Jam 11 siang selalulah Nyonya Riyanti Ankawijaya mengunjungi toko roti yang berada satu lokasi dengan gedung kantor milik keluarga Ankawijaya. Tak bosan dia selalu memilih menikmati kue kue lezat toko kue Matahari untuk jadi dessert makan siangnya juga cucu cucu kesayangannya.
tring
Bunyi bel dibalik pintu kaca toko kue Matahari lengganan Oma Riri terdengar memenuhi toko kue yang tak terlalu besar itu.
"selamat siang Oma Riri" sapa seorang pelayan di toko kue.
"ah iya siang Sella" ucapnya ramah membalas sapaan gadis dengan celemek merah muda.
"Oma mau cari kue apa hari ini?" tawar Sella melayani pelanggan setia di toko itu.
"ehm nampaknya semua sudah oma cicipi, oma mau bertemu Belen saja" ucap Oma Riri dengan senyum khas orangtua yang mengembang dimukanya yang mulai keriput.
"baik, Oma tunggulah dulu" tak lama kemudian Sella menuju pintu dibelakang meja kasir.
Seorang gadis dengan celana jeans kulot putih, mengenakan kemeja kotak-kotak biru melangkah mendekati Oma Riri.
"selamat siang Oma" sapanya riang, meraih tangan Oma Riri dan menciumnya.
"hai sayang, tolong bantu oma kali ini, oma bingung mau kue apa" kekeh Oma Riri menggandeng Belen.
"Oma sudah mencicipi semua kue yang ada disini, tapi sepertinya brownies coklat ini tak akan membuat lidah Oma bosan" Belen mengambil sepotong brownies yang didisplay.
"tepat sekali Belen, brownie coklat ini memang kesukaan oma, lembut dan manis sepertimu" ucap Oma Riri sambil mencubit pipi Belen.
Ya begitulah Oma Riri memperlalukan Belen, seperti cucunya sendiri. Sangat menyeyangi Belen dengan sifat-sifat polosnya. Apalagi perlakuan Belen terhadap Divya cicitnya satu-satunya.
"Omaaaa!" teriakan Divya memenuhi toko roti Belen yang tak begitu luas itu.
"hai sayang, kamu mau apa hari ini?" ucap Oma Riri yang sudah merengkuh tubuh kecil Divya yang dibalut seragam sekolah TK.
"Divya yang manis mau puding coklat?" tanya Belen dengan tangan menyubit gemas pipi bocah 5th yang bulat itu.
"tante Belen!" kini Divya beralih kepelukan Belen dan dengan senang berada digendongan gadis dengan rambut hitam sepunggung itu.
Oma Riri selalu senang melihat kedekatan Divya dengan Belen. Divya ditinggal kedua orang tuanya saat usianya 2tahun, penyerangan mengerikan dimalam itu masih teringat jelas dibenak Nyonya Riyanti. Anak laki-laki serta menantunya menaruhkan nyawa demi menyelamatkannya dan juga Divya.
Setelah beberapa kue dikemas dalam paperbag ukuran tanggung Belen kembali merengkuh tubuh Divya.
"habiskan makan siangmu kemudian baru pudingnya oke anak manis? Besok tante akan buatkan puding yang lebih enak lagi" ucap Belen merayu gadis kecil yang sedang susah makan itu.
"kau dengar sayang? tante Belen tidak akan membuatkan Divya puding jika makananmu tak habis" sambung Oma Riri menggandeng Divya.
Setelah satu dua kata Oma Riri juga Divya menuju pintu keluar toko kue Matahari.
Saat pintu hendak dibuka ia berpapasan dengan seorang lelaki dengan pakaian kemeja rapi, ya dia salah satu orang bawahan Ibra, lelali itu pun menunduk menyapa.
Oma Riri menghentikan langkahnya didepan pintu kaca, mengetahui bahwa orang tersebut bertugas menagih uang pembayaran.
"selamat siang pak Johan" sapa Belen kemudian.
"siang, bagaimana sisanya nona Belen ini sudah tempo yang ditentukan, jika ini kau telat lagi kau harus mencari kontrakan toko lainnya!" tanpa basa basi Johan mengancam Belen.
"ah iya pak Johan, saya sangat paham, bolehkah saya membayar separo terlebih dahulu untuk kontrak setahun kedepan?" tanya Belen sopan.
"Mana ada seperti itu, jika tak cukup carilah pertokoan yang murah diluar sana, apa yang harus kulaporkan pada bosku bila begini" ucap Johan dengan nada tinggi.
"saya mohon pak Johan memberi waktu satu minggu lagi" pinta Belen.
"Lebih baik kau mulai berkemas!" Johan berjalan menuju pintu keluar namun terhadang seorang disana.
"ah Nyonya Riyanti, anda belum pergi?" sapanya halus mengenali seorang yang berada diambang pintu keluar.
"apa yang terjadi?" tanya Oma Riri pada Johan.
"penyewa toko ini telat memperpanjang kontrak nyonya, sudah 2minggu keterlambatannya, tuan Ibra bisa marah karna ini" jelas Johan menunduk.
"jangan pernah ganggu gadis ini!" seru Oma Riri pada Johan.
"ta tapi Nyonya dia.."
"aku yang akan urus, masalah Ibra itu gampang saja" ucap Oma Riri memotong perkataan Johan.
Belen yang mendengar soal itu ternganga, bagaimana Oma Riri bisa membuat Johan takut. Apa hubungannya Oma Riri dengan pertokoan yang dia tempati.
Dengan ragu Belen menghampiri Oma Riri yang telah ditinggal Johan.
"Oma Riri, maaf anda harus mendengar permasalahan disini" ucap Belen dengan menunduk.
"katakan padaku jika kau punya masalah, tenanglah pria tadi tidak akan mendatangimu lagi, bayarlah sesuai kemampuanmu" Oma Riri menepuk pelan pundak Belen.
"Ma maksud Oma apa? Belen kurang paham" Belen masih ternganga mendengar perkataan wanita paruhbayah itu.
"bukan masalah Belen, pertokoan ini milik cucu oma, oma akan bilang padanya untuk memberimu kelonggaran waktu" lagi-lagi Oma Riri memberi senyum hangat.
Belen yang tak tau harus berkata apa ia hanya mampu memeluk tubuh Oma Riri. Berterimakasih hanya itu yang bisa dia lakukan.
"tak usah berlebihan Belen, suatu saat oma pasti akan ganti minta bantuan padamu" ucap wanita yang rambutnya mulai memutih itu pada Belen.
"apapun oma, apapun" Belen melepas pelukannya dan tersenyum.
"oma tak mau jauh-jauh dari brownies coklat kesukaan oma" imbuh Oma Riri sebelum masuk kemobilnya.
Belen tak tau selama ini pelanggannya adalah pemilik toko yang ia tempati bahkan area ruko tersebut. Dari tampilan juga mobil mewahnya memanglah Oma Riri terlihat dari keluarga kayaraya, namun tak mengira adalah pemilih tempat ia berdiri sekarang.
...
Tepat jam 12 Oma Riri memasuki lantai tempat ruangan Ibrahim berada. Dengan menggandeng Divya ditangan kanannya dan paperbag berisi kue-kue ditangan kiri. Dan dibelakangnya berjalan seorang security membawakan dua rantang makan siang.
Jody yang melihat Nyonya besar mengarah kearahnya dengan sigap membenarkan pakaiannya, berdiri dan memberi sapaan.
"Jody apakah Adam sudah didalam?" tanya Oma Riri dengan suara berwibawa.
"sudah Nyonya, 5menit lalu" jawab Jody cepat.
Tak lama menjawab Jody membukakan pintu ruangan Ibrahim untuk Nyonya Riyanti, Divya juga security yang membawakan rantang makanan.
"Dady!" seru Divya berlari kearah Ibra.
"hai anak manis" Ibra langsung menggendong gadis kecil dengan rambut di ikat dua.
"Oma tumben lama sih" keluh Raka membuka susunan rantang.
"gue yang cucunya aja engga seberharap lu!" seru Adam melihat Raka yang sangat bersemangat.
Adam adalah adik sepupu Ibra, nasib mereka tak jauh berbeda, namun sikap Adam lebih lembut terutama pada wanita.
Ibra memangku tubuh Divya disofa single, memperhatian bocah kecil itu dengam kasih sayang.
"Dady Yaya punya puding coklat" ucap gadis TK itu.
"oya? setelah makan siang Divya baru boleh makan pudingnya ya" jawab Ibra sambil mencubit pipi bulat Divya.
"om Adam dikasih ya Divya?" goda Adam yang tak tahan dengan kegemasan keponakannya itu.
"engga boleh pudingnya satu punya Yaya aja!" bocah itu cemberut lucu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments