"Dia Nona Salwa, Tuan. Tunangan Anda," bisik Romi yang berada di belakang Abraham. "Em ... Biasanya Tuan Ibra akan mencium pipinya saat bertemu," lanjut Romi dengan ragu.
Abraham pun berjalan mendekati Salwa, mencium pipi dan duduk di samping gadis itu. Hal itu tentu saja membuat Salwa terkejut. Sebulan yang lalu mereka bertengkar hebat, tetapi hari ini pria itu bertingkah seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tingkahnya juga terlihat berbeda. Bolehkah gadis itu menaruh curiga?
Entah Salwa harus bersyukur atau tidak. Masalah mereka bukanlah sesuatu yang bisa gadis itu tolerir. Dia tidak suka sebuah pengkhianatan, apalagi mereka sudah bertunangan dan berencana menikah.
Satu bulan yang lalu, Salwa memergoki Ibrahim memasuki sebuah hotel bersama dengan seorang wanita seksi. Awalnya dia berusaha berpikir positif jika itu adalah rekan kerjanya. Namun, sudut hatinya menolak, akhirnya gadis itu membuntuti tunangannya. Benar saja mereka memasuki sebuah kamar, hanya berdua.
Salwa meminta kunci kamar yang di tempati calon suaminya pada pemilik hotel. Namun, mereka menolak dengan alasan itu masalah privasi. Gadis itu tidak hilang akal, dia menghubungi calon mertuanya dan mengatakan jika Salwa ingin memberi kejutan.
Syakila pun menghubungi pihak hotel dan meminta mereka memberi gadis itu kuncinya. Hotel ini memang milik keluarga Handi jadi sudah pasti mereka menurutinya. Akhirnya semua terbongkar, Ibra bermain api di belakangnya dan pertengkaran pun terjadi.
Selama ini Salwa tidak pernah menaruh curiga pada Ibra karena pria itu selalu memperlakukannya dengan baik. Sikap pria itu pada orang lain pun sangat sopan. Siapa yang tahu jika dia sama bejatnya seperti pria di luaran sana.
Salwa menatap pria yang ada di sampingnya. Gadis itu merasa ada sesuatu yang aneh dengan tunangannya. Sikap dan tingkah lakunya berbeda. Apa Ibra mengalami amnesia dalam satu bulan ini? Begitu pikirnya.
Tidak berapa lama, Anton datang bersama dengan sekretarisnya yang cantik dan seksi. Salwa berdecih pelan. Namun, Abra masih mendengarnya.
"Dia Anton, calon mertua Anda dan Anda memanggilnya papa. Di sampingnya Sheyla, sekretaris sekaligus kekasihnya," bisik Romi dengan sangat pelan takut jika Salwa mendengar.
Abra mengerti sekarang, pantas saja gadis di sampingnya ini seperti tidak menyukainya. Ternyata ada calon mama tiri.
"Apa kabar, Ibra? Sudah lama tidak bertemu. Satu bulan ini aku hanya bisa menemui sekretarismu ini," ujar Anton sambil mengulurkan tangan.
"Baik, kemarin aku ada urusan di luar negeri jadi, semua urusan aku serahkan pada Romi," sahut Abra sambil mengulurkan tangannya.
Mereka pun membahas masalah bisnis. Sementara Salwa sudah kebosanan, dia ingin segera pergi dari ruangan ini. Hingga akhirnya urusan pengusaha itu selesai. Makanan juga sudah terhidang di meja dan semua orang pun menikmatinya.
Salwa menatap tunangannya, dia semakin melihat keanehan pada diri Ibra. Pria itu sebelumnya tidak suka jus alpukat. Pernah gadis itu memaksanya dan berakhir muntah, tetapi kini tunangannya seperti sangat menikmati jus itu.
"Salwa, kenapa kamu tidak makan?" tegur Anton.
"Iya, Pa. Aku masih kenyang jadi agak malas," kilah Salwa. Dia tidak mungkin mengatakan kecurigaannya. Gadis itu akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Salwa pun ikut memakan hidangannya, sambil memikirkan bagaimana cara mencari tahu tentang Ibra. Setelah semua orang selesai makan Anton dan Sheyla pergi lebih dulu.
"Romi, kenapa kamu masih di sini? Biasanya kamu paling tahu, kan, apa yang harus kamu lakukan?" tanya Salwa sambil memperhatikan wajah Romi.
"Oh, i—iya, saya akan tunggu di luar." Romi segera keluar dari ruangan. Dia berharap majikannya tidak melakukan kesalahan.
Kini hanya tinggal mereka berdua di ruangan ini. Tidak dipungkiri Abra merasa khawatir jika kebohongannya terbongkar, tetapi dia berusaha untuk terlihat baik-baik saja.
"Apa tidak ada yang ingin kamu katakan?" Pancing Salwa.
Abra berpikir sejenak sebelum menjawab, "Tidak ada."
"Tidak ada? Semudah itukah kamu mengatakannya. Apa kamu tidak sadar sejauh apa kamu menyakitiku? Tidakkah kamu meminta maaf padaku atas apa yang sudah kamu lakukan!" pekik Salwa membuat Abra bingung.
Romi tidak mengatakan apa pun tentang masalahnya dan Salwa lalu, apa yang harus dikatakannya sekarang. Apa Abra harus meminta maaf atas kesalahan yang tidak dia ketahui? Itu terdengar seperti orang bodoh.
Diam-diam Salwa memperhatikan ekspresi tunangannya itu. Seperti perkiraannya, ada sesuatu yang tidak beres. Gadis itu berpikir, apa mungkin Ibra mengalami kecelakaan dan amnesia? Jika benar, kenapa tidak ada seorang pun yang memberitahunya?
"Kenapa kamu diam?" tanya Salwa lagi.
"I—iya, A—aku minta maaf," ucap Abra. Sebaiknya minta maaf saja daripada jadi masalah nanti. Misinya masih sangat panjang.
"Hanya begitu saja?"
"Memang apa lagi?" tanya Abra kesal.
"Sudahlah, lupakan saja. Sekarang antar aku pulang."
"Baiklah, ayo!"
Salwa lagi-lagi tercengang. Biasanya Ibra akan menolaknya dengan berbagai alasan, tetapi sekarang pria itu setuju begitu saja, tanpa ada perdebatan panjang. Ibra pergi lebih dulu, diikuti Salwa di belakangnya.
Selama perjalanan, tidak ada seorang pun yang berbicara. Tentu saja membuat suasana membosankan.
"Maaf, Nona Salwa belum bekerja?" tanya Romi memecah keheningan.
"Tidak, bukankah sebentar lagi aku akan menikah. Suamiku orang kaya, aku tidak perlu lagi mencari uang. Iya, kan, Sayang?" Salwa bergelayut manja di lengan Abra dengan tersenyum. Pria itu diam saja sambil memainkan ponsel.
*****
"Bagaimana keadaan putra saya, Dok?" tanya Syakila.
Saat ini jadwal pemeriksaan terhadap Ibra. Setiap satu Minggu sekali dokter akan datang untuk memeriksanya. Mereka berharap ada keajaiban untuk pria itu.
"Masih seperti sebelumnya, Bu. Kami sedang mengusahakan mencari obatnya. Bapak dan Ibu tenang saja," jawab dokter itu. "Kalau begitu saya permisi."
Handi dan Syakila mengangguk saja tanpa mengatakan sesuatu. Sebagai orang tua, tentu mereka merasa sedih melihat anak mereka terbaring di atas ranjang dengan tidak berdaya seperti itu.
"Apa, Papa, yakin bisa menemukan pelakunya?" tanya Syakila pada suaminya saat dokter sudah pergi.
"Papa yakin dengan kemampuan Abra. Dari dulu dia akan mengusahakan apa pun yang kita inginkan."
"Apa ini tidak keterlaluan untuknya? Sudah sepuluh tahun kita tidak peduli padanya, tetapi kini kita malah menyusahkannya."
"Dia anak kita, sudah sepatutnya dia membantu dan menuruti keinginan kita."
Syakila tidak menanggapi lagi. Percuma berbicara dengan suaminya, pria itu tidak akan mau mengalah. Dia berharap Abra baik-baik saja. Wanita itu tidak ingin putra sulungnya bernasib sama seperti Ibra.
"Papa mau pergi dulu, jangan lupa mengunci pintu saat keluar nanti." Handi segera pergi tanpa menunggu jawaban dari istrinya.
Syakila hanya memandangi wajah putranya. Dia berpikir, apa ini karma baginya karena sudah membedakan kasih sayang antara Abra dan Ibra? Wanita itu akui jika lebih menyayangi Ibra daripada kakaknya, itu karena putra keduanya lebih pintar.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
Handi .. bapak egois
Syakila ... ibu pilih kasih
gada yg bener ... 😓
2022-12-07
1
Helen Apriyanti
mungkin ibra lbih ptakioan x yh org ny d bnding abra yg pendiam dn dingin sdingin es hee
2022-08-18
0
Helen Apriyanti
hrs ny jgn gt donk mma syakila jgn mmbedakn ank hny krn adekny lbih pintar dn lbih d syangi.. hrs sm rata dlm hlnap pun trutama ksih syg seorg ibu ..
2022-08-18
0