Melihat rumah sepi, meskipun Hana dan Suga sudah mengucap salam, membuat ke duanya segera menuju ruang tengah. Tak nampak Ibu. Hana memilih langsung masuk dalam kamar, sementara Suga memilih menuju kamar Ibu.
"Bu ... panggil Suga sembari mengetuk pintu, tetapi tak ada jawaban dari dalam kamar dengan penasaran Suga mendorong sedikit pintu kamar, melongokkan sebentar ke dalam kamar.
"Kosong ... ucap Suga pelan."
Menutup kembali pintu kamar, kini menuju ruang makan, sesaat Suga melirik ke arah dapur.
"Sepi ... kemana ibu?" ucap Suga pelan.
Hingga tanganya menyentuh sepucuk kertas yang di tindih dengan gelas. Suga mengambil kertas itu dan membacanya.
"Hem ... kenapa nggak dari tadi aku duduk di sini," ucap Suga sembari meremas kertas itu. Kini memilih menuju ke kamar Hana. "Han, Hana ... tapi tak ada jawaban. Membuka pintunya tumben Hana sudah tertidur," ucap Suga lagi.
Suga memilih berjalan ke ruang tamu, mengunci pintu dan menuju ke kamarnya sendiri. Setelah mandi dan yang lainnya, akhirnya Suga memilih untuk tidur.
Hingga pagi menjelang, hingga suara Hana membangunkan Suga. "Kak, Hana berangkat," pamit Hana terlihat tergesa. Bukannya bangun, Suga malah memilih untuk tidur lagi.
Melihat sang Kakak tak kunjung ke luar dari kamar, akhirnya Hana berangkat dengan naik angkot, cukup lama menunggu angkot.
Namun Hana tetap semangat untuk berangkat, mungkin ini hal terindah untuk Hana, saat Hana mengajar.
"Pak, berhenti," ucap Hana pada Sopir.
Seperti pagi-pagi biasanya Hana melakukan kegiatan belajar mengajar, begitu juga dengan Lolita yang semakin manja dan tak mau lepas dari Hana dan itu membuat teman satu kelas meniru Lolita. Mereka ternyata juga iri saat melihat Lolita selalu menempel pada Hana.
Tak terasa jam pelajaran pun usai, anak-anak pun sudah pulang lebih awal karena persiapan untuk rapotan. Masih dengan kesibukan Hana saat beberapa guru masuk ke ruang kelas.
"Han ... jalan yuk," ajak beberapa Guru muda sepantaran.
Diam sejenak. "Hayo ... sebelum kita sibuk dengan rapotan." Hana langsung menghiyakan ajakan mereka.
"Sebentar, tunggu aku bereskan ini dulu," ucap Hana sembari memasukkan beberapa buku dalam tas nya.
Ini pertana kali Hana keluar dengan beberapa Guru di sekolah ini, setelah hampir setahun Hana bekerja. Jalan bersama mereka membuat Hana sedikit sadar, ada hal yang indah di luar rumah. Namun semua tak membuat Hana nyaman.
Berkali-kali Hana melihat jam tangan.
"Hampir sore," ucap Hana pelan.
Berhenti sejenak. "Maaf, saya pamit pulang duluan ya," ucap Hana pelan.
"Han ... ini kan masih sore," ucap mereka hampir bersamaan. Tak menjawab ucapan mereka, Hana hanya tersenyum.
"Maaf ya, saya duluan," kembali Hana berucap dan melangkah pergi.
Sudah pukul tiga sore, saat Hana ke luar dari Mall, memilih angkot yang sesuai dengan tujuan rumahnya.
"Kenapa aku tadi ikut mereka," ucap Hana menyesal. Hampir setengah jam perjalanan. Belum juga sampai di rumah, tiba-tiba angkot ini mogok.
"Ash ... lengkap sudah," kembali Hana berucap.
Badannya kini sudah letih, hampir satu jam, angkot ini masih mogok. Mengambil ponsel dan mengulirnya sejenak, tetapi kemudian Hana urungkan dan menyimpan kembali benda pipih itu.
Suasana angkot semakin panas, aroma parfum bercampur jadi satu membuat aroma tersendiri yang membuat kepala seketika pening, masih beruntung sore ini langit meredup. Masih di dalam angkot beberapa orang mulai mengomel dan menggerutu. Ada yang membuka kaca angkot dengan kasar dan masih banyak kelakuan yang tak nyaman saat ini.
Aku pun juga mulai menggerutu dalam hati. 'Kenapa aku enggan keluar, hal seperti ini yang tak aku suka,' ucap Hana dalam hati.
Genap satu jam setengah akhirnya angkot, mulai bisa menyala, banyak yang sudah berpindah angkot, tapi tidak dengan Hana, memilih tetap bertahan karena ini angkot yang bisa membawa Hana pulang.
Tiba di rumah selepas bagda magrib, melangkahkan kaki dengan malas, hingga hampir tiba di teras, langkah Hana terhenti sesaat, mendengar suara debat layaknya orang bertengkar. Memilih duduk di teras sembari mendengarkan apa yang mereka debatkan di dalam rumah, samar-samar Hana mendengar beberapa kali namanya di sebut dan itu membuat Hana sedikit heran.
Hingga suara Kak Suga kini yang paling dominan dan Hana dengar dengan jelas.
"Bapak ... ini bukannya zaman Siti Nurbaya Pak!! Ini zaman modern, bukan saatnya nikah muda dan di jodohkan, Hana sendiri masih berusia dua puluh tahun Bapak, biarkan Hana berkembang dan meraih mimpinya Bapak," ucap kak Suga terdengar jelas sekali.
"Bapak dan Ibu, pulang dari rumah Nenek jadi aneh, jangan ikut-ikutan kolot Bapak, kasihan Hana kini terdengar Kak Suga menendang kursi dan membuka pintu dengan kasar.
Hana masih terdiam dan tak percaya dengan apa yang Hana dengar hingga suara Kak Suga mengejutkan.
"Han ... sejak kapan kamu duduk di situ," ucap Kak Suga lirih. Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Kak Suga.
Tanpa banyak bicara Hana langsung memeluk Kak Suga.
"Terima kasih kakak sudah membela Hana di depan Ibu dan Bapak, terima kasih," ucap Hana lagi. Kemudian melepas pelukannya dan melangkah masuk ke dalam.
"Assalammualaikum," ucap Hana dan itu membuat ke dua orang tuannya langsung menoleh.
"Tumben sampai malam Hana?" tanya Ibu sembari menatap.
"Maaf, Hana nggak minta ijin dulu, ini tadi di ajak teman-teman main dulu Bu," jawab Hana pelan.
"Oh ... nggak apa-apa, Ibu senang jika Hana sudah mau pergi dengan teman-teman Hana," ucap Ibu sembari tersenyum.
Mendengar percakapan Hana dengan Ibunya seketika Bapak berdehem tanda tak suka.
Dengan spontan Ibu langsung menyikut lengan Bapak.
"Sudah Hana lekas mandi dan istirahat," ucap Ibu sembari mendorong tubuh Hana masuk kamar.
Begitu masuk dalam kamar, Hana langsung melempar tas punggungnya begitu saja, tak langsung mandi dan mengerjakan shalat, kini Hana memilih membuka tirai jendelannya dan duduk di lantai, bersandar pada tepian ranjang. Menatap langit mendekat ke malam, hatinya sedikit risau dengan apa yang di dengarnya.
'Di jodohkan? timbul tanya di hatinya.'
"Akh ... kenapa Bapak seperti itu? ucap Hana pelan.
"Apa Hana salah jika seperti ini, menyukai tinggal di rumah dan senang berada di kamar ini. Kenapa Ibu dan Bapak menganggap Hana aneh."
Masih dengan termenung, kembali samar-samar terdengar percakapan Ibu dan Bapak. Masih membahas tentang Hana.
"Masa bodoh," ucap Hana sembari melangkah menuju kamar mandi membersihkan diri dan setelahnya mengerjakan shalat yang tertunda.
Setelah shalat, melipat sajadah dan mukena tak terdengar lagi percakapan ke dua orang tuaku, suasana terasa sepi. Melanjutkan apa yang terputus, menyelesaikan tugas sekolah yang sengaja Hana bawa pulang.
Hingga tengah malam, Hana baru menyelesaikan semuanya. Membereskan dan menata nya rapi di atas meja, tersenyum sejenak, akhirnya Hana memilih untuk tidur.
Belum juga Hana terlelap, kini terdengar suara motor yang kencang masuk halaman dan mematikannya.
"Hm ... pukul tiga pagi," ucap Hana pelan. Tak melanjutkan tidurnya kembali, kini memilih untuk berwudhu melakukan shalat malam, sembari menunggu shalat subuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments