Nuna memandang vila tingkat dua di depannya tanpa ada rasa nostalgia. Sudah lama sekali dia datang ke sini sehingga bahkan dia hampir tidak memiliki kenangan yang patut diingat.
Nuna memasuki vila dan menemukan sekelompok orang tengah duduk melingkari meja makan. Di sana ada ayah kandungnya bersama istri dan dua anaknya, ada dua paman dan dua bibi serta tiga sepupunya.
Ferdinan yang pertama menyadari kedatangannya. "Sayang, kamu akhirnya sampai. Ayo duduk di dekat ayah."
"Selamat malam, Ayah." Nuna berjalan ke ruang makan dan menyapa, "Selamat malam, Paman, Bibi, dan Sepupu."
Ketiga wajah yang tidak disapa oleh Nuna menjadi jelek. Mereka adalah Sinta, istri Ferdinan yang menikah lima tahun lalu, serta Dion dan Indah, kedua anak Sinta dari pernikahan pertama.
Indah mengamati gaun yang dipakai oleh Nuna dan dia terbakar cemburu. Minggu lalu dia melihat gaun itu di etalase dan langsung jatuh cinta, dia segera meminta ibunya untuk membelikan gaun itu sebelum sold out. Namun permintaannya ditolak karena dia baru saja membeli tiga pakaian baru senilai 25 juta. Ibunya merasa dia terlalu boros sehingga mulai membatasi pengeluarannya.
"Selamat malam, kak," Menahan masam, Indah berinisiatif menyapa.
Nuna menatap gadis yang memakai gaun polos berwarna putih yang duduk di posisi depan ayahnya. "Saya hanya mempunyai satu adik dan dia laki - laki."
Senyum Indah menghilang. Matanya berkaca - kaca menatap Ferdinan dengan keluhan.
Ferdinan mengerutkan bibirnya, "Nuna, jangan bersikap kasar."
Nuna mengabaikan ayahnya dan mengamati meja makan. Sebagian besar piring kosong, dan sebagian lainnya hanya beberapa yang tersisa. "Sepertinya ayah sudah makan malam?"
Indah menatap panik, "Saudari, maaf. Indah lapar jadi kami makan dulu, tapi kami baru saja mulai kok."
Orang buta percaya akan omong kosongnya.
"Saya bukan saudarimu." Nuna mengingatkan lagi.
"Nuna!" Ferdian berteriak kesal.
Nuna meluruskan pandangan, menatap ayahnya. "Saya sudah makan malam. Katakan saja keperluan ayah, apakah tentang saham lagi?"
"Ayo, makan malam dulu." Ferdinan meraih lengan putrinya berusaha mencairkan suasana, namun Nuna mengelak.
"Katakan saja sekarang. Tidak perlu membuang waktu."
Ferdian menghela nafas panjang. "Dua sepupumu, Bagas dan Bagus telah menyelesaikan kuliahnya. Tolong bantu mereka bekerja di perusahaan kakek."
Nuna merasakan dirinya ditatap dengan penuh harap oleh kedua bersaudara itu. "Mengapa tidak bekerja di perusahaan ayah saja?"
"Saudari, perusahaan Paman tidak sesuai dengan jurusan kami. Justru jurusan kami sesuai dengan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan kakek, ya kan Gas?" Bagus menyenggol lengan saudaranya meminta dukungan.
Bagas mengangguk. "Benar saudari. Tolong bantu kami. Kami akan bekerja dengan sungguh - sungguh."
"Saya tidak bisa membantu."
Ferdinan mengerutkan kening.
"Ayah, saya tidak pernah berurusan dengan perusahaan kakek. Jika kalian tetap ingin bekerja di sana, silakan hubungi kakek secara pribadi." Nuna dengan tegas menolak.
"Tapi kamu cucu tersayangnya. Saudari tolong bantu kami sekali saja." Bagas bersikukuh..
Nuna menggeleng. "Saya benar - benar tidak bisa, urusan kami telah selesai. Saya akan pulang sekarang. Selamat malam."
Ferdinan melihat punggung putrinya yang semakin menjauh. "Nuna, berhenti! Ayah bilang berhenti kamu!"
Namun Nuna mengabaikan dan tetap berjalan keluar.
Tanio melihat Nonanya keluar dengan cepat. Dia tahu pasti tidak ada hal baik yang terjadi ketika datang ke tempat ini. Tanpa bersuara, Tanio mengantarkan Nonanya kembali ke rumah.
◾◾◾
Nuna yang telah berganti ke piyama merah muda menatap langit - langit kamarnya yang diterangi oleh lampu proyektor galaksi. Sambil mengenang kejadian tadi di benaknya.
Sebenarnya dari kecil, dia tidak pernah dekat dengan kedua orangtuanya. Setelah berumur lima tahun, dia dibesarkan oleh kakeknya untuk di didik dengan ketat sebagai penerus perusahaan Pangestu kelak.
Kakek dan nenek dari pihak ibu hanya memiliki satu anak, yaitu ibu kandungnya. Namun sang ibu mempunyai karir sendiri sehingga tidak tertarik dengan bisnis keluarga. Sang ayah juga memiliki perusahaan sendiri di bawah keluarganya sehingga kakeknya memfokuskan diri pada cucu perempuan yang memiliki IQ tinggi.
Nuna kecil sangat patuh mengikuti jadwal padat yang di susun sesuai pengaturan keluarga Pangestu yang turun - temurun di wariskan. Sehingga dia tidak mempunyai waktu untuk bersenang - senang seperti gadis kecil lainnya.
Saat gadis lain bermain boneka di usia SD, dia akan belajar matematika jenjang SMP. Ketika teman yang lainnya pergi belanja sepulang sekolah, dia akan pergi ke berbagai tempat les. Tuntutan pewaris Keluarga Pangestu sangat tinggi sehingga tidak jarang dia sering mimisan pada tahap awal pelatihan.
Kepribadian Nuna pun juga semakin menyendiri dan hanya berbicara ketika diperlukan. Kemudian di umurnya yang ke-11 tahun, ibunya meninggal dunia saat melahirkan, meninggalkan pangsit kecil berjenis kelamin laki - laki.
Nuna awalnya acuh tak acuh dengan saudara kandungnya, baginya itu hanya menambah satu orang lagi dalam keluarga. Tidak ada arti khusus. Hingga ayahnya menikah lagi dan tinggal bersama keluarga barunya dan kakek memberitahunya bahwa bayi kecil ini memiliki penyakit keturunan dari Keluarga Pangestu.
Itulah saat pertama kalinya Nuna merasakan ketidaknyamanan di dadanya seolah jantungnya sakit. Dia memandang sosok mungil dalam gendongan kakek. Bayi ini sangat rapuh. Dia memutuskan bahwa dia akan melindungi adiknya dengan baik.
Klik. Pintu kamar dibuka.
"Kakak?" bayi dalam piyama kartun itu berjalan dan naik ke tempat tidur kakaknya. "Nino mau tidur di sini."
Nino tengah bermain di sofa saat melihat kakaknya pulang. Dia ingin menyapa, namun berhenti ketika melihat ekspresi kakaknya. Walaupun hampir setiap hari ekspresinya sama, Nino dapat menemukan perbedaan. Kakaknya sedang sedih dan dia harus menghiburnya!
"Nona, maaf. Tuan Nino bersikeras ingin ke kamar Nona." Vian berdiri di depan pintu kamar menunggu instruksi Nonanya.
"Ya, kamu bisa pergi. Nino akan tidur dengan saya malam ini."
"Baik, Nona. Saya permisi. Selamat malam." Vian pun menutup pintu.
Nino memutar pantatnya, mencari posisi nyaman. Dengan tangannya yang gemuk dia memeluk perut rata Nuna. "Kakak, Nino ngantuk. Kakak tidur juga."
Nafas teratur Nino menerpa lehernya. Nuna mengusap pipi bulat adiknya. Pikirannya berangsur - angsur damai dan dia terlelap dengan cepat sambil memeluk pangsit kecil.
◾◾◾
Hari - hari berikutnya berjalan seperti biasa. Di sore hari Nuna menghadiri kelas bela diri yang baru berjalan tiga bulan. Sebelumnya diia telah mempelajari taekwondo dan sekarang dia menambah ilmunya ke Muay Thai.
Nuna mengganti seragamnya dengan kemeja hitam lengan pendek dan celana legging hitam.
"Halo, Nuna." Andre menyapa saat melihat muridnya sibuk memakai sarung tinju.
"Halo, Couch."
"Sudah pemanasan kan?"
Nuna mengangguk.
"Oke kita mulai dengan muay thai untuk mengatasi Neck Clinch. Neck Clinch ini sangat berbahaya karena menempatkan lawan pada posisi dominan."
Andre memulai memberi contoh dan Nuna memegang kedua sisi kepala Couch nya. "Seperti ini."
Dia menjelaskan, "Untuk melepaskan diri dari pegangan kuat lawan yang membatasi gerak leher, kita harus dengan cepat menyelipkan satu tangan ke dalam celah ini." Andre mengangkat tangan kirinya ke celah kedua tangan Nuna.
"Tangan yang lain menarik siku lawan ke bawah." Tangan kanan Andre menarik siku kiri Nuna.
"Jadi pukul dagu lawan dengan siku kiri kita, tarik siku kiri lawan dengan tangan kanan. Kaki maju ke depan. Lalu berputar ke samping." Andre telah berhasil melepaskan diri dari pegangan Nuna.
"Selanjutnya tangan kiri menekan tengkuk lawan dan tangan kanan menarik siku kiri lawan ke belakang. Seperti ini."
Posisi Nuna menjadi membungkuk dengan tangan kanan Couch di tengkuknya dan tangan kirinya yang tertarik ke belakang.
"Lalu kita angkat lutut untuk memukul wajah lawan." Andre mendemonstrasikan dengan mengangkat lutut kanannya ke arah wajah Nuna beberapa kali.
Andre melepaskan Nuna dan mengambil jarak. "Mengerti?"
Nuna menegakkan tubuhnya dan mengangguk yakin.. "Mengerti, Couch."
"Oke mulai." Andre memegang ke dua sisi kepala Nuna.
Nuna pun mengikuti gerakan yang diajarkan. Dengan cepat menyelipkan tangan kanannya dan memukul dagu Andre dengan siku kanannya. Bersamaan dengan itu menarik siku Andre ke bawah dan dia memutar tubuhnya ke samping. Tangan kanan nya menekan tengkuk Andre dan tangan kirinya menarik siku Andre ke belakang. Dia kemudian mengangkat lututnya ke wajah Andre beberapa kali.
Andre tercengang saat dirinya dengan cepat di posisi membungkuk. Murid ini memiliki daya ingat yang bagus! Biasanya dia perlu mengulang tiga hingga lima kali dalam mengajari muridnya yang lain.
Tanio yang mengawasi di samping tidak bisa menahan perasaan kagum pada Nonanya. Seingatnya dulu saat dia berlatih, dia perlu meminta Couch dua kali pengulangan sebelum benar - benar memahami.
Setelah mengambil jarak, Andre memuji, "Luar biasa. Kamu hebat, nak."
"Terima kasih, Couch."
"Oke kita ulang sekali lagi sebelum ke teknik berikutnya."
"Baik, Couch."
◾◾◾
Setelah olahraga, tubuh Nuna berkeringat. Dia ingin segera mandi untuk menyegarkan diri. Tetapi langkahnya terhenti ketika menemukan sepupu kembarnya duduk di sofa ruang tamu.
"Malam, Saudari," sapa mereka.
Nuna mengabaikan salam mereka. "Saya telah mengatakannya dengan jelas malam itu. Saya tidak bisa membantu. Jadi silakan kalian pulang, kami tidak menyambut tamu."
"Saudari, tolong pertimbangkan lagi." Bagas berkata dengan panik.
"Apa susahnya membantu sepupu sendiri, Saudari? Kita keluarga." Bagus berusaha membujuk.
Nuna menarik nafas dan menerapkan teknik pernafasan sitali. Tanio di sampingnya menghitung berapa banyak Nonanya mengambil nafas. Oh. Dua kali!!! Kemarahan Nona mencapai level medium! Dia memandang dua orang di sofa dengan tatapan kesal.
"Baik. Saya akan menghubungi kakek terkait hal ini. Kalian bisa pergi sekarang."
Bagas dan Bagus tersenyum lebar, "Terima kasih, Saudari."
Nuna hanya diam dan berjalan memasuki kamar tidurnya.
◾◾◾
Di malam hari. Ferdinan dan keluarga besarnya tengah berkumpul di ruang keluarga.
"Paman Ferdi, Nuna telah berjanji kepada kami untuk memberitahu kakek," ucap Bagas yang tersenyum bangga.
"Benar saja, Nuna masih menganggap kami saudaranya." Bagus menambahkan dan tertawa.
"Bagus, bagus," balas Ferdinan sambil memandang puas kepada keponakannya.
"Kalian berdua memang bisa diandalkan." Tirta, Paman mereka ikut memuji.
Indah yang masih kesal dengan makan malam dimana Nuna tampil sangat menawan tiba - tiba mengajukan pertanyaan, "Di bagian apa kak Bagas dan kak Bagus di tempatkan?"
Suasana menjadi hening seketika.
"Uhuk. Kami masih menunggu kabar."
Ding. Ding.
"Oh, Nuna menelepon!" Bagas berseru dan menyalakan loud speaker.
"Halo, Saudari."
"Kakek telah menyetujui kalian bekerja di perusahaan. Kalian bisa datang besok sebelum jam delapan."
"Posisi apa yang diberikan?" Indah tiba - tiba menyela.
Nuna di ujung telepon akhirnya tahu bahwa panggilannya didengar oleh satu keluarga besar. "Tentu saja staf biasa."
"Apa?!" Bagas berteriak kaget. "Bukan manager atau supervisor?"
"Jika tidak ingin datang, makan jangan lakukan."
Klik. Panggilan ditutup.
"Anak itu!" Ferdinan menepuk pahanya dengan keras. "Mengapa sangat keras kepala."
Indah menatap wajah ayah tirinya yang murka dan tersenyum puas. Hubungan ayah dan anak ini pasti akan semakin jauh dan sulit diperbaiki. Buat apa punya gaun mewah maupun uang berlimpah kalau dia kehilangan kasih sayang orangtuanya? Hmph! Rasa kesal Indah akhirnya sedikit berkurang.
"Bagaimana ini, Pa?" Bagas memandang ayahnya- Petra yang duduk berdampingan dengan ibunya, Rosa. Keduanya terlihat berumur di 30-an di umur aslinya yang hampir menginjak kepala lima.
Rosa mengerutkan kening namun hanya diam dan membiarkan suaminya yang memutuskan.
"Tidak papa, kalian bisa meniti karir dari bawah. Setidaknya pintu perusahaan Pangestu sudah terbuka sekarang," ucap Petra dengan tenang.
Tirta menambahkan. "Ya, ya betul. Kalian harus bekerja dengan keras untuk bisa menjadi Direktur kelak."
Setelah mendengar perkataan Pamannya, kekesalan saudara kembar itu menguap.
Mereka berbincang sebentar sebelum beristirahat di kamar masing - masing.
Indah menarik tangan kakaknya, Dion ke halaman belakang.
"Kakak! Lihat mereka, mereka berhasil memasuki pintu Pangestu. Bagaimana dengan kita? Apakah kakak akan diam saja?" Indah memarahi saudaranya.
Dion yang saat ini masih di bangku kuliah hanya menatap malas adiknya. "Mereka sepupu, itu wajar."
"Tapi kita saudara tirinya, kak!"
"Ya, kita 'hanya' saudara tiri. Tanpa ada hubungan darah, kita tidak punya hak untuk masuk ke Keluarga Pangestu."
"Tapi.. " Indah menggigit bibirnya. Memandang benci kakak laki - lakinya yang tidak sejalan dengannya.
"Ada lagi?"
"Tsk." Indah menginjak kaki Dion dengan keras dan masuk ke rumah.
Dion hanya menggeleng pasrah dan mengikutinya dari belakang.
Setelah keduanya menghilang, sesosok orang muncul dari balik tembok. Dia adalah Della, anak satu - satunya dari Tirta dan istrinya Lilian. Sebagai anak perempuan di keluarga yang mempunyai stigma Patriarki dimana anak laki - laki dipandang lebih tinggi dari anak perempuan, Della tidak terlalu diperhatikan oleh orangtuanya. Dia dapat melihat dengan jelas, bahwa orangtuanya lebih menyayangi kedua sepupu kembarnya
Della yang merasa diabaikan sejak kecil, memutuskan untuk menerima kondisi ini.
Della mengagumi sepupunya Nuna yang sangat kuat dan berpendirian teguh. Ambisi keluarga ini terhadap aset Keluarga Pangestu sudah menjadi rahasia umum, jadi dia diam - diam akan mengirimkan informasi kepada Nuna.
Termasuk hari ini, dia telah mengirimkan pesan kepada Nuna berisi rekaman audio percakapan di ruang keluarga tadi dan video percakapan Indah bersama Dion di taman belakang.
Ding. Sebuah pesan masuk.
Nuna : Terima kasih. Jangan kirim hal seperti ini lagi. Urus urusanmu sendiri.
Della menekuk bibirnya. Dia segera membalas pesan.
Della : Saya ingin melakukan ini, Saudari.
!!! Anda telah diblokir !!!
Della tertawa menatap layar ponselnya. Ah dia harus mengganti nomor lagi.
◾◾◾
Cerita sampingan
*Kakek : Ututu cucu kakek yang lucu.. ayo panggil kakek. Ka - kek
Nino usia dua tahun : Ca ca he he
Kakek : Ayo sayang panggil Kakek
Nuna : (mengamati dalam diam)
Nino usia dua tahun : (berjalan menghampiri Nuna dan menggenggam tangannya) Kakak
Kakek : !!!
Nuna : Panggil lagi
Nino usia dua tahun : Kakak!
Nuna : (mengusap sayang kepala Nino) Anak pintar.. (menatap kakek untuk pamer)
Kakek : Nino pasti typo, ya kan sayang? Yang dimaksud pasti Kakek
Nino usia dua tahun : Kakak*!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
AdindaRa
Wkwkwkwk. Aku ngakak pas baca ini 😅
2022-07-30
2
AdindaRa
Tak 😍
2022-07-30
2
AdindaRa
Hai Kaaak. Aku mampir sambil nyawer iklan.
Aku koreksi dikit ya kak.
Typo nih. COACH untuk pelatih kak 😍
2022-07-30
2