Belen memasuki mobil Ibra yang terparkir tepat didepan pintu utama restoran. Bahkan seorang keamanan membukakan pintu untuknya. Betapa dia sangat merasa tak pantas mendapat perlakuan sedemikian dengan penampilannya kali ini yang hanya mengenakan rok jeans selutut dengan kaos polos yang diberi kemeja kotak diluarnya.
Belen kini duduk diposisi kiri kemudi seperti saat berangkat tadi, dan sudah selesai memasang seatbeltnya.
"kita putar arah, jam segini jalan utama menuju area pertokoan macet panjang" ucap Ibra tanpa menoleh kearah Belen dan fokus pada kemudinya.
"ba baik terserah tu ehm abang saja" jawab Belen menurut.
apa ini baik? apa istri tuan Ibra tak akan cemburu dengan kejadian ini, dan juga aku memang belum pernah melihat Oma Riri datang dengan menantunya, apakah tuan Ibra seorang duda?
tunggu aku seperti kenal bau parfume ini, tidak asing sepertinya. Iya ini seperti parfume lelaki ketua mafia semalam, apa mungkin? ah tak mungkin parfume bisa didapat dimana saja.
"kenapa kau melamun?" tanya Ibra yang merasa sepi didalam mobilnya.
"ehm bukan apa apa hanya saja maaf, aroma parfume abang seperti seorang yang menolongku semalam" jawab Belen jujur.
Tanpa Belen sadari Ibra sedikit menelan ludah kasar.
"memangnya kenapa semalam?" tanya Ibra pura-pura tak tahu.
"anda kan pemilik area pertokoan itu apa tidak pernah ada penjaga melapor kalau semalam ada pertempuran antar kelompok mafia?" tanya Belen penasaran.
"ah paling hanya remaja iseng saling lempar batu" Ibra mencoba mengelak.
"bukan tuan eh maksudku abang, mereka adu tembak, ada seorang menghampiriku semalam dia menolongku dari beberapa orang dengan senjata, kami sempat berdekatan dan pafrumenya mirip dengan yang abang pakai, sayang wajahnya ditutup slayer jadi tidak terlalu paham. Tapi jelas pria itu bukanlah abang." Belen kembali menjelaskan situasi semalam.
Kali ini Ibrahim tak menjawab penjelasan Belen dan kembali menyibukan diri dengan kemudinya. Tak lama mobilnya kembali ke toko kue Matahari.
"terimakasih abang sudah repot mengantarku" ucap Belen ramah dengan senyum manisnya.
Dengan hanya mengangguk Ibra menjawab ucapan dari Belen, gadis itupun hanya tersenyum dan menutup pintu mobil.
...
*Seteliti itu gadis itu, sampai aroma parfume pun dia ingat, satu detail yang aku bahkan tak memikirkannya. Tapi parfume bisa dibeli dimanapun bukan. Lain kali aku harus lebih berhati*-hati.
Ibra kembali melajukan mobilnya menuju kantornya. Dia ada janji dengan Louis, Adam juga Raka.
Cukup 10 menit mobil mewah Ibra sudah menempati parkir khusus nya. Dengan langkah cepat ia melangkah menuju ruangannya, sesekali membalas sapaan karyawannya dengan senyum.
tring
Lift yang dia tumpangi sudah berhenti di lantai tempat ruangannya berada.
"Tuan sudah kembali" sapa Jody yang berdiri disamping mejanya nampak baru kembali makan siang.
Ibra hanya mengangguk dan menuju ruangannya.
ceklek
"hei ini ruangan Direktur Utama bukan kantin astaga!" Ibra setengah berteriak melihat sekumpulan orang yang bukan lain Adam, Raka dan Louis sedang selesai menyantap makan siang dari Omanya.
"ya kan kita kira abang mau balik makan siang, taunya makan sama cewe diluar" ujar Adam yang mengambil jus didepannya.
"jangan asal bicara!" seru Ibra pada Adam.
"asal darimana Oma mengirimi foto kalian sedang makan, tapi aku seperti tak asing dengan gadis itu" bela Raka pada Adam.
"dasar kalian!" geram Ibra kemudian duduk di sebelah Louis.
"Laporkan penyelidikanmu" imbuh Ibra.
"sesuai penyelidikan tuan Andreas bukan berasal dari kota ini, 5tahun lalu dia baru pindah disini, memiliki seorang istri dan dua anak perempuan yang bersekolah diluar negeri, jual beli tanah memang pekerjaannya. Standart, tapi yang aneh data sebelum 5tahun itu tak diketemukan" jawab Louis menjelaskan.
"Menarik, bukan sembarang orang yang mudah mengahapus jejaknya, terus kembangkan penyelidikan Louis" jawab Ibra.
"lalu bagaimana dengan kejadian semalam?" tanya Adam tak sabar.
"tunggu, untuk itu kita bahas nanti malam, ini bukan waktu dan tempat yang tepat" potong Ibra segera.
"ah abang disini hanya kita berempat ini juga kantormu dan ruanganmu mana ada peretas disini sementara kita punya divisi cyber terhebat" keluh Adam kesal.
"semua tak menjamin Adam, bagi mereka yang mungkin tahu siapa kalian bisa saja mengutus orang meletakan sesuatu didalam ruangan ini" tambah Louis.
"jika iya kau harus segera melakukan patroli Louis" imbuh Raka.
"nanti malam aku akan melakukan patroli untuk menetralkan kantor" jawab Louis.
Sebentar ruangan Ibra jadi hening, keempat lelaki itu tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
"gadis tadi dia mengenali aroma parfume ku" suara Ibra memecah keheningan itu.
"jangan bahas kencan pertamamu bang, jangan pamer kalo kalian sudah berciuman, kenapa membahas parfume" gumam Adam.
"dasar bocah mesum! bukan itu! apa kau tak ingat semalam aku menyelamatkannya, tadi dia mengatakan mengenal aroma parfume ku, dibilang aroma parfumeku mirip dengan seorang yang menolongnya semalam" jelas Ibra dengan tatapan tajam ke Adam.
"kau tidak mengelak bahwa parfume bisa dibeli dimana saja?" tanya Raka.
"iyaa dia mungkin sudah berspekulasi demikian" jawab Ibra dengan menyilangkan tangannya didepan dadanya.
Sesaat kemudian ketiga pria itu kembali ke ruangan masing-masing meninggalkan Ibra yang mulai membuka-buka map diatas mejanya.
Entah apa yang terjadi fokusnya terbagi, kali ini bukan persoalan Galaxy yang terus diserang secara tiba-tiba tapi karena Belen. Dia seakan terpukau melihat Belen begitu menyayangi Divya dan meladeninya dengan telaten.
*Apa yang tengah aku pikirkan tak biasanya aku memikirkan wanita. Dia bahkan hanya wanita biasa tak seperti wanita lain yang berada disekitaranku. Wanita dengan tubuh sexy, dari kalangan pebisnis, model maupun selebriti. Tapi dia baru menemui seorang wanita yang begitu menyanyangi anak kecil dan itu bukan anaknya ataupun saudaranya. Dan tak biasanya Oma mengajak wanita asing ikut makan bersama, mungkin saja hanya karena merasa bersalah atas kejadian semalam. Ah tunggu sebelum tahu masalah ini Oma bahkan memintaku untuk memberi keringanan pada Belen soal kontrak toko. mungkin saja Oma benar*-benar menyukai kue nya.
Bayangan Belen malah melayang dibenaknya, teringat kali pertama dia menjemput Oma dan Divya beberapa bulan lalu di toko kue itu. Dia terlihat lebih cantik dengan dress panjang sebawah lutut dan rambut terikat kuda. Beda dengan kejadian semalam saat melihatnya memegang senjata api, walau belum melihatnya menggunakannya, tapi itu cukup istimewa.
Dengan pikiran yang bercampur banyak urusan Ibrahim tak bisa berkonsentrasi penuh, dia malah memutuskan untuk keluar ruangannya sebentar sekedar mencari udara dan melakukan cek pada karyawannya. Ibra berjalan menuju Divisi Cyber tempat Louis berada.
Pengecekan beberapa program keuangan dan kemanan sepertinya cukup membuat konsentrasinya kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments