...🍂🍂🍂🍂🍂...
Yuna mengantarkan Bram pulang setelah mereka menghabiskan waktu seharian di cafe. Tetapi rumah sederhana milik Bram itu tidak bisa di lewati menggunakan mobil milik Yuna. Sehingga Yuna hanya bisa mengantarkan Bram sampai di simpang gang.
"Makasih ya sudah mengantarkan aku pulang, maaf kalau nggak bisa ajak kamu sampai ke rumah aku. maklum lah jalanan disini sangat sempit, kamu pasti juga tidak terbiasa." ujar Bram turun dari mobil Yuna.
"Sama-sama Bram. Tidak masalah Bram, lain waktu aku akan mampir. Sampai ketemu besok ya di kelas Yoga." jawab Yuna dengan tersenyum hangat.
"Baiklah Yuna, sampai ketemu besok." ucap Bram membalas senyum hangat Yuna.
Yuna memutuskan untuk pulang ke rumah dengan segera, mengingat hari yang sudah sore dan pasti saja Yuka sebentar lagi juga akan pulang kantor. Yuna hanya ingin pulang lebih dahulu dari abang nya itu.
Sedangkan Bram memasuki gang sempit itu dengan hati senang karena seharian menikmati makanan lezat di cafe ternama. Di tambah lagi ia tidak mengeluarkan uang sepersen pun.
'Gadis yang lugu sekali, aku bohongi begitu saja tidak curiga. Sungguh hal yang menyenangkan bisa dekat dengannya.' pikir Bram sepanjang jalan. Tetapi kesenangan nya sirna saat dirinya sampai di depan rumah kecil yang hanya memiliki 1 kamar itu. Di sana telah berdiri seorang wanita dengan menggendong anak perempuan dan menatap dirinya tajam.
"Kamu kemana saja ha? Sudah 2 bulan kamu tidak memberikan uang jajan untuk Bunga!" sarkas wanita itu membuat Bram panik seketika.
"Aku tidak punya uang Cika." ucap Bram tetap berusaha santai meski perasaannya panik.
Wanita itu adalah mantan istri Bram yang beberapa tahun telah ia ceraikan, meski hanya menikah sirih tetapi buah cinta di antara mereka tumbuh menjadi seorang anak perempuan yang cantik dan kini sudah berumur 5 tahun.
"Aku melihat mu tadi di cafe bersama seorang wanita. apakah dia pacar baru mu? Masa tidak punya uang bisa makan di cafe ternama itu?" selidik Cika yang tidak percaya pada Bram.
"Kamu tidak usah ikut campur urusan ku Cika, kamu fokus saja pada Bunga!" sarkas Bram yang takut jika status nya di ketahui oleh Yuna. Tentu hal itu akan mempengaruhi pandangan Yuna pada dirinya.
"Aku sih mau nya gitu, tetapi uang..." ucapnya menggantung membuat Bram paham akan akal licik milik Cika. Bram pun mengeluarkan dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang kertas merah untuk ia berikan kepada Cika.
"Jangan ikut campur!" Tegas Bram pada Cika. Kemudian tatapannya beralih menatap Bunga yang tengah tertidur di gendongan Cika. Bram menatap putri kecilnya itu dengan hangat, betapa Bram begitu sangat menyayangi Putri kecilnya ini.
"Bagus, ini cukup untuk satu bulan ke depan. Aku akan datang kembali ke sini kalau kamu nggak datang memberi uang untuk Bunga!" Ucap Cika kesenangan setelah mendapatkan uang dari Bram. Wanita ini memang hanya memanfaatkan Bram selama ini, meski bercerai pun ia masih tetap mengusik kehidupan Bram dengan alasan Bunga. Oleh karena itu Bram tidak bisa marah pada Cika, ia hanya berusaha mencari uang banyak untuk Bunga.
Melihat kepergian Cika dari rumah nya, membuat Bram berfikir keras akan mencari uang kemana lagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama sebulan ini. Sedangkan semua hasil gajinya sudah ia berikan tadi pada Cika. Di tambah lagi bulan depan pasti Cika akan kembali datang untuk menemuinya meminta uang.
'Aku harus bagaimana? Apa bisa aku hidup hanya dengan uang 200 ribu ini selama sebulan? Aku rasa ini tidak mungkin, apa harus aku manfaat kan kebodohan dan keluguan Yuna lagi? Rasanya aku harus berusaha untuk menarik perhatian nya.' Gumam Bram melihat sisa uang di dompetnya. Karena mengalami masa sulit seperti ini membuat Bram berniat buruk atas perbuatan baik Yuna pada dirinya.
Di lain sisi Yuna kini selesai memarkirkan mobilnya di garasi rumah. Saat membuka pintu mobil, Yuka datang menghampiri Yuna dengan kaus oblong dan celana pendek sehari-hari miliknya. Ternyata Yuka sudah pulang sedari tadi, ia cepat-cepat pulang dari kantor karena khawatir pada Yuna.
'Ya ampun, ternyata abang sudah pulang duluan. Aku pasti di tanya-tanya lagi nih. Raut wajahnya saja sudah seperti menyimpan beribu pertanyaan untuk ku. Aku harus bisa mencari alasan yang tepat agar bang Yuka tidak marah.' panik Yuna yang berusaha tetap tenang di hadapan Yuka.
"Ada apa bang?" tanya Yuna dengan senyum ramah.
"Kamu pergi pagi pulang sore kemana aja? Kenapa abang kirim pesan tidak di balas? Kamu ngapain aja dari tadi?" Pertanyaan Yuka yang terlalu protektif ini yang membuat Yuna merasa hidupnya terlalu di atur. Meski niat Yuka baik untuk kehidupan Yuna tetap saja gadis keras kepala ini menanggapi nya dengan maksud yang berbeda.
"Aku nggak kemana-mana kok bang, cuma duduk-duduk aja di cafe sama teman. Maaf pesan abang tidak sempat aku balas." Yuna berusaha tetap sabar agar Yuka tidak marah dan curiga padanya.
"Iya abang maafin, tapi lain kali jangan bikin abang khawatir lagi. Kamu sudah makan?" tanya Yuka yang sudah mulai hangat lagi. Meski di hatinya ingin melontarkan beribu pertanyaan pada sang adik. Namun Yuka tidak ingin mendesak Yuna kali ini, ia teringat akan janjinya beberapa malam lalu untuk memberikan sedikit kepercayaan pada pilihan Yuna.
"Tadi sih udah makan bang, tapi belum kenyang. Hehe..." Ujarnya cengengesan. Kemudian Yuka pun merangkul bahu adiknya itu dengan hangat.
"Kalau begitu mari kita makan. Mama udah masak enak buat kita semua, abang juga udah lapar karena dari tadi nunggu kamu pulang." ajak Yuka yang mendapatkan anggukan kepala dari Yuna. Perhatian dan kasih sayang dari Yuka ini lah yang membuat Yuna menjadi gadis manja.
"Wah... kedua anak Mama akur sekali. Lagi bahas apa, kok Yuka rangkul Yuna hangat sekali?" tanya Sri saat kedua anaknya sudah sampai di ruang makan.
"Ini Ma, si Yuna katanya kelaparan. Dia bilang mau banyak-banyak makan." Ujar Yuka dengan ngasal.
"Ih Abang, kok jadi Yuna aja. Kan tadi Abang yang bilang lagi lapar!" ungkap Yuna yang tidak terima atas ucapan Yuka. Sri yang melihat kedua anaknya itu akhirnya tertawa.
"Hahaha... sudahlah kalian berdua sama saja. Mari makan bareng Mama, ini semua sudah Mama masak spesial buat kalian." ujar Sri memamerkan hasil masakannya. Sri jarang memasak di rumah karena biasanya yang memasak adalah Yuna. Namun karena sedari tadi Yuna berkelana di luar, membuat Sri mengambil ahli dalam memasak untuk hari ini. Yuna dan Yuka pun segera duduk dan menyantap makanan di hadapannya itu dengan tawa cengengesan.
"Nah kan Abang yang kelaparan. Lihat aja nih makannya aja kayak sapi gitu, haha..." Canda Yuna yang membuat Yuka dan Sri tertawa.
"Apa sih Yun, Abang makan biasa-biasa aja. Kamu tuh yang makan kayak sapi." ujar Yuka tidak terima.
"Kalian berdua masih aja bercanda padahal lagi makan. Awas nanti tersedak nak!" nasehat Sri melerai candaan kedua anaknya yang tengah menikmati makanan.
"Hehe... Maaf ya Ma." ucap Yuna tersenyum manis.
"Oh ya Yun, gimana keseharian mu hari ini nak? Apa mengasikkan?" tanya Sri dengan tatapan serius.
"Alhamdulillah, hari ini aku senang banget Ma. Seharian aku di cafe sambil bincang-bincang sama teman aku. Pokoknya aku happy banget!" Ungkap Yuna penuh semangat. Ia teringat akan keseharian nya bersama Bram yang penuh canda dan tawa. Bahkan Yuna belum pernah merasakan sebahagia itu bersama lelaki lain. Bram benar-benar telah membuat Ia jatuh cinta se jatuh-jatuh nya.
"Bagus deh kamu senang. Mama juga ikut senang mendengar nya. Yang penting kamu itu harus pandai memilih teman yang baik buat kamu, jangan sampai kamu terpengaruh pergaulan buruk ya sayang. Mama cuma ingin kamu bisa jaga diri di luaran sana! Benarkan Yuka?" pinta Sri pada Yuna.
"Iya Ma. Aku juga nggak ingin lihat Yuna salah pilih teman. Jangan sampai ya Yun!" tambah Yuka membenarkan ucapan sang Mama.
"Iya Mama dan Abang Yuka ku tersayang. Makasih udah khawatirin Yuna. Yuna tau kok mana yang baik dan buruk buat Yuna. Pokoknya Abang sama Mama tenang dan percaya aja." ucap Yuna dengan santai sambil terus menyantap makanan nya. Ucapan Yuna hanya di tanggapi dengan anggukan oleh Sri serta Yuka. Mereka pun hanyut dalam menyantap makanan sore itu.
BERSAMBUNG.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments