BAB 4

...🍂🍂🍂🍂🍂...

Malam itu Yuna tengah berbaring dengan nyaman di atas tempat tidurnya. Seluet bayangan wajah Bram terlintas di pikiran nya.

'Astaga, kok aku kebayang wajah Bram yang tampan itu ya? Apa aku benar-benar telah jatuh ke dalam pesona nya? Sungguh hatiku merasa seakan tengah berbunga-bunga.' gumam Yuna dengan wajah yang sudah bersemu merah.

Ting... dentingan pesan masuk di handphonenya membuat Yuna kembali tersadar. Yuna sedikit berdecak sebal karena bunyi itu membuat lamunannya buyar.

'Siapa sih yang malam-malam begini ngirim- ngirim pesan?' gumamnya sambil membuka isi pesan di handphone.

Beberapa detik kemudian pipi Yuna kembali bersemu merah, pesan yang ia dapatkan itu dari Bram. Lelaki tampan yang terus ia kagumi sedari tadi.

Bram

~Bagaimana kondisi kaki mu? Apakah sudah membaik?

Pertanyaan Bram tersebut tentu membuat Yuna semakin di perhatikan, ia mengira bahwa perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan.

Yuna

~Sudah baik kan kok.

Yuna dengan raut wajah kesenangan, seketika memikirkan sesuatu hal yang dapat membantu nya untuk tambah dekat dengan Bram.

'Apa aku ajak jalan saja ya si Bram? Mumpung besok Minggu, pasti dia nggak ada kerjaan.' pikir Yuna dengan keyakinannya sendiri.

Bram

~Syukurlah kaki mu sudah baik kan.

Yuna

~Apa besok kamu ada waktu untuk minum kopi dengan ku?

Beberapa menit Yuna menunggu dengan harap, takut juga jika nanti Bram menolak ajakannya. Bahkan detak jantungnya berdetak kencang seolah-olah tengah meraton puluhan kilometer.

Bram

~Baiklah, besok aku tidak ada jadwal.

Yuna

~Nanti aku share lokasi cafe nya.

Bram

~Okey, sampai ketemu dan selamat tidur.

Yuna

~Selamat tidur juga Bram.

Sontak Yuna kegirangan sampai ia memutar-mutar balik tubuhnya di atas kasur.

'Aku tidak sabaran menunggu datangnya hari esok, sungguh rasanya sangat bahagia. Bram ternyata sangat memperhatikan ku.' pikir Yuna kesenangan.

***

Pagi itu dengan wajah berseri-seri Yuna keluar dari kamarnya dan menghampiri Sri yang tengah menikmati sarapan di meja makan.

"Selamat pagi Ma." sapa Yuna dengan semangat.

"Selamat pagi sayang. kelihatannya bahagia sekali, apa ada hal yang luar biasa hari ini?" tanya Sri yang melihat perbedaan pada anaknya.

"Tidak ada apa-apa kok ma." kikuk Yuna berusaha menutupi kesenangan yang ingin bertemu dengan Bram.

"Seriusan? Ayuk dong cerita sama Mama." pinta Sri yang berusaha agar Yuna berbagi kebahagiaan dengan nya. Tetapi gadis pemalu seperti Yuna tidak terlalu percaya diri untuk terbuka dengan Sri, ia terus mengelak agar tidak sampai memberitahu soalan kebahagiaannya.

"Ada apa nih, kayaknya asik sekali?" tanya Yuka khas tampilan kantornya yang baru memasuki ruang makan.

"Ini Yuka, si Yuna nggak mau berbagi kebahagiaan nya sama Mama." jelas Sri menatap putra kebanggaan nya itu.

"Kebahagiaan? memangnya Yuna bahagia kenapa?" tanya Yuka sambil menyantap sarapan nya.

"Nggak tau, makanya mama tanya sama Yuna. Perasaan hari ini nggak ada yang sepesial." tutur Sri penasaran. Yuna yang sedari tadi makan pun hanya berusaha bungkam.

"Ah Mama sama abang nggak perlu tau! Yuna izin keluar bentar ya." ujar Yuna dengan menyudahi sarapan nya dan bangkit dari kursi.

"Kamu mau kemana?" tanya Yuka bingung, karena adiknya ini tidak biasanya keluar rumah tanpa alasan. Di tambah lagi Yuna tidak meminta Yuka untuk mengantarkan.

"Mau ke cafe aja sama teman-teman bang, soalnya Yuna bosan di rumah." jelas Yuna membuat Yuka merasa tidak biasa. Karena sedari dulu adiknya ini tidak pernah mau terlalu akrab dengan para sahabat.

"Wah tumben sekali, bukannya kamu nggak terlalu dekat dengan para teman mu? Teman yang mana?" pertanyaan demi pertanyaan yang di lontarkan Yuka membuat Yuna kesal.

Ia kesal bukan karena perhatian Yuka, tetapi sikap protektif nya sebagai kakak yang harus tau kemana dan dengan siapa adiknya jalan. Itulah yang membuat Yuna merasa hidupnya di atur, padahal ia sudah cukup dewasa untuk menikmati privasi nya sendiri.

"Abang terlalu banyak bertanya, aku pamit ya." ujar Yuna tanpa menjawab dan lansung mengecup pipi abang kesayangan nya itu.

"Tetapi,..." ucap Yuka terputus.

"Sudahlah Yuka, Mama yakin dan percaya sama Yuna, pasti dia udah bisa nimbang baik dan buruk buat dirinya sendiri. Kamu nggak usah terlalu protektif gitu, Mama paham kok ke khawatiran kamu." ujar Sri menehangi Yuka yang terus saja ingin bertanya pada adiknya.

"Nah Mama benar bang, aku tau kok mana yang baik dan buruk buat hidupku. Jadi abang harus paham aku kayak Mama. makasih ya ma, aku pamit dulu." ujar Yuna sambil menyalami dan mengecup pipi sang ibu.

"Hati-hati di jalan ya Yuna, jangan ngebut-ngebut!" titah Yuka sedikit berteriak saat melihat Yuna telah berlalu keluar ruang makan.

"Okey abang ku yang bawel!" ujar Yuna tidak kalah berteriak.

"Perasaanku sedikit tidak enak Ma, aku hanya ingin tau teman mana yang ia ajak ke cafe." ujar Yuka pada sang ibu.

"Sudahlah Yuka, Yuna pasti tau teman yang baik untuknya. Mama yakin dia tengah dekat dengan seorang lelaki, mengingat pipi merona nya tadi mama rasa ia tengah kasmaran." jelas Sri yang tanpa di jelaskan Yuna ia pun sudah mengerti yang dirasakan oleh sang anak.

"Lelaki? apa lelaki itu baik ma? apa dia bisa memberikan kebahagiaan pada Yuna? apa pekerjaan nya? apa ia akan bertanggung jawab dalam rumah tangga nya nanti dengan Yuna?" bertubi-tubi dilontarkan nya pertanyaan pada Sri, membuat Sri menggeleng-gelengkan kepalanya menatap sang putra.

"Astaga nak, kamu terlalu memperhatikan adik mu seperti itu. Seharusnya kamu juga memikirkan bagaimana hidupmu sayang. Mama juga ingin kamu segera menikah." jelas Sri yang lansung membuat Yuka bungkam.

"Sudahlah Ma, aku ke kantor dulu ya." ujar Yuka menyalami Sri tampa menghabiskan sarapannya.

"Lah sarapannya belum habis, kamu kalau Mama mengarah ke topik nikah selalu gitu!" ujar Sri kesal.

"Udah telat Ma, aku pamit dulu." pamit Yuka tampa ingin menjawab pertanyaan ibunya.

***

Kini Yuna telah sampai di cafe yang telah ia janjikan untuk bertemu dengan Bram. Di sini ia terus menatap cermin yang ia bawa, takut jika nanti dandanannya memudar atau pun terlalu menor.

'Aduh, ini dandanan aku norak nggak sih? takutnya Bram nanti eilfil sama aku!' gumam Yuna dalam hatinya.

Yuna telah melirik ke jam di tangan nya dalam beberapa menit terakhir. Sudah setengah jam Yuna menunggu dari janji pertemuan yang mereka buat, tetapi pucuk hidung Bram kian belum terlihat. Membuat Yuna sedikit kesal karena ekspetasi sedikit berkurang.

'Kemana si Bram? apa dia nggak niat datang? Kalau nggak niat kenapa nggak bilang aja gitu dari awal!' gumam Yuna dengan kesal.

Beberapa menit kemudian sebuah tepukan di bahu membuat Yuna sedikit kaget dan menatap orang tersebut yang tidak lain adalah Bram dengan nafasnya yang tersengal-sengal.

"Bram? Kamu kenapa, kok nafasnya gitu." Duduk dulu!" tanya Yuna dengan khawatir. Bram yang masih dengan nafas tersengal duduk di hadapan Yuna.

"Maaf ya Yuna, aku terlambat. Tadi saat di perjalanan aku ketemu ibu-ibu yang mau melahirkan, dengan berat hati aku langsung antarkan dia ke rumah sakit sampai ia melahirkan anaknya. Ternyata ibu itu udah nggak punya suami, terpaksa aku yang membayar administrasi nya. Semua uang di dompet ku tersisa sedikit, apa kita pindah saja dari cafe ini?" ujar Bram berbohong membuat Yuna malah bersimpati dan semakin mengagumi Bram.

'Ya ampun, aku nggak nyangka Bram sangat bertanggung jawab begitu. Bahkan pada orang yang nggak di kenalnya saja Bram begitu tulus menolongnya, sampai kehabisan uang seperti itu. sungguh lelaki sejati, aku semakin kagum padanya.' gumam Yuna yang dengan rasa kagum begitu kuat.

"Kamu benar-benar lelaki yang bertanggung jawab Bram, aku salut sama kamu. Kita tetap saja di cafe ini, nanti biar aku yang bayar. Kamu tenang saja." ujar Yuna dengan tersenyum hangat. Hal itu tentu membuat Bram semakin bersemangat untuk memanfaatkan Yuna.

'Gadis polos ini begitu lansung percaya dengan cerita palsuku itu, padahal aku terlambat bangun dan harus berlari ke sini akibat uang di dompet ku habis karena perempuan-perempuan ku di club semalam. Sungguh gadis yang mudah di bohongi, aku bahkan tidak menyangka ia akan se percaya ini padaku. Ini waktu yang tepat untuk memanfaatkan kebodohan nya, kelihatannya ia menyukai ku.' gumam Bram dengan tawa di hatinya.

"Aku jadi tidak enak Yuna, padahal ini baru pertemuan pertama kita di luar kelas yoga." ujarnya sok tidak enakkan.

"Ah kamu jangan sungkan begitu Bram, aku tidak mempersalahkan nya. Mari pesan apa yang kamu inginkan, tenang saja aku yang bayar." ujar Yuna santai dan terus menatap Bram dengan hati penuh kagum.

"Terima kasih Yuna, kamu memang wanita cantik berhati malaikat yang pernah aku temui." Perkataan Bram itu membuat Yuna lansung salah tingkah dan pipinya merona. Bram sengaja melakukan itu karena ia tau jika Yuna begitu menyukainya. ia mengambil kesempatan.

BERSAMBUNG.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!