Pagi-pagi sekali, tidur Abraham terusik dengan suara berisik dari depan kamarnya. Suara teriakan disertai gedoran membuat pria itu mendengus kesal. Dia sangat tahu siapa pemilik suara itu. Terpaksa Abraham turun dari ranjang untuk membukanya jika tidak, maka orang itu tidak akan berhenti.
"Kakak!" teriak Serina—adik Abraham—saat Abraham membuka pintu.
Gadis itu segera memeluk kakaknya, membuat Abraham mendengus kesal karena istirahatnya diganggu. Pria itu masih ingin istirahat sebelum melakukan tugas yang diberikan ayahnya.
"Kamu ganggu saja. Aku mau istirahat, sudah sana!"
"Ih, Kakak kok gitu, aku tuh masih kangen sama Kakak," ucap Serina sambil cemberut.
"Sudah nggak usah lebay, sana pergi kuliah."
Serina mencebikkan bibirnya kesal. Kakaknya yang satu ini memang selalu dingin, tidak seperti Ibrahim yang hangat. Akan tetapi, gadis itu lebih menyayangi Abraham yang selalu mau melakukan apa pun untuknya.
"Dipanggil Mama tuh, kita sarapan bersama," ucap Serina dengan ketus dan berlalu meninggalkan kakaknya.
Abraham menggelengkan kepalanya. Sepertinya mulai hari ini hidupnya tidak akan tenang, penuh dengan aturan. Tidak seperti saat dirinya di luar negeri, selalu bebas. Pria itu terpaksa menuruti keinginan mamanya untuk sarapan bersama. Dia tidak ingin membuat wanita yang disayanginya itu sedih.
Setelah selesai membersihkan diri, Abraham pergi ke ruang makan. Di sana sudah ada keluarganya dan seorang pria yang berdiri di belakang papanya.
"Abra, ayo, sini! Kita sarapan dulu!" ajak Syakila.
"Mulai hari ini, panggil dia Ibra. Kalian sudah tahu itu, kan?" tegur Handi.
Semua orang mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Mereka tahu jika Handi bukan orang yang bisa dibantah. Semua yang ada di rumah ini harus menuruti perintahnya, suka atau tidak suka.
"Ibra, ini adalah Romi. Mulai hari ini dia yang akan menjadi asistenmu. Dia juga nanti yang akan memberitahu semua kegiatan Ibra dan siapa saja orang terdekatnya."
Abraham menatap Romi dan diangguki oleh pria itu. "Apa aku juga harus bekerja seperti Ibra?"
"Sudah aku katakan. Kamu akan melakukan semua kegiatan Ibrahim sebelumnya."
"Bagaimana jika aku tidak berhasil menemukan pelakunya dan Ibra masih terbaring di atas ranjang seperti itu. Apa selamanya aku harus menjadi Ibra?"
Semua orang menatap Handi, menunggu pria itu buka suara. Hingga beberapa menit, dia mengatakan sesuatu yang membuat semua orang terkejut. Bukankah itu sama saja membunuh jiwa Abraham secara perlahan?
"Jika memang itu yang harus dilakukan, kenapa tidak?"
"Pa, aku juga punya kehidupan di luar negeri. Aku tidak bisa selamanya tinggal di sini!"
"Maka kamu harus berusaha menemukan pelakunya. Lagi pula dunia tidak tahu jika aku memiliki anak kembar. Orang tahunya aku hanya memiliki satu anak laki-laki dan satu perempuan jadi tidak masalah jika kamu menjadi Ibra."
"Itu karena Papa tidak pernah mengakuiku sebagai anak."
"Kamu sendiri yang memilih tinggal di luar negeri, sekarang kamu malah menyalahkan Papa!"
"Sudah, sebaiknya kita sarapan dulu. Tidak baik berdebat di meja makan," sela Syakila. "Romi, ayo, kamu ikut sarapan juga!"
"Tidak usah, Nyonya. Saya sudah sarapan," tolak Romi yang sedari tadi hanya diam.
Abraham mengusap wajahnya kasar. Hilang sudah selera makannya. Pria itu memiliki bisnis yang besar di luar negeri tanpa orang tuanya ketahui. Selama ini semua orang hanya mengetahui jika dia bekerja di perusahaan orang lain. Nyatanya itu adalah perusahaan sendiri.
Tidak ingin membuat mamanya bersedih, Abraham memulai sarapannya dengan enggan. Dia harus bekerja keras untuk menemukan pelakunya. Pria itu tidak bisa bergerak sendiri, pasti akan membutuhkan waktu lama. Abraham akan meminta anak buahnya untuk datang dan membantu. Dia percaya mereka pasti dapat menemukan pelakunya dengan cepat. Seperti pekerjaan sebelum-sebelumnya.
Setelah selesai sarapan, Abraham memasuki ruang kerja Ibrahim. Romi mengikutinya dan menjelaskan apa saja pekerjaan Ibra dan orang-orang di sekitarnya, termasuk jajaran direksi di perusahaan. Asisten itu menjelaskan jika selama ini atasannya itu cukup dekat dengan semua bawahannya.
Banyak sekali yang harus diingat oleh Abraham, hingga dia mengangkat telapak tangannya saat Romi masih menjelaskan semuanya. Pria itu semakin pusing mendengar asistennya menjelaskan satu persatu.
"Sebaiknya kamu ikut ke mana pun aku pergi. Saat ada orang yang ingin mendekatiku, kamu bisiki aku saja siapa mereka. Itu lebih mudah daripada aku menghafal wajah dan nama orang sebanyak ini."
"Baik, Tuan. Anda hanya perlu mengingat wanita ini." Romi memperlihatkan sebuah foto dan berkas. "Dia adalah tunangan Anda. Semua data-datanya ada di sini."
"Tunanganku? Geli sekali mendengarnya," gumam Abraham.
Dia sama sekali tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan dengan serius. Memang pria itu sering bergonta-ganti pacar, tetapi itu hanya untuk hiburan saja. Abraham juga tidak pernah melakukan hubungan terlarang, dia tidak suka s*x bebas. Selama pacaran pun hanya sebatas ciuman saja.
"Salwa Al Farizy, nama yang bagus." Abraham hanya membaca namanya tanpa mau tahu tentang gadis itu. Baginya tugas ini hanya sementara, jadi semua itu tidaklah penting baginya.
"Tuan, sebaiknya kita segera ke kantor. Sudah satu bulan Anda tidak datang. Banyak yang berspekulasi mengenai Anda."
"Memang apa yang mereka bicarakan tentang Ibra?"
"Ada yang berasumsi jika Tuan besar telah memberhentikan Anda. Ada juga yang mengatakan Anda kabur dari rumah karena tidak tahan dengan tekanan Tuan besar."
Abraham tertawa mendengar jawaban dari asistennya. Sepertinya semua orang sangat tahu tabiat Handi. Romi yang melihat itu pun merasa aneh karena baginya itu bukanlah hal yang lucu.
"Baiklah, ayo kita pergi." Abraham berjalan lebih dulu diikuti Romi di belakangnya.
Mereka menaiki mobil yang disopiri Pak Yanto. Selama perjalanan Romi memberikan berkas pada Abraham untuk bahan meeting nanti siang. Asisten itu tahunya jika atasan barunya hanyalah karyawan biasa karena itu dia memberikan berkas untuk dipelajari. Romi tidak tahu jika Abraham sangat hebat dalam berbisnis.
Romi sedari tadi melirik ke arah atasannya lewat kaca spion di depannya. Dia melihat Abraham sama sekali tidak tertarik untuk membaca berkas yang pria itu berikan. Romi sangat takut jika meeting akan berantakan. Proyek ini sangat penting bagi perusahaan.
Begitu sampai di depan perusahaan, Abraham segera turun dari mobil diikuti asistennya. Romi berjalan sangat dekat dengan atasannya, takut jika ada seseorang yang menegur mereka. Benar saja saat akan memasuki lift seorang pria paruh baya menegur Abraham.
"Pria yang datang dari arah kiri yang tersenyum pada kita namanya, Pak Bima. Dia direktur keuangan," bisik Romi.
"Apa kabar, Pak Bima," sapa Pak Bima dengan mengulurkan tangannya.
"Baik."
Bima menyernyitkan keningnya karena merasa aneh dengan sapaan Ibra. Biasanya atasannya ini akan bicara panjang lebar. Entah itu menanyakan tentang perusahaan atau masalah pribadi.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Olan
Mampir di Bad Husband ya guys
2023-02-27
0
Helen Apriyanti
smngttt thorr upny
2022-08-18
0
Iqlima Al Jazira
next thor..
semoga misteri tentang pelakunya segera terungkap
2022-06-10
1