Seperti ucapannya semalam, Arfi menyentil bibir istrinya sebab berkata kasar.
"Kakak yang salah, tau ah males sama kalian semua nyebelin" rengek Alvi lalu masuk ke dalam kamar dan mengunci diri. Ia terus mengoceh kesal karena Bani yang membohongi dirinya, dan Arfi yang ah sudahlah.
Sura ketukan pintu terdengar, Arfi terus memanggil nama Alvi dari luar. Ia bahkan membawa Bani bersama nya, mencoba untuk membujuk Alvi. Tapi gadis itu tak pernah mendengar kan siapapun saat sedang kesal. Tak lama suara Tuan Salim juga ikut terdengar, beliau membujuk Alvi dengan banyak hadiah. Sedangkan Pak Kyai juga menyahut memarahi Tuan Salim seperti biasanya. Selalu saja Tuan Salim memanjakan Alvi, menuruti permintaan sang cucu tersayang.
"Alvi, Kakek akan memberimu tiga hadiah sebagai kado pernikahan. Sekarang keluarlah"
"Salim, kau terlalu memanjakannya, lihat dia kini keras kepala" sentak Pak Kyai.
"Dia cucu perempuanku satu-satunya. Sebelum Alvi datang, aku hanya memiliki lima putra dan sembilan cucu laki-laki. Aku menunggu begitu lama untuk mendapatkan nya"
"Tapi bukan begini caranya, kau ini" ujar Pak Kyai seraya memukul Tuan Salim dengan tangannya.
Pertengkaran Tuan Salim dan Pak Kyai selalu menjadi favorit Alvi. Ia tak henti-hentinya menahan tawa mendengar pertengkaran para Kakek tua dari balik pintu kamarnya.
"Alvi, bisa kita bicara? Ijinkan aku masuk" pinta Arfi dengan nada khawatir.
Alvi sejenak berpikir, pasti Arfi sangat khawatir sebab dirinya tak pernah melihat Alvi marah sebelumnya. Padahal Alvi hanya berpura-pura marah agar bisa mendapat hadiah dari Tuan Salim, seperti apa yang kini tengah Pak Kyai pikirkan.
"Oke, Arfi boleh masuk, tapi yang lainnya pergi aja. Termasuk Kakak, aku gak mau ngomong sama Kakak atau siapapun" teriak Alvi lalu membuka pintu kamarnya.
Arfi masuk kedalam kamar, Alvi kembali mengunci kamarnya. Ia menatap wajah suaminya yang tampak khawatir. Belum saja Arfi mulai berbicara, Alvi langsung berjalan dan berbaring diatas tempat tidurnya.
"Kamu marah?"
"Gak kok, habisnya loe.. eh.. kamu.. ya gitu"
"Panggil Mas Arfi"
"Ew, ogah bingits"
Arfi duduk disamping Alvi, ia menarik istrinya dan membuatnya menghadap dirinya. Sudah cukup, Alvi sangat nakal dan sulit diatur. Arfi memandangi Alvi dengan seksama, ia mulai mengelus pipi Alvi perlahan.
"Jika kau tidak menurut, aku akan meminta hakku dengan paksa" bisik Arfi dengan senyumannya.
Alvi membelalakkan matanya lebar, sungguh pemuda tampan itu terdengar seperti psikopat berdarah dingin. Dengan helaan napas panjang, Alvi menyetujui apa yang Arfi katakan. Tapi dirinya juga mempunyai syarat akan hal itu. Sebuah daftar panjang yang telah Alvi siapkan, berjaga-jaga jika hal seperti ini terjadi suatu hari nanti.
"Gue.. ehm.. aku akan menurut, tapi kau tidak boleh memaksakan apapun padaku. Jika aku tidak mau melakukan sesuatu, kau tidak boleh terus menekanku"
"Baiklah"
"Dan, kau.. hm.. maksudku Mas Arfi tidak boleh membentakku. Tuan Salim dan Papa tak pernah memarahiku, jadi jangan melakukannya"
"Oke, tapi kemanapun kau pergi, harus dengan seijinku. Baiklah, aku akan pergi"
Setelah Arfi pergi meninggalkan kamar, tak lama Alvi juga keluar kamar. Menghampiri sang Bibi dan memintanya membuatkan makanan. Sejenak ia memandangi para lelaki yang tengah berbincang di ruang tamu. Entah apa yang mereka bicarakan, itu tampak menyenangkan. Terlebih samar mendengar mengenai liburan semester.
"Kalian mau liburan ya? Ikuuutttt" rengek Alvi ikut bergabung dengan Bani, Oddy dan Arfi. Ia membawa piring makanannya menuju ruang keluarga. Ia berikan piring itu pada Bani, lalu membuka mulutnya lebar-lebar.
"Baiklah, gue gak akan bisa nyuapi loe lagi setiap saat"
"Kenapa?"
"Karena suamimu yang akan menyuapimu nanti" ujar Bani.
Entah kenapa kalimat itu terdengar sangat sedih ditelinga Alvi. Ia menggenggam tangan Bani dan mengatakan jika dirinya sangatlah mencintai Bani.
"Bagaimana denganku?" Sela Arfi.
Alvi tak mempedulikan pertanyaan itu, ia berpura-pura tak mendengar apapun. Tangannya asik bermain game di ponsel dengan Bani yang menyuapi dirinya. Oddy dan Bani mencoba menahan tawa, pengantin baru itu membuat mereka iri. Sayangnya Tuan Salim tak mengizinkan para cucu laki-lakinya untuk menikah muda. Ia tak ingin jika cucunya tak bisa menafkahi keluarganya nanti.
"Kakak, mau ikut ya, boleh ya" rengek Alvi pada Bani.
"Gak boleh dong, kita mau survei buat KKN, bukan liburan"
"Ya kan cuma survei, boleh ikut kan? Kakak, gue bilangin Kakek nih ya kalau kalian pergi ke club dan minum-minum"
"Kok loe tahu? Loe ngikutin kita ya? Gila loe ya, disana kan bahaya dek" sentak Bani terkejut dengan penuturan sang adik.
"Jangan-jangan yang berisik pada berantem itu loe ya?" Sahut Oddy.
Alvi hanya cengengesan dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Memang benar ia mengikuti Bani dan Oddy, lalu soal pertengkaran itu sebab ada seorang pria yang memegang tangan Alvi. Hal itu membuat Alvi sangat marah dan langsung memukulnya tanpa ampun. Itu adalah tempat yang mengerikan, Alvi tak mau datang kesana lagi, jika seorang diri, hahaha.
Walau mendengar ancaman Alvi, Bani dan Oddy masih bersikukuh tak ingin mengajaknya pergi. Karena mereka tak ingin Alvi mengacaukan semuanya sebab tingkah konyolnya.
Triiing....
Alvi : "Halo, ada apa Vit?"
Vita : "Ikut yuk Vi, Kak Brian ngajak kita survei tempat KKN nya"
Alvi : "Survei tempat KKN? Mauuuu, habisnya Kakak gue pelit dan nyebelin. Tapi Kak Brian itu siapa?"
Vita : "Kak Brian yang waktu itu minta nomor loe. Kegiatan terakhir Ospek, massa loe lupa sama wajah tampannya? Hm...."
Alvi : "Oh itu. Tapi Vit nomornya Brian gue blokir, habisnya dia sering banget chat gue"
Vita : "Ya kan dia suka sama loe. Hadiah yang sering gue kasih kan dari dia hehehe, sorry ya"
Alvi langsung mematikan panggilan teleponnya dengan Vita. Ia memandangi Bani dengan mata melotot. Ternyata semua yang Bani katakan adalah benar, Brian sepertinya menyukai Alvi.
"Bener kan kata gue? Brian suka sama loe, untung loe blokir nomornya" celetuk Bani.
"Tapi dia baik Kak, hm... Terus semua pemberian Brian gimana? Balikin aja?"
Bani menghardik kan bahunya, ia mengatakan pada Alvi untuk berdiskusi bersama suaminya. Sekarang Alvi telah menikah, Daan mungkin Brian akan menjauh karena itu.
"Menurut Mas Arfi gimana? Aku gak mau simpen itu, kalau ada peletnya gimana?"
"Hahaha, kamu nih, gak apa-apa biarin aja. Kalau misalkan dia minta ya balikin"
"Tapi Mas, aku gak mau kalau dia salah paham"
"Tenang, sebentar lagi dia akan tahu jika kau adalah istriku"
Alvi meminta ijin pada Arfi untuk memukul Brian jika pria itu berani mendekati dirinya. Tapi sama seperti Bani, itu adalah pilihan yang buruk. Terlebih Brian satu kampus dengan Alvi, itu akan membuat suasana di kampus menjadi tak nyaman diantara keduanya nanti.
"Tapi, aku boleh ikut mereka survei lokasi Mas?"
"Tantu saja, tidak. Ikut saja dengan kami, kau akan lebih aman bersamaku"
"Tapi Kak Bani dan Kak Oddy tidak mengijinkan"
"Ada aku, kau tidak perlu ijin mereka saat pergi bersamaku. Mengerti? Lanjutkan makanmu, biarkan aku dan kedua Kakakmu berbincang"
Alvi mengangguk senang, ia merebut piring ditangan Bani dan duduk disamping Arfi. Ia merasa senang sebab Arfi menuruti kemauannya. Sekarang ada satu lagi seseorang yang akan membela Alvi dari kejahilan sang Kakak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Siti Khalimah
semangat tor lanjutt
2023-11-09
0