Sesuai janjinya, Karin mendampingi Darren pacarnya untuk membeli sepatu limited edition incarannya plus menonton film yang baru tayang di bioskop disebuah pusat perbelanjaan kota. Mereka adalah sepasang kekasih yang bahagia, meski harus menjalani hubungan diam-diam.
Pada awalnya, seringkali Darren memprotes Karin dan semua aturan yang dibuatnya. Namun lambat laun cowok keturunan Arab-Jepang itu menerima dengan lapang dada. Tak apa pikirnya, asal tetap bisa berpacaran dengan Karin si cewek primadona sekolah itu.
"Makasih ya beb, kamu sudah mau menemani aku," Ujar Darren dengan tangannya yang tak lepas menggenggam tangan Karin.
"Sama-sama beb. Aku senang kalau kamu senang," Balas Karin.
"Kamu mau beli apa? Aku traktir deh," Tawar Darren.
Gadis itu melempar pandangan ke sekelilingnya. Ada toko roti, donut, minuman boba, dan masih banyak lagi. Namun saat matanya menangkap stand penjual es krim di bagian ujung, ia langsung menunjuk dengan yakin.
"Mau es krim?"
"Hu'umm.." Sahut Karin seraya menganggukkan kepalanya.
"Oke, let's go." Mereka melangkah semakin cepat seolah tak ingin kehabisan stok es krim di stand itu.
Ketika akhirnya mendapatkan es krim cone favorit masing-masing, kedua sejoli ini langsung melanjutkan lagi langkahnya, mencari sebuah kursi atau apapun yang bisa mereka duduki sejenak sembari menghabiskan es krim yang bertumpuk dan nampak menggiurkan.
Hingga sampailah keduanya di sebuah taman yang masih dalam satu lokasi mall tersebut. Karin duduk sambil bersila di atas rumput hijau yang subur, dan Darren menyertainya.
"Yumm!" Seru Karin yang begitu antusias menikmati es krim matcha kesukaannya. Sementara sang kekasih mengamati gadis itu sambil terkekeh pelan.
"Kenapa beb?," Tanya Karin yang akhirnya penasaran.
"Aku tau, kamu suka es krim matcha nya. Tapi pelan-pelan dong beb makannya, sampai nempel di hidung gitu," Ledek Darren. Ia mencolek es krim yang tak sengaja ter-oles di pucuk hidung Karin dengan telunjuknya untuk kemudian ia tunjukkan pada si empunya.
"He.. He.. Makasih ya," Karin tersipu.
"Ngomong-ngomong, tumben kamu tadi nganter ibu? Bukannya biasanya itu tugas abangmu?"
"Bang Kamil lagi keluar, jadi nggak bisa anter. Ayah juga pergi, kata ibu sih dari pagi," Jelas Karin yang masih antusias menjilat es krim.
"Oh.."
"Beb, nanti kamu anter sampai gerbang masuk komplek aja ya. Takutnya ibu sudah pulang," Pinta Karin.
Darren berhenti memakan es krim vanilla miliknya. Ia merunduk tiba-tiba dan memasang wajah murung. Hal ini, tentu memancing rasa ingin tahu Karin yang menoleh ke arahnya. Gadis itu mendekatkan wajahnya dan berusaha mendapatkan perhatian Darren.
"Kenapa beb?,"
"Sampai kapan sih beb kita mau ngumpet-ngumpet gini?"
"Beb, kita kan udah bahas ini sebelumnya, kamu pasti masih ingat kan?"
"Iya aku ngerti, cuma kan bisa aku coba untuk bicara sama ibu dan ayah kamu. Kalau aku izin baik-baik masa iya mereka tetap nggak ngasih izin," Ucap Darren mengutarakan argumennya.
"Nggak semudah itu beb."
"Kita pacaran udah empat bulan lho. Kamu aja udah aku kenalin ke orang tuaku. Lihat kan respon mereka kayak apa? Setuju-setuju aja kalau aku pacaran sama kamu."
"Itu kan orang tuamu beb, orang tuaku beda lagi."
"Aah, kamu itu alasan terus!," Protes Darren sambil melempar es krim di tangannya ke atas rumput sebagai bentuk protes darinya.
"Darren, kok jadi ngambek sih?"
"Kamu nggak suka? Panggil nama lagi! Udah nggak mau pacaran sama aku?," Cowok itu bangkit dan berdiri, kemudian langsung meninggalkan Karin dan kantong belanja berisi sepatu yang baru dibelinya.
"Lho beb!," Karin ikut bangkit sambil membawa kantong tersebut dan menghambur ke arah Darren yang makin jauh. Namun gadis itu sudah terbiasa berlari dan melangkahkan kedua kakinya lebar-lebar di lapangan basket. Langkah dari orang yang tinggi badannya sama dengannya bukanlah lawan yang berarti.
Ia meraih sebelah lengan Darren yang merajuk dengan sedikit menarik dan menahan tubuhnya agar tak lagi melangkah.
"Tunggu beb, jangan ngambek dong.." Pinta Karin mengiba, tapi cowok itu tak menghiraukan.
"Beb!," Panggilnya lagi. Darren masih bungkam, bahkan memandangnya saja ia tak sudi.
"Oke.. Oke.. Aku minta maaf. Apapun itu, aku minta maaf ya? Aku pasti akan bilang ke ibu dan ayah kalau kita udah pacaran. Tapi nanti ya? Boleh kan? Aku butuh waktu," Ucap Karin mengajukan penawaran.
"Beb?," Panggil nya lagi.
Darren menoleh dan memandang kekasihnya masih dengan wajah yang murung.
"Yasudah. Aku akan beri kamu waktu. Tapi, tolong jangan main-main ya?,"
Gadis itu mengangkat tangan kanannya dan ia tempatkan di ujung alis membentuk gerakan hormat ketika upacara bendera. "Siap bos!," Ucapnya sambil mengukir senyum.
"Oke," Wajah cowok itu mulai berangsur membaik, ia tersenyum tipis dengan gengsi yang besar. "Mau pulang?," Tanya nya.
"Boleh, udah sore juga nih," Jawab Karin sambil memandang langit yang sebentar lagi berubah gelap.
Mereka kembali bergandeng tangan menuju tempat parkiran mobil di basement. Siang tadi, Darren yang datang menjemput Karin. Tentunya hanya di depan gerbang masuk komplek.
...***...
Karin sampai di rumah sekitar pukul tujuh malam, ia turun di depan gerbang komplek sesuai aturannya. Dan meneruskan perjalanan hingga ke rumah dengan berjalan kaki. Jarak antara gerbang dan rumahnya hanya seratus meter, tidak seberapa beratnya ketimbang resiko ketahuan ayah dan ibu bahwa diam-diam ia sudah memiliki pacar.
Dengan perasaan bahagia yang meledak-ledak dalam hati, ia membuka pintu gerbang rumah yang tingginya tak sama sekali melebihi tinggi badannya. Lalu berjalan masuk untuk mencapai pintu utama.
Gadis itu memegang handle pintu dan disaat yang bersamaan, seseorang dibaliknya juga membukanya. Hal yang membuatnya cukup terkejut adalah ketika menyadari orang yang berada tepat di hadapannya adalah Rey!
Pria itu, untuk apa berada di sini? Pikirnya.
"Abang! Ngapain ada disini?," Tanya Karin dengan intonasi yang tegas.
"Ucap salam dulu kalau masuk rumah itu," Balas Rey.
"Assalamu'alaikum!"
"Waalaikumsalam," Jawab Rey santai. "Ngerjain tugasnya lama juga ya, sampai jam segini baru pulang," Ucap pria itu sambil melirik arloji yang terpasang di pergelangan tangan kirinya.
"Bukan urusan abang!," Sahut Karin ketus.
"Kalau kamu tanya kenapa aku ada disini, tadi siang habis antar ibu kamu pulang."
"Lama juga ya, ngapain abang seharian di rumahku? Pasti habis geratak ya?," Tuding Karin sembarangan.
"Buat apa? Di rumah kamu nggak ada apa-apa."
"Ih sombongnya. Mentang-mentang anak orang kaya!" Karin mencebik. "Sekarang ngapain abang masih di depan pintu? Minggir! Aku mau masuk!"
"Anak kecil ini makin seenaknya saja ya. Hei, kalau bicara sama yang lebih tua itu yang sopan dong," Ucap Rey sambil mendekatkan wajahnya pada Karin.
"Hiii.. Ngapain sih? Jauh-jauh sana!," Gadis itu histeris saat menyadari wajah Rey telah begitu dekat dengannya.
"Ya sudah, sana masuk. Aku juga mau pulang kok." Rey berpindah posisi dari ambang pintu dan Karin langsung melewatinya.
"Ya sudah, abang pulang sana. Aku mau masuk!"
"Iya. Makasih ya," Ucap Rey sarkas. Ia berlalu dari hadapan Karin dan menekan tombol alarm mobilnya yang terparkir di depan pintu garasi untuk membuka kuncinya. Dan di detik itu pula Karin baru menyadari ada sebuah mobil terparkir di sana. Rasa bahagia seolah menghipnotisnya agar selalu terfokus pada kebahagiaan itu, hingga tak lagi memperhatikan keadaan sekitar.
"Dasar prik!," Ejek gadis itu yang jelas untuk Rey.
Ia masuk ke dalam dan menutup pintunya kembali. Saat melewati ruang tengah, nampak Kamil yang sedang bersantai duduk di sofa sembari menonton televisi.
"Abang, udah pulang?"
"Eh, adek abang yang paling cantik. Darimana aja?," Sahut Kamil yang malah balik bertanya.
"Habis.. Habis bikin.. Tugas," Jawab Karin grogi.
"Oh.. Iya iya."
"Kenapa bang Kamil tanya begitu?"
"Memangnya nggak boleh abang tanya? Kan abang juga kepingin tau, kegiatan adeknya itu apa," Sahut Kamil santai.
"Bang Rey nggak cerita aneh-aneh ke abang kan?"
"Bang Rey? Cerita apa?," Tanya Kamil dengan kedua alisnya yang mengkerut.
Karin diam sambil menerka-nerka dari raut wajah kakaknya.
"Rin?" Panggil Kamil.
"Uhm.. Nggak. Nggak apa-apa. Aku ke kamar dulu ya bang!" Ucap gadis itu sambil berlalu dengan langkah yang dipercepat. Ia jadi khawatir Kamil malah akan balik mencecarnya.
"Jangan lama-lama! Sebentar lagi makan malam bareng lho dek!,"
"Iya!" Sahut Karin yang tak menghentikan langkahnya sama sekali, menaiki tangga menuju kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments