berdiri di hadapan suaminya. Pras menatap Vina dengan tajam, tapi kali ini Vina pun juga sepertinya tak mau lagi ditindas oleh siapapun termasuk suaminya sendiri. Vina pun menunduk dan menatap suaminya.
"Mas, lihat mata kiriku ini? jika aku berkata, ini karena perbuatan ibumu, apa mas akan percaya?" Pras menatap mata kiri Vina yang memerah.
"Ga usah mengada-ada kamu," ujar ibu mertua Vina gelagapan.
"Saya tidak pernah mengada-ada, Ibu. Tuhan saksinya. Ibu menendang ember sabun itu hingga terpercik mengenai mata saya," kata Vina.
Melihat diamnya Pras, Vina mengangguk dengan kecewa. Suami yang selama ini ditemani nya, tidak bisa dia andalkan dan dia harapkan. Mungkin memang Pras bukanlah jodohnya.
"Bahkan kamu ga bisa menjawabnya 'kan, Mas?" tanya Vina dengan nada sarkas.
"Coba kamu lihat itu Pras! dia sudah berani sama kamu," kata ibu mertua Vina semakin memprovokasi Pras.
Vina kembali menegakkan tubuhnya, Pras benar-benar keterlaluan, Pras sama sekali tidak memberi Vina muka di hadapan keluarganya.
"Dek, kamu minta maaf sama ibu dan Asya," kata Pras. Ia memanggil Vina dengan panggilan mesra, Dek, hanya jika ada maunya.
"Maaf mas, aku sudah tidak akan menjadi Vina yang kemarin hanya diam saat diinjak. Aku tidak tahan lagi hidup dengan keluargamu yang toxic," batin Vina.
"Maaf, Mas. Aku tidak bisa, Bukan aku yang salah. Kalau mas Pras masih tidak bisa memberiku muka, sekali lagi maaf, Mas. Aku menyerah dengan hubungan ini."
"Maksud kamu apa, Dek?"
"Kita pisah saja," jawab Vina. Pras seketika menengadahkan kepalanya karena terkejut.
"Dek, Aku hanya minta kamu minta maaf pada Asya. Jangan memperbesar masalah, hanya karena masalah ini, sampai-sampai kamu minta bercerai."
"Sudah lah, Pras. Masih banyak gadis yang akan mau sama kamu," timpal ibu Pras.
"Sebanyak apapun gadis yang mau menjadi istrinya mas Pras, jika tidak pernah dinafkahi, mereka juga akhirnya akan sama sepertiku, Bu. Ditambah lagi jika mereka tidak langsung segera hamil. Nasib mereka pasti tidak akan jauh berbeda denganku," sahut Vina ketus menanggapi ucapan ibu mertuanya.
"Dek, kamu bilang kamu ikhlas menjalani semua ini?" Pras lagi-lagi menatap Vina dengan tatapan mata mata yang sulit diartikan.
"Ya, awalnya aku tidak pernah mempermasalahkannya, Mas. Aku melihat bagaimana berbaktinya kamu pada ibumu. Aku sudah tidak punya orang tua, aku melihat kamu benar-benar menyayangi ibumu, tapi semakin ke sini aku semakin sadar. Mungkin kamu hanya menyayangi ibumu, dan tidak menyayangiku, Mas.
Selama ini aku hanya diam, tapi mas tidak pernah sekali saja bertanya apa keinginanku. Bagaimana seharian ini aku menjalani hidupku? bagaimana jualanku hari ini? apakah laku banyak atau malah sepi? Pernahkah sekali saja mas bertanya?"
"Kamu lihat sendiri, kan, Pras? dia wanita yang kamu pilih, sudah tidak bisa memberikan kamu anak, tapi banyak tuntutan. Sudahlah, lebih baik kamu ceraikan saja dia."
"Aku tidak akan menceraikan Vina, Bu."
"Aku akan memberikan kamu nafkah, Dek."
"Ibu tidak mau, jangan sampai kamu mengurangi uang belanja ibu. Ibu sudah membesarkanmu susah payah, ibu juga yang memberikan kamu pendidikan sampai kamu besar. Jangan sampai gara-gara istri mandul sepertinya kamu mau durhaka pada ibumu?"
"Sebaiknya mas ceraikan saja aku, karena aku tidak akan menarik ucapanku. Tidak ada gunanya lagi kita bersama. Aku sudah bulat dengan keputusanku dan mengenai hutang yang kemarin-kemarin anggap saja aku bersedekah."
Aku berbalik dan berlalu masuk ke kamar. Pras ikut berdiri dan hendak mengikuti Vina. Namun buru-buru dicegah oleh ibunya.
"Biarkan saja dia, Pras. Tanpa kamu, mau jadi apa dia? sudah untung kamu mau sama wanita yang jelas-jelas mandul itu."
Vina masih bisa mendengar cacian dari ibu mertuanya itu. Benar apa kata bu Nia, mengenai keluarga suaminya ini, mereka semua keluarga toxic dan sebaiknya ia tidak berada di tengah-tengah mereka lagi mulai sekarang.
Vina memasukkan baju-bajunya yang tak seberapa ke dalam tasnya. Pras masuk begitu saja dan menahan tangan Vina. Wajahnya terlihat gusar seakan sedang bingung harus berbuat apa. Ya, itulah suami yang selama ini dia banggakan. Hidupnya selalu dikendalikan oleh ibunya, sehingga dia tidak bisa mengambil keputusan sendiri.
"Dek, kamu tidak serius dengan ucapanmu tadi kan?" Pras menatap Vina dalam. Namun, Vina sudah terlanjur sakit hati. Cukup lah setahun ini ia menjadi wanita bodoh.
"Apa wajahku tampak sedang bercanda, Mas?" tanya Vina lagi.
"Vina, mas tahu kamu sedang emosi, tapi tolong pikirkan lagi baik-baik. Perceraian bukan solusi," ujar Pras sok bijak.
"Aku lelah, Mas. Menjalani rumah tangga denganmu sungguh sangat melelahkan buatku. Kamu ga bisa ngertiin aku, ngertiin posisiku. Apa karena aku bisa cari uang sendiri, mas bisa semena-mena tidak menafkahiku?"
"Mulai sekarang aku akan membagi gajiku, Dek."
"Ibu bilang ceraikan saja dia, Pras," teriak ibu dari luar kamar kami. Vina tahu mereka semua pasti saat ini sedang menguping pembicaraannya dengan suaminya sekarang.
"Mas dengar, kan? jadilah anak yang berbakti sekali lagi pada ibumu, setelah ini carilah istri yang benar-benar bisa dibanggakan oleh keluargamu. Yang tidak peduli dengan nafkah. Karena dia bisa melakukan apa-apa sendiri."
"Dek... " mata Pras kali ini berkaca-kaca. Vina juga sebenarnya berat mengambil keputusan ini, ia tidak hanya akan menyandang status janda tapi mungkin kedua kakaknya pasti akan kecewa dan malu, tapi Pras bukanlah miliknya, ia milik ibunya. Dulu hanya gara-gara nafkah sejuta saja, Pras selalu diomeli ibunya, hingga akhirnya Vina mengembalikan uang yang belum sempat dibelikan apapun olehnya itu.
"Dek... aku." Jantung Vina, berdebar tak karuan menunggu kalimat selanjutnya yang akan terucap dari bibir suaminya.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Jangan lupa untuk selalu memberi dukungan berupa like, komen, dan vote atau giftnya. 🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Dewi Dama
sedih bangat baca nya..thorrr....kasian bangat sm vina
2024-05-20
0
susi 2020
🙄🙄🙄🙄
2023-04-25
2
susi 2020
🥰🥰🥰
2023-04-25
0