Nuna keluar dari rumah sakit dengan lega. Masalah telah diselesaikan dengan baik dan tidak akan mengganggu kakeknya.
Tiba - tiba Nuna merasa haus dan menemukan kafe di seberang jalan raya.
"Tanio, tinggalkan mobil di sini. Kita jalan ke kafe itu."
Tanio melihat kafe, lalu menemukan jembatan penyebrangan yang lumayan jauh, kemudian dia menatap matahari yang bersinar terik. "Nona, silakan masuk ke dalam mobil. Kami akan mencari jalan memutar."
Nuna terdiam sejenak sebelum masuk ke dalam mobil dan pergi ke kafe. Butuh waktu lima belas menit untuk sampai. Nuna mengambil tempat duduk di dekat jendela, sedangkan Tanio memesan makanan yang sesuai dengan dietnya.
Selain pelatihan yang wajib diikuti, makanan Nina juga dijaga dengan ketat. Ada ahli gizi dan koki di rumah yang memasak. Sedangkan untuk membeli makanan diluar hanya diperbolehkan sebulan sekali dengan syarat harus sesuai dengan daftar catatan yang disusun oleh ahli gizi.
"Silakan, Nona." Tanio menyerahkan milkshake cokelat.
"Terima kasih." Nuna meminumnya perlahan.
"Kakak?"
Nuna melihat Indah datang dengan teman - temannya. Dia ingin mengingatkan untuk tidak memanggilnya dengan 'kakak' namun akhirnya dia memilih mengabaikannya.
"Kebetulan sekali, bertemu di sini." Indah mengangkat alisnya, "Kakak membolos?"
"Tolong jaga perkataan anda, Nona Indah," tegur Tanio.
Indah melirik sinis pada asisten pribadi Nuna. Kedua matanya menyipit, lalu dia mengulum senyuman. "Baiklah, Indah tidak akan mengganggu kakak."
Tanio berbisik, "Entah kenapa saya memiliki firasat buruk, Nona."
Beberapa saat kemudian ponsel Nuna berbunyi.
Ding. Ding. Kakek memanggil...
Benar saja! batin Tanio.
Nuna menjawab panggilan telepon, "Halo, kakek."
"Dimana kamu?"
"Saya sedang di kafe," jawab Nuna jujur.
"Kenapa tidak masuk sekolah?"
Nuna mengamati lingkungan kafe yang tidak kondusif untuk berbicara hal pribadi seperti ini. "Saya akan ke rumah kakek sekarang. Saya akan menjelaskan dengan rinci."
Ada helaan nafas terdengar di sana. "Oke."
Telepon diakhiri.
"Nona, coba lihat ini." Tanio menunjukkan foto yang diunggah oleh Indah ke sosial media nya. Dalam foto tersebut, Indah mengambil selfie dirinya yang tersenyum sedang memegang cup minuman. Namun yang menjadi fokus Tanio adalah sosok Nonanya yang terlihat jelas duduk di dekat jendela sedang meminum milkshake yang dia berikan. "Nona, dia pasti sengaja!"
"Biarkan saja." Nuna tidak banyak berpikir. Baginya Indah yang berumur 15 tahun bukanlah hal yang patut dia waspadai. Setelah menghabiskan minumannya, Nuna berkata pada asistennya, "Ayo kita berangkat."
Di halaman rumah yang asri, Suherman sedang memberi makan ayam yang dia pelihara. Dia menghentikan aktivitasnya ketika mendapati kedatangan cucu perempuannya.
"Cucu kakek.."
"Kakek." Nuna meletakan punggung tangan Suherman di keningnya sebagai salam.
"Ayo duduk di dalam. Tanio kamu juga." Suherman menarik tangan cucunya.
"Baik, Tuan."
Ketiganya duduk di ruang tamu. Pelayan menyajikan minuman kemudian pergi.
"Bagaimana kabar kakek?" Nuna membuka percakapan.
Suherman sedikit terkejut. Jarang sekali cucunya bertanya terlebih dulu. Senyum di wajahnya melebar. "Kakek sehat. Masih sanggup angkat beban 20 kilo."
"Kakek jangan olahraga berlebihan. Kakek baru saja sembuh dari cedera otot, kan?"
"Kamu tenang saja, kakek benar - benar sehat. Jadi katakan, mengapa kamu membolos?"
"Saya tidak membolos, saya sudah mengajukan izin ke sekolah. Tanio bisa mengkonfirmasinya," jawab Nuna.
Tanio mengangguk. "Benar, Tuan. Nona sudah mendapat izin dari Wali Kelasnya."
"Lalu katakan alasannya?"
"Tadi malam di jamuan makan Keluarga Anderson. Saya menendang putra Kepala Keluarga mereka dari balkon lantai dua."
Suherman terkejut. "Ini.. mengapa kamu menjadi impulsif?" Dia sudah mendengar berita tentang putra Kepala Keluarga Anderson semalam dari bawahannya. Tapi dia tidak menyangka bahwa pelakunya adalah cucu perempuan yang selalu berbudi pekerti luhur.
"Karena dia bertingkah seperti penyusup dengan mengendap - endap melewati balkon. Kakek akan mengerti ketika melihat penampilannya." Nuna menaruh potret Rigel di atas meja. Dalam foto itu itu Rigel memiliki penampilan rambut merah, kaos hitam dengan desain tulisan *** di area dada, celana jeans yang penuh lubang dan ada rokok yang terselip di antara bibirnya.
Suherman mengamati foto itu dan mengangguk. "Tidak heran." Keluarga Anderson terkenal dengan temperamennya, bagi mereka rokok dan tato adalah hal yang tabu. Dia lalu bertanya, "Jadi hari ini kamu pergi ke rumah sakit untuk meminta maaf?"
"Benar kakek. Dia sudah menerima permintaan maaf saya. Masalah ini sudah selesai."
"Belum. Kita masih harus ke rumah mereka menemui orangtuanya. Kakek mendengar bahwa anak ini mengalami gagar otak ringan dan patah tulang."
Nuna tertegun. "Separah itu?"
"Nona, dia jatuh dari lantai dua," celetuk Tanio.
"Mungkin diperlukan waktu dua minggu sebelum dibolehkan pulang," tambah Suherman.
Nuna merenung. "Kapan saya dan Kakek akan mengunjungi mereka?"
"Malam ini."
"Baik. Saya meminta maaf telah membuat masalah untuk Kakek."
Suherman berdiri dan mengusap lembut rambut cucunya. "Temani Kakek bermain catur kalau begitu."
Nuna menatap wajah Kakeknya yang tersenyum. "Baik, Kakek."
◾◾◾
Kakek dan cucunya duduk berdampingan, berhadapan dengan Haykal Anderson dan Jasmine yang merupakan kedua orangtua Rigel.
"Kami datang ke sini untuk meminta maaf telah menyebabkan kecelakaan pada putra anda hingga dirawat di rumah sakit. Ini adalah bentuk ketulusan cucu perempuan saya untuk nak Rigel." Suherman berkata dengan hati - hati dan mendorong sertifikat tanah.
Haykal mengambil sertifikat itu dan membacanya. Setelah itu dia mengomentari, "Tanah ini berada di lokasi strategis dan mempunyai masa depan yang bagus." Dia menutup sertifikat itu dan mendorongnya kembali ke Suherman. "Tapi saya menolak kompensasi ini."
"Sayang." Jasmine mengusap lengan atas suaminya untuk membuatnya tenang.
"Apa maksud Tuan Anderson?" Suherman tidak mengira Haykal akan menolak ketulusannya. Tanah ini salah satu miliknya yang paling dia hargai karena nilai jualnya.
"Anak saya mengalami cedera di kepala, punggung, tangan dan kaki. Dan anda memberikan saya sertifikat ini. Apakah menurut anda putra saya senilai tanah ini? Bagaimana jika cucu perempuan anda tersayang mengalami hal yang sama, Tuan Suherman?" Kata - kata Haykal menusuk jantung Suherman.
"Tuan Haykal, mohon berhati - hati dengan perkataan, anda." Suherman menatap tajam pada Kepala Keluarga Anderson itu. "Kami datang di sini dengan niat baik."
"Saya menghargai niat baik anda, tapi saya menolak permintaan maaf anda. Saya ingat dua bulan lalu kami menandatangani perjanjian bisnis. Saya akan membatalkannya."
Wajah Suherman menjadi jelek. Jika Haykal membatalkan perjanjian itu, maka perusahaannya akan mengalami kerugian hingga milyaran rupiah. Dia hanya bisa menerima keputusan itu, karena tahu bahwa tidak ada ruang untuk negosiasi dalam hal ini.
Setelah keluar dari rumah Keluarga Anderson, Nuna menatap kakeknya dengan perasaan bersalah.
"Maafkan saya, Kakek. Karena saya kakek menderita banyak kerugian. Cucu ini tidak kompeten dan menyusahkan kakek."
Suherman mengusap kepala cucu perempuannya dan menghela nafas, "Tidak apa. Tidak ada yang perlu di sesali. Dengan begini, masalah ini bisa dianggap selesai. Kamu hanya perlu fokus dengan sekolahmu."
Nuna mengangguk mengerti.
◾◾◾
"Kakak!" Nino menyambut Nuna yang memasuki rumah.
"Adik Nuna yang tampan." Nuna menggendong adiknya. "Gimana belajarnya hari ini?"
Nino yang mulai belajar menghafal menghitung mengepalkan tangannya dan menghitung, "Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh!"
"Wah, Nino pintar." Nuna menghadiahi ciuman di kedua pipi Nino yang bulat.
"Yeay! Jadi Nino bisa pergi ke sekolah?" tanya Nino dengan semangat. Sebelum Nuna membuka mulutnya. Nino berkata dengan cemas, "Nino sudah bertambah tinggi 2 cm!"
Nuna memandang Nino tak berdaya. Dia sangat menyayangi adek satu - satunya ini. Tentu saja dia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya, dari pakaian, makanan, bahkan pendidikan. Namun dia tidak berani membiarkan Nino pergi ke sekolah seperti anak - anak lain. Dia memilih memperkerjakan guru privat yang terbaik di setiap bidang untuk mengajar Nino di rumah sehingga dalam hal pendidikan tetap terpenuhi dengan baik.
"Maaf Nino." Nuna hanya meminta maaf tanpa memberikan penjelasan.
Bayi berusia lima tahun itu memeluk leher kakaknya dengan erat. "Oke." Walaupun dia tidak tahu mengapa kakaknya melarang, dia hanya akan mematuhinya. Dia tahu kakaknya sangat menyayanginya dan tidak akan melakukan hal yang buruk terhadapnya.
◾◾◾
Cerita sampingan
Nino : (tersenyum lebar menunjukkan giginya yang ompong) Kakak, kakak! Nino bertambah 5 cm.
Nuna : Wah bayi kita hebat!
Tanio : Tuan muda, anda berjinjit. Anda hanya tumbuh 3 cm.
Nino : !!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
AdindaRa
Aku tinggalkan jejak disini kakaaaak.
2022-08-02
2