Kekasih Khayalan Menjadi Kenyataan

Kekasih Khayalan Menjadi Kenyataan

Ngelamun sendiri

"Hayyoo... lagi ngelamunin apa nih? masih pagi gini udah menerawang, nda takut apa sendirian di dalam kelas, menghayal lagiii..." Goda Silvi sesaat setelah dia masuk ruang kelasnya.

Mereka adalah siswi kelas sepuluh sekolah menengah atas di daerah perkotaan di kabupaten Gowa. Mereka adalah 4 bersahabat yang baru saja dipertemukan di sekolah itu. Silvi, Rara, Lina dan Eni.

Sontak saja Rara terkaget dan lamunannyapun ambyar dengan kedatangan sahabatnya itu, ditambah lagi Silvi menghentakkan kedua tangannya ke punggung Rara. "Iiiih apaan sih, bikin kaget aja, siapa yang ngelamun? orang lagi liatin daun yang di luar sana tuh" Rara menunjuk pohon yang ada di belakang kelasnya.

"Nda mau ngaku juga, mana ada orang yang tidak ngelamun, jadi kaget dipegang punggungnya aja, pasti ngga kan?! Eh ngomong-ngomong kamu lagi mikirin apa sih, koq segitu kagetnya?", lanjut Silvi tidak percaya dengan pembelaan Rara.

"Waduuh udah dibilangin ngga ya ngga, ngga percaya amat sih, makanya kalau masuk ruangan tuh beri salam ke', supaya orang yang di dalam ruangan tidak kaget, tidak menghayal pun semua orang pasti kaget kalau gitu caranya", pura-pura marah di depan Silvi, lalu berdiri dan berjalan menuju pintu kelasnya.

"Ngomong-ngomong si Lina dan Eni koq belum datang ya? tumben tumbenan jam segini belum nongol juga, biasanya sih mereka yang buka gerbang sekolah" Rara melihat keluar dan melihat kanan kiri, mencari keberadaan kedua sahabatnya itu.

"Kalau Lina lagi demam, trus Eni masih di jalan katanya, kejebak macet" Jawab Silvi tanpa melihat ke arah Rara yang berada di pintu kelas, Silvi lagi asyik dengan handphonenya.

'Kriiiiiinggggg' terdengar suara bel masuk sekolah berbunyi, satu persatu masuk ke kelas, mereka berjumlah 32 orang dalam satu kelasnya.

"Laaa... Eni mana? koq belum nongol-nongol juga? Aku jadi khawatir kalau gini, Silvi telfon Eni doong, handphoneku ketinggalan, bete banget kalau ngga bawa handphone ya, ngga tau mau ngapain!" Rara berkata sambil memainkan jarinya dan menghentakkan kedua kakinya di lantai, seolah melampiaskan kekesalannya karena lupa bawa handphonenya.

Rara adalah gadis yang cantik, putih bersih, tinggi semampai dan punya tahi lalat di bawah bibirnya. Dia jadi idola di sekolahnya, banyak siswa-siswa kelas lain yang mengejarnya, termasuk teman kelasnya. Tidak kalah juga dengan ketiga sahabatnya, perawakan mereka hampir sama, mereka berempat memang menjadi idola di sekolahnya.

"Tenang, tenang, jangan berisik...aku mau nelfon Eni dulu, "Halo, kamu dimana sekarang Ni'? Bel sekolah udah bunyi dari tadi looo....ntar kamu tidak boleh masuk!" Tanya Silvi dengan nada cemas seorang sahabat.

"Oh iya buruan, mumpung pak guru belum masuk kelas" Silvi mematikan handphonenya dan berbalik ke arah Rara yang ada di sampingnya.

"Mau tahu aja atau mau tahu banget??" Tanya Silvi seolah tahu apa maksud tatapan sahabatnya yang ingin tahu keberadaan Eni sekarang.

"Ya mau tahu banget lah, namanya juga sahabat, masa' kita diam aja kalau teman belum muncul, tidak tahu kan apa yang terjadi di jalan, mudah-mudahan saja tidak ada apa-apa", menjawab dengan muka serius, melihat tingkah sahabatnya itu, Silvi jadi tertawa geli.

"Kenapa lu cengengesan, ada yang salah dengan ucapan ku? Eni sudah dimana sekarang? aku khawatir banget tahu?" berdiri dari duduknya dengan berkacak pinggang.

"Ya udah deh, aku beritahu... Eni sekarang udah di gerbang depan, siap-siap ngasih alasan sama pak Daniel, satpam sekolah kita sayangku, jangan marah gitu doong, nanti cantiknya hilang!", rayu Silvi dengan mencubit kecil dagu sahabatnya.

"Assalamualaikum, Eni datang guys!!! Hello semuanya!!!" Seru Eni di depan pintu kelasnya. Eni memang gadis yang sangat cerewet dan mudah bergaul. "Koq nda ada jawaban? Seperti patung semua, si Eni cantik datang nih, mana suaranya?" Lanjut Eni mencari sahutan dari teman-temannya.

"Waalaikumsalam" jawab seisi ruangan dengan kompaknya. Semuanya kelihatan sibuk menulis sesuatu, dan sesuatu itu tak lain adalah tugas rumah yang diberikan pak guru yang akan ngajar jam pertama hari ini.

"Makanya tugas rumah dikerjanya ya di rumah, bukan di sekolah, jadinya... Eni datang tidak ada yang perhatiin, aku kan jadi salting sendiri", Eni masuk ke kelasnya dengan muka cemberut karena tadi sempat diacuhkan oleh teman-temannya.

Bangku Eni berada di belakang Silvi dan Rara. Iya duduk bersama Lina yang hari ini lagi sakit, tidak masuk sekolah.

"Hai sayang, cape ya kejebak macet? Makanya lain kali bangun lebih cepat, supaya tidak ketemu dengan si macet di jalan" Silvi menyapa Eni dengan gurauan khasnya.

Baru saja duduk, menatap ke wajah Silvi, "Aku bangun cepat koq, jam 5 subuh udah bangun, tapi..... tidur kembali", Eni tertawa cekikikan menjawab pertanyaan Silvi.

"Tau ngga Ni', aku khawatir banget sama kamu, takutnya kamu kenapa-napa di jalan, nanti ada yang ganggu kamu lagiii'....", Rara mendekati Eni dan memeluknya dari samping serta mencium pipi sahabatnya.

"Iiiih gemmeess!!! Segitu khawatirnya kah kamu padaku cintaku?", Eni mencubit pipi Rara dengan kedua tangannya. " Alhamdulillah aku baik-baik saja, tidak ada yang berani menggangguku, coba kalau berani, aku keluarin jurus mautku, kentut bau tai!!", Eni melepas pelukan Rara dan berdiri memperagakan jurus mautnya. Semua yang melihatnya tertawa cekikikan.

"Masya Allah, ada yang beda dari kamu sekarang Rara, bibirmu lebih merah dan alismu lebih hitam, apa maksudnya hayooo?!!" Eni meminta kejelasan dari sahabatnya itu, biasanya memang si Rara tampil apa adanya, sekarang dia memakai sedikit leven dan celak di alisnya.

Menatap keliling ruangan, takutnya ada yang dengar ucapan sahabatnya itu, "Stttt....apaan sih kamu Ni', aku gini karena kemarin habis keondangan, pengantinan sepupu gue, jadinya makeupnya masih ketinggalan, lagian kan aku tambah cantik ya pakai ginian?" Rara menopangkan dagu di tangan lalu melototin matanya sambil tersenyum-senyum tepat di depan wajah Eni.

"Sok cantik kamu, ya memang cantik sih, tapi cantikan mana sama aku?", tangkis Eni tidak mau kalah oleh sahabatnya.

"Sama cantiknya, tapi cantikan aku kan?", Silvi menjawab pertanyaan sahabatnya sambil terus menulis tugas rumah yang diberikan pak guru ya tempo hari.

"Ternyata ada yang lebih cantik dari kita ya? Gadis dari mana tuh? Koq baru aku lihat? Kelihatannya dia lagi sibuk ngerjain tugas rumah yang kelupaan, soalnya semalam kayaknya dia lagi sibuk dengan doskinya, jadi ngga sempat ngerjain tugasnya", tangkis Eni menggoda sahabatnya yang kelihatan terlalu serius memandangi buku di depannya.

"Udah...udah, jangan ganggu si cantik itu, mending kita Selvy Selvy dulu, mumpung pak Rizal belum masuk tuh", Rara mengambil ponselnya, lalu mengeluarkan berbagai gaya bersama Eni, 'ceklak ceklik'....sungguh gadis remaja yang cantik-cantik.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!