Chapter 4

"Pagi bu.." Sapa Karin yang baru tiba di ruang makan pada ibu yang tengah sibuk menyiapkan menu sarapan untuk keluarga. Ia telah rapi dengan setelan seragam putih abu-abu, juga tas ransel yang di sangkutkan pada salah satu bahunya.

"Pagi nak," Sahut ibu. Pagi ini, ia memasak nasi goreng putih yang masih nampak berasap sebab baru saja dituang dari wajan ke atas mangkuk saji.

"Wah.. Wangi banget," Ujar gadis itu seraya menarik kursi untuk di dudukinya.

"Mau ibu sendokin?"

"Nggak. Aku roti aja," Jawab Karin lantang.

"Lho, kenapa?"

"Takut gendut pasti dia bu," Ejek Kamil yang baru datang dan bergabung. Ia menempati kursi tepat di sebelah Karin yang nampak jelas akan mengajukan protes.

"Nggak kok!," Bantah Karin. "Aku cuma lagi kepingin makan roti aja," Lanjutnya.

"Serius nih kamu nggak mau nasi gorengnya dek? Enak banget lho kalau yang putihan gini. Sedep, wangii.." Goda Kamil. Ia dengan semangat menyendok nasi goreng tersebut ke atas piringnya. Membuat aroma harum semerbak itu kian dekat ke rongga hidung adiknya.

Sambil mendengus jengkel, Karin mengoles selembar roti di atas piringnya dengan selai cokelat. "Nggak ngaruh!," Sahutnya ketus.

"Ha.. Ha.. Ha.. Hei, kamu itu harus menghilangkan kebiasaan judes mu itu lho dek. Gimana nanti kalau nggak ada cowok yang mau sama kamu? Udah galak, judes, ketus, suka basket,"

"Memangnya kenapa kalau aku suka basket?"

"Bau," Ucap Kamil.

"Kok bau?" Karin makin tak mengerti.

"Basket kan singkatan dari Basah Ketek! Ha.. Ha.. Ha.."

Karin mencebik, "Iihh.. Apa sih receh! Abang nggak lucu!," Protesnya kemudian, sementara Kamil tak mampu menahan gelak tawanya, dan ibu, seperti biasa. Hanya memandang tingkah anak-anaknya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Ada apa sih pagi-pagi sudah ribut-ribut ini? Bukannya pada sarapan," Ucap seseorang dari arah belakang Karin. Sebelum menoleh, ia sudah mengetahui suara itu.

"Pagi yah.." Sapa nya. Pak Ahmad, atau yang biasa dipanggil ayah oleh anak-anaknya, seorang pria berusia lima puluh tahunan branch manager sebuah perusahaan di bidang properti. Ia belum pensiun, sebab pemilik perusahaan tersebut masih mengandalkan kinerjanya yang bagus, ulet, cekatan dan point yang paling penting dari keseluruhannya adalah, jujur.

"Pagii.." Balas ayah. "Wah.. Ibu masak nasi goreng putih gini, jadi ingat masa lalu," Lanjutnya.

"Masa lalu sama siapa yah?," Tanya Karin penasaran.

"Ya sama ibumu," Jawab ayah seraya menduduki kursi nya dan ibu menuangkan nasi goreng ke atas piring untuknya.

"Dulu, kalau nggak salah waktu baru punya Khalid ya bu? Saat ekonomi keluarga kita sedang sulit-sulitnya, ibu sering masakin ini."

"Iya, karena bahannya gampang dan murah, bisa hemat uang belanja," Tambah ibu.

"Ck.. Ck.. Nasi goreng aja punya sejarah ya untuk ayah dan ibu," Timpal Kamil. "Tuh dek, kamu yakin nggak mau? Makanan penuh kenangan ini."

"Iih, abang! Aku kan udah bilang nggak mau, ya tetap nggak mau! Lagian kan bukan baru ini aja ibu masak nasi goreng yang begini. Aku juga udah pernah cobain!," Sambar gadis itu judes. Sementara Kamil terkekeh geli.

"Ya sudah, jangan dipaksa kalau adek mu nggak mau mil, kamu ini ngegoda terus," Ucap ibu yang berusaha menengahi.

Merasa mendapat pembelaan, Karin mengejek Kamil dengan menjulurkan lidahnya.

"Oh iya, gimana kemarin arisannya bu? Pada datang semua nggak?," Tanya ayah membuka topik pembahasan.

Ibu mengunyah nasi goreng yang baru di suapnya sejenak sebelum menjawabnya, "Rame. Tapi nggak datang semua sih."

"Jadi di antar siapa kemarin?"

"Ya sama Karin, tapi dia pulang duluan. Akhirnya ibu pulang di antar Rey."

"Lho? Rey sudah balik kah?"

"Sudah," Jawab ibu singkat, ia meneguk air mineral sejenak. "Mau belajar bisnis katanya," Sambung ibu.

"Bagus itu. Berarti dia mau berkembang. Punya kemauan untuk maju," Sahut ayah.

"Tapi yang lebih mengejutkan itu, kabar tentang si Julie yah.."

"Kenapa dia?," Tanya ayah penasaran. Sebab yang barusan disinggung ibu adalah salah satu anak dari adiknya.

"Hamil.."

"Apa? Serius bu?"

"Iya! Itu makanya kemarin kita ramai ngomongin dia. Kok bisa anak itu mengelabui orang tuanya. Sudah empat bulan yah!"

"Ya Allah.." Gumam ayah yang sedikit shock. Sementara Karin dan Kamil masih asyik dengan makanannya sembari menaruh sedikit perhatian pada ayah dan ibu.

"Si Letty itu terlalu membebaskan anaknya pacaran sih. Padahal nggak ada gunanya pacar-pacaran itu. Buat apa?"

"Uhukk.. Uhukk.." Tidak jelas apa penyebabnya, tiba-tiba Karin tersedak saat sedang menyantap roti beroleskan selai cokelatnya. Ia segera meraih gelas dan menuang susu ke dalamnya.

"Kenapa Rin? Tiba-tiba keselek gitu?," Tanya ibu keheranan.

"Uhm.. Nggak. Nggak apa-apa. Kurang fokus tadi ngunyahnya," Ucap gadis itu beralasan.

"Kok bisa sih setelah ibu ngebahas pacar-pacaran kamu langsung keselek? Jangan-jangan kamu merasa tersindir ya?," Tuding Kamil.

"Ih, ngawur! Bang Kamil kok jadi nyebelin sih kayak bang Naka!,"

"Sudah.. Sudah.." Ucap ayah melerai. "Karin, hari ini ayah yang antar ke sekolah ya."

"Hm? Tumben yah?," Tanya Karin.

"Ayah mau ketemu kawan dulu sebelum ke kantor, kebetulan janjiannya dekat sekolah kamu. Jadi sekalian deh ya? Lagipula kan jarang-jarang ayah bisa antar anak gadis cantik ini," Jelas ayah.

"Oke," Sahut Karin singkat.

Mereka berangkat lima menit setelah menyelesaikan sarapannya. Menggunakan mobil dinas milik ayah, gadis itu di antar sampai depan gerbang sekolah yang mulai ramai oleh kedatangan para pelajar.

Beberapa diantaranya juga di antar dengan mobil, tapi tak sedikit juga yang menggunakan motor atau membawa kendaraan sendiri. Namun Karin, masih diharuskan untuk di antar jemput, atau terkadang menebeng dengan temannya.

"Belajar yang rajin ya nak. Nggak harus juara, asal tekun dan disiplin, kelak kamu pasti akan mampu meraih kesuksesan," Pesan ayah yang selalu diutarakan nya tiap Karin akan berangkat sekolah.

"Iya ayah.." Sahut gadis itu pendek. "Karin masuk ya."

"Iya nak."

Karin meraih tangan ayah kemudian mencium punggung tangannya.

"Ayah hati-hati di jalan ya," Ucap Karin.

"Siap putriku," Jawab ayah sambil tersenyum manis. Karin sangat menyukai senyum khas ayahnya itu.

Ia keluar dari mobil usai berpamitan dan langsung menghambur masuk ke sekolah. Pagi ini sedikit mendung, tapi tentu tak akan berpengaruh apapun, sebab upacara hari senin tetap akan dilaksanakan.

Nampak dari kejauhan beberapa guru yang tengah menyiapkan sound system dan murid yang bertugas untuk menjadi pengibar sedang berlatih singkat di lapangan. Ada juga beberapa yang ditugaskan untuk membaca teks pancasila, pembawa acara dan pembaca teks Undang-undang Dasar 1945 masing-masing berdiri di tempatnya.

"Woi!" Seseorang menepuk bahu Karin dari belakang, membuatnya terperanjat dan langsung menoleh kesal. Di sisi kiri dan kanannya Adelia dan Tari berjalan menyertainya. Mereka berdua adalah sahabat-sahabatnya.

"Astaga! Ngagetin tau nggak!," Protes gadis itu.

"He.. He.. Sorry," Ucap Adelia.

"Lagian kamu jalan bengong aja. Sampai nggak sadar kita ada di belakang," Tari menimbrung.

"Lagi mikirin ayang Darren yaa," Goda Adelia

"Apaan sih ayang ayang,"

"Enak ya kalau udah punya pacar," Ucap Tari.

"Makanya pacaran dong! Jangan jadi jones terus," Ledek Karin.

"Sombong dia Tar," Adelia menanggapi.

"Ha.. Ha.. Ha.."

Tiga gadis pelajar SMU itu berjalan beriringan hingga sampai kelas. Kebetulan mereka berada di kelas yang sama, membuat persahabatan itu kian kental.

Selalu melewati jam pelajaran bersama, menerima tugas yang sama, hingga ditegur guru bersamaan. Diantara mereka bertiga, Adelia yang paling berotak encer, Karin yang paling galak dan tegas, sedangkan Tari jadi yang paling lembek dan feminim.

Mereka sangat jarang bertengkar, meskipun Karin terkenal dengan judesnya. Sekalipun ada berselisih paham, tak lama kemudian mereka sudah saling memaafkan dan kembali bersama.

Namun saat Karin mulai menjalin hubungan dengan Darren sejak empat bulan yang lalu, kebersamaan mereka sedikit merenggang sebab tiap jam istirahat, Darren selalu memonopoli gadis itu dan mengajaknya untuk makan hanya berdua. Kadang-kadang di pojok kantin, atau di taman samping sekolah.

Hal ini tentu membuat mereka seringkali merindukan Karin yang dulu. Karin yang selalu ada untuk mereka. Tapi walau demikian, sebagai sahabat yang baik, Adelia serta Tari tak terlalu mempermasalahkan dan sama sekali tidak pernah mengusik hubungan Karin dan Darren.

Meski sejujurnya, mereka berdua sedikit menangkap sinyal kurang baik dari cowok yang dipacari oleh sahabatnya itu.

Terpopuler

Comments

Indah

Indah

pagi"mkn roti doang gk kenyang 😅

2024-01-26

0

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Harus jaga porsi makan, tapi jangan keterlaluan ya

2024-01-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!