Romi yang melihat itu pun segera mengajak Pak Bima berbincang, hingga lift terbuka dan Romi pun pamit lebih dulu. Pria itu tidak ingin penyamaran Abraham terbongkar. Dia juga ingin tahu siapa yang sudah melakukan ini pada atasannya.
"Apa dia orang yang dekat dengan Ibra?" tanya Abraham saat berada di dalam lift.
"Iya, Tuan. Terkadang Tuan Ibra pergi makan siang berdua bersama dengannya."
"Berdua saja? Kamu tidak ikut?"
"Tidak, Tuan. Tuan Ibra bilang, dia ingin berbincang santai dengan Pak Bima jadi, beliau melarang saya ikut."
"Apa papa tahu jika Ibra sering bersantai dengan mereka?"
"Tidak, Tuan. Tuan Ibra melarang saya mengatakannya karena itu hanya obrolan biasa saja."
"Kenapa kamu menurutinya? Bisa saja, kan, orang yang mencelakainya itu Pak Bima."
Romi terdiam, dia tidak memikirkan sejauh itu. Selama ini Ibra baik-baik saja jadi dia tidak pernah memikirkannya. Atasannya juga terlihat bahagia setelah pergi.
"Saya hanya kasihan pada Tuan Ibra yang hidupnya selalu dikekang. Dia tidak bisa melakukan apa pun sesuka hatinya. Namun, saat dia bilang ingin bersantai dengan pegawai kantor, saya tidak mempermasalahkannya karena saya yakin para pegawai tidak ada yang berani menyakitinya. Tuan Ibra juga kembali dengan wajah bahagianya. Saya tidak tega jika harus menghancurkan kebahagiaannya."
Abraham menganggukkan kepalanya. Handi sepertinya melewatkan poin ini. Dia juga perlu menyelidiki setiap pegawai yang dekat dengan Ibra dan yang sering pergi bersama. Pria itu akan menunggu saat pegawai mengajak pergi bersama.
"Apa kamu tahu ke mana mereka biasa pergi?"
"Tidak, Tuan," jawab Romi dengan menundukkan kepalanya.
Dia merasa menjadi bawahan yang tidak berguna di depan Abraham. Semua pertanyaan pria itu seperti tengah memojokkannya. Apa atasan barunya ini mencurigainya? Romi memang pantas untuk dicurigai. Tuan Handi juga sebelumnya sudah memeriksanya. Namun, dia tidak menemukan bukti apa pun.
Akhirnya mereka sampai di lantai ruangan Ibra. Tampak seorang wanita dengan pakaian seksi duduk di depan ruangan. Dia berdiri saat melihat atasannya datang.
"Namanya Sisca, dia asisten Anda juga," bisik Romi.
"Selamat pagi, Pak," sapa Sisca dengan tersenyum.
"Hemm."
Abraham dan Romi memasuki ruangan diikuti Sisca di belakangnya. Wanita itu berdiri di depan meja sambil melirik ke arah atasannya dan Romi.
"Maaf, Pak. Jadwal Anda hari ini adalah jam sepuluh ada meeting dengan para direksi dan saat jam makan siang ada pertemuan dengan Tuan Anton Al Farizy."
Abraham hanya diam, akhirnya Romi yang bersuara. "Sisca, panggil dua OB untuk memindahkan mejaku ke ruangan ini. Aku ada pekerjaan penting dengan Tuan Ibra jadi, kami harus sering berkomunikasi. Akan lebih efisien jika kami satu ruangan."
Meskipun merasa aneh, tetapi Sisca mengangguk saja. Dia melirik atasannya dan lagi-lagi pria itu hanya fokus pada kertas di depannya. Wanita itu membuang napas dengan pelan kemudian pamit.
"Saya undur diri, Tuan."
Sisca kembali ke mejanya dan menghubungi pantry untuk mengirim dua OB ke ruangan direktur. Tidak berapa lama, dua orang laki-laki berada di depannya. Wanita itu membawa mereka ke ruangan direktur, selanjutnya Romi yang memberi perintah.
'Kenapa tiba-tiba Romi meminta satu ruangan dengan Tuan Ibra? Apa Romi sudah mengetahui sesuatu?' tanya Sisca dalam hati. Dia sedikit was-was, takut jika memang apa yang dikhawatirkannya terjadi. Bisa-bisa dia kehilangan uangnya.
*****
"Siang ini datanglah ke perusahaan. Kita ada meeting dengan Ibra," ucap Anton pada Salwa—putrinya.
"Kenapa aku harus ikut. Ini pekerjaan papa, tidak ada urusannya denganku," kilah Salwa.
"Kamu itu tunangannya jadi kamu pasti bisa merayu dia agar menerima kerjasama kita! Tidak ada penolakan!"
Anton segera pergi meninggalkan Salwa seorang diri. Gadis itu diam dengan memandangi makanannya. Sudah satu bulan dia tidak bertemu dengan tunangannya sejak kejadian hari itu. Salwa tidak yakin semua akan baik-baik saja saat mereka bertemu nanti.
Papanya akan sangat marah nanti jika tahu dirinya dan Ibra sedang terlibat perselisihan. Akan tetapi, semua murni kesalahan tunangannya. Gadis itu tidak melakukan apa pun. Ingin sekali Salwa memutuskan pertunangan ini, tetapi dia tidak bisa berbuat apa pun. Jika sampai itu dilakukannya, perusahaan Anton akan dalam masalah.
"Non, apa Anda baik-baik saja?" tanya Bik Sumi—ART di rumah ini.
"Baik, Bik. Jangan khawatir," jawab Salwa dengan tersenyum. "Aku ke kamar dulu, ya, Bik."
Salwa pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Bik Sumi. Wanita paruh baya itu memandangi anak majikannya dengan pandangan iba. Dia sangat tahu bagaimana kehidupan gadis itu. Selalu dalam tekanan dan kekangan. Apa pun yang dilakukannya harus atas izin dari sang papa.
Dari kecil hingga kini, Salwa tidak pernah memiliki teman. Setiap kali dia dekat dengan seseorang, baik laki-laki atau perempuan, Anton akan menghukumnya. Dunia gadis itu hanya berputar di rumah dan papanya. Tidak jarang dia mendapat ejekan dari teman-temannya. Namun, itu hanya berlangsung satu hari karena besoknya Anton akan membereskan pelaku tersebut.
Siang hari, Salwa bersiap untuk pergi. Pak Heri—sopir keluarga ini, sudah siap menunggu di depan rumah. Gadis itu segera naik mobil dan pergi ke perusahaan.
"Tadi Tuan Anton berpesan, kalau sebaiknya Nona menunggu di restoran saja," ucap Heri yang diangguki Salwa.
Entah apalagi rencana papanya kali ini. Dia hanya bisa mengikuti saja. Selalu seperti ini, kan! Dia hanya boneka yang bisa digerakkan oleh Anton sesuka hati. Ingin sekali gadis itu lepas dari penjara ini, tetapi papanya tidak akan melepaskannya begitu saja.
Dulu dia juga pernah kabur dari rumah karena sudah tidak tahan dengan perlakuan papanya. Namun, Anton berhasil menemukannya. Pria itu menghukum Salwa dengan mengunci gadis itu di ruang bawah tanah dan tidak memberinya makan selama tiga hari.
Sejak saat itu Salwa selalu melakukan apa pun perintah sang papa. Dia sangat tahu bagaimana kejamnya Anton. Gadis itu juga pernah melihatnya menembak anak buah yang berkhianat dan memberikan tubuhnya pada binatang buas. Sungguh mengerikan sekali, membayangkan saja sudah membuat bulu kuduk merinding.
"Sudah sampai, Non. Tuan Anton sudah memesan ruang privat atas nama Tuan Anton. Anda bisa mengkonfirmasinya," ujar Pak Heri.
"Terima kasih, Pak."
Salwa segera turun dari mobil dan memasuki restoran. Dia menanyakan pada resepsionis mengenai ruangan yang dipesan papanya. Seorang pegawai mengantarkannya ke sebuah ruangan privat. Gadis itu duduk seorang diri dengan memainkan ponselnya.
Tidak berapa lama pintu terbuka, tampak dua orang pria seumuran memasuki ruangan. Salwa hanya menatap sekilas kemudian beralih pada ponselnya lagi. Seperti tidak peduli pada orang yang datang itu.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Cinta Suci
masa orang gitu
2022-10-01
0
Helen Apriyanti
parah bgt sich ppa ny kwjam swkali kasian salwa
2022-08-18
0
Iqlima Al Jazira
kasihan salwa thor.
semoga kelak bisa berbahagia bersama Abra
2022-06-10
1