BAB II Sapu Tangan 7 Juta

Nuna turun dari mobil dan membuka pintu rumah. Sesosok tubuh kecil tiba - tiba berlari memeluk pahanya.

"Kakak!" suara manis dari bayi berumur lima tahun menyambutnya.

Nuna mengangkat bayi itu dan terhuyung.

"Hati - hati," Tanio bergegas menahan bahu Nonanya.

"Terima kasih," ucap Nuna setelah berhasil menyeimbangkan tubuhnya. Dia lalu menatap bayi di pelukannya dan memberi ciuman di pipi bulat itu. "Kenapa kamu bertambah berat?"

Bayi cemberut tidak setuju. "Nino enggak berat, Nino masih tumbuh, huh."

Nuna berjalan ke ruang makan dengan menggendong Nino. "Iya, Nino kita masih proses pertumbuhan. Nino, udah makan?"

Nino menggeleng dan menggeliat ingin turun. "Ayo makan bareng, kak!"

"Oke, kamu duduk sini." Nuna meletakan adiknya di sofa. "Kakak mandi, ganti baju dulu." Pandangannya lalu beralih ke asisten pribadinya. "Tanio, tolong jaga Nino."

"Siap, Nona."

Setelah mandi dan berganti dengan kaos longgar serta celana panjang, Nuna menghampiri adiknya, dia juga menawarkan Tanio untuk tinggal makan malam bersama namun Tanio menolak dan berpamitan pulang. Sehingga di meja makan yang luas ini hanya ada Nuna dan Nino yang menyantap makan malam.

Nuna tengah memotong steak saat merasakan dirinya ditatap seseorang. Dia mengangkat pandangannya dan menemukan bayi itu mengamatinya.

"Masih lapar?"

Nino menggeleng.

"Nino ingin belajar!"

"Belajar?"

"Biar bisa kayag kakak." Dengan susah payah Nino turun dari kursinya dan berlari kecil menuju meja belajar yang digunakan Nuna saat les privat.

"Jangan lari," hati Nuna menegang. Tanpa memperhatikan table manner yang biasa dia terapkan, dia berlari memeluk Nino. "Kenapa buru - buru, hm?"

Mengedipkan mata bingung, Nino menjawab, "Nino ingin belajar." Dia lalu melepaskan diri dari pelukan Nuna dan meraih sebuah buku yang lumayan tebal. Diletakkannya buku itu di atas kepala. Sebelum berhasil melangkah, badan kecilnya bergoyang dan dia jatuh di pelukan Nuna.

Nuna memeluk tubuh Nino erat dan jarinya sedikit gemetar. Dia mengerti dengan apa yang dimaksud oleh bayi itu dan berkata dengan lembut, "Iya nanti, tunggu Nino tumbuh lebih tinggi lagi, baru nanti belajar. Nanti kakak temani Nino waktu belajar."

Kedua mata Nino berbinar menatap saudarinya. "Janji?" Dia mengulurkan jari kelingkingnya.

"Janji." Nuna mengaitkan jari kelingkingnya dan mencap segel perjanjian di jari jempol.

Jam menunjukkan pukul 8, seharusnya guru les privat nya hadir di sini, tetapi gurunya mengirim pesan menjelaskan bahwa akan datang terlambat karena banjir di beberapa ruas jalan yang dilewati.

"Sudah waktunya tidur, ayo kakak antar ke kamar."

Nino menggeleng. "Nino belum ngantuk."

"Kakak lanjutin cerita yang kemarin."

"Oke." Nino memeluk leher Nuna.

Keduanya lalu masuk ke kamar tidur Nino.

"Selamat malam, Nona," sapa Vian, petugas yang berjaga di kamar Nino untuk malam ini.

"Malam."

"Kakak, Nino berani tidur sendiri."

Nuna mengusap kepala adiknya dengan lembut, "Iya, Nino berani tidur sendiri, tunggu Nino tumbuh lebih tinggi ya."

Nino cemberut namun tidak menentang perkataan sang kakak.

"Anak pintar." Meletakkan Nino di tempat tidur, Nina mengambil tempat di sampingnya dan memulai bercerita. Tidak butuh waktu lama untuk bayi kecil berusia lima tahu tertidur lelap.

Sebelum keluar kamar, Nuna menatap Vian dan berpesan, "Jaga dia."

"Tentu, Nona."

Nuna meraih ponselnya dan menelepon asisten pribadinya.

"Selamat malam, Nona."

"Malam, Tanio. Tolong atur penjaga seperti peraturan awal. Penjaga harus ada dalam radius setengah meter di sekitar Nino."

Hening.

"Halo?"

"Baik, Nona."

"Bagus. Terima kasih."

"Apakah ada masalah tadi Nona?"

"Tidak ada, saya tutup telepon sekarang."

Klik. Panggilan dimatikan.

◾◾◾

Keesokan harinya, Nuna dipanggil oleh Wali Kelas ke ruangannya.

"Saya sudah membaca email yang kamu kirimkan, nilai telah diperbaiki," ucap Hendra sambil menunjukkan daftar ranking umum. "Kamu murid yang pandai, Guru Fisika dan Guru Kimia menghubungi saya untuk meminta kamu berpartisipasi dalam Olimpiade bulan depan."

"Terima kasih, Guru. Apakah wajib menginap sebelum lomba?"

"Olimpiade kali ini diselenggarakan di luar kota. Sekolah akan mengakomodasi biaya perjalanan selama menginap empat hari di sana."

"Mohon maaf, Guru. Saya tidak akan berpartisipasi."

Alis Hendra berkerut tak setuju. "Kenapa? Kamu murid berbakat, jangan sia - siakan bakat kamu, nak."

"Saya punya bayi."

Bayi??! Muridnya baru berusia 16 tahun! Namun tatapan polosnya mengatakan kejujuran.

"Bayi?"

"Ya. Lima tahun."

"Keponakan?"

Nuna menggeleng. "Adik kandung saya, Guru."

Ekspresi Hendra menghalus. "Oh, titipkan saja ke saudara yang lain. Olimpiade ini hanya setahun sekali."

"Saya tidak punya kerabat. Maaf, Guru. Saya benar - benar tidak bisa berpartisipasi," ucap Nuna dengan tegas.

Hendra menghela nafas menyesal. "Sangat disayangkan. Baiklah, kamu boleh kembali ke kelas."

"Terima kasih, Guru."

"Tuh, orangnya udah keluar." Panji, perwakilan tim Olimpiade Fisika mencolek Yudha, perwakilan tim Olimpiade Kimia.

Nuna mengabaikan mereka.

"Tunggu," ucap Yudha menghalangi jalan.

"Ada keperluan dengan saya?" Nuna memandang ragu remaja laki - laki di depannya.

"Lo beneran ikut Olimpiade?" Sebelum Nuna menjawab, Panji merespon cepat. "Dengan modal nilai 100 doang lo bisa ikut Olimpiade? Soal Olimpiade beda ama soal anak kelas sebelas,girl. Jangan bikin malu sekolah lah."

Nuna hendak membalas tuduhan sepihak, namun Yudha memotong dengan tergesa - gesa. "Jangan dengerin dia. Gue- maksud gue, kami di tim Olimpiade dengan senang hati menerima lo sebagai perwakilan tambahan di tim. Tetapi dengan syarat, lo wajib hadir di pelatihan sepulang sekolah setiap hari."

"Yudha!"

Nuna tertegun. Sepulang sekolah? Setiap hari? Untungnya dia menolak.

"Gimana?" tanya Yudha mengabaikan keberatan Panji. "Kami sudah mempertimbangkan hal ini lama. Sebenarnya kami enggak yakin dengan kemampuan lo tapi kalau lo-"

"Saya tidak berpatisipasi."

"Hah?" Yudha terkejut. Panji tersenyum puas. Yudha bergegas maju. "Maksud lo apa?"

"Tolong jaga jarak." Nuna mengambil dua langkah mundur dan berkata dengan tegas. "Saya tidak berpatisipasi."

"Baguslah lo sadar diri." Panji mencemooh.

"Ini.. oke itu keputusan lo. Tim kami udah ngasih kesempatan hari ini dan lo enggak ambil. Jadi jangan coba masuk tim Olimpiade lewat jalur belakang lagi," ancam Yudha kemudian pergi dengan Panji mengekor di belakang.

Jalur belakang? Mengapa majas metafora remaja sekarang beraneka ragam? Nuna menatap mereka berdua yang menghilang di tikungan sebelum berjalan ke kelasnya.

Elang mondar - mandir di dalam kelas. Sebagai Ketua Kelas dia tidak terima anggota kelasnya dihina seperti ini!

"Nuna!" Elang bergegas menghampiri Nuna yang baru saja duduk di bangkunya. "Lo enggak papa, kan?"

Nuna tidak menjawab dan hanya menampilkan ekspresi bingung di wajahnya.

"Ah itu.. anak - anak pada heboh katanya lo masuk tim Olimpiade lewat jalur belakang."

"Saya tidak berpartisipasi." Nuna mulai lelah mengulang kalimat ini.

"Bagus deh lo nolak." Joshua menimpali. "Cyrcle mereka itu buruk. Ya emang sih, mewakili nama sekolah, pintar tapi tanpa attitude is big NO."

Bimo yang berdiri di depan meja Nuna, menatap horor pada Joshua, "Sejak kapan lo bisa bahasa Inggris?"

Joshua terkekeh dan melempar bola basket di tangannya dengan keras ke arah Bimo.

Jantung Bimo melompat dan dia segera menangkap bola basket. Bergegas dia berjalan menjauhi meja Nuna. Kemarin dia iseng memfoto sapu tangan yang dibuang oleh Nuna dan membagikannya ke grup tim basket.

...Grup Chat...

...LAKIK!! 💪...

^^^Bimo : (mengirim foto sapu tangan)^^^

Joshua : NGAPAIN LO FOTO WKWKWK

^^^Bimo : Gegara lo nih^^^

Kevin : Kenapa tuh?

Ray : (2)

Hans : (3)

Joshua : Bima kagak bisa nangkep bola, jadi bolanya ngotorin meja Tuan Putri Nuna 🤣🤣🤣

Leo : !!!

Jaka : !!!

Dian : !!!

Sean : Bentar deh, motifnya kayag punya mama gue

^^^Bimo : ???^^^

Sean : (mengirim foto) Iya kan?

Joshua : Wah beli dimana tuh, bisa kembaran?

Sean : Di Guli

Leo : Whoa, parah lo Bim!

^^^Bimo : Kenapa woy?^^^

Joshua : Firasat gue enggak enak, nih

Kevin : Eh iya nyokap beli juga kemarin, persis, 7 juta apa ya

Dian : Hayo lo, Bim

^^^Bima : ...^^^

^^^Bimo : Joshua ******^^^

...Bimo kicked Joshua from Grup Lakik!! 💪...

Mengingat isi grup chat kemarin, Bimo membuang bola basket di tangannya dan mengeluarkan kotak kecil dari tasnya. Dia dengan cepat meletakan kotak kecil itu di depan Nuna dan kembali menjauh.

Nuna membaca logo di kotak kecil, "Guli?"

"Buat ganti sapu tangan lo kemarin," ucap Bimo. Setelah mengetahui harganya kemarin, dia merasa bersalah. Jadi di malam hari dia pergi ke mall, merelakan sebagian uang saku bulan ini untuk mengganti sapu tangan Nuna dengan yang sama persis. Bimo menatap pahit pada Joshua.

"Sebenarnya tidak perlu," Nuna menolak. Dia masih memiliki banyak sapu tangan di ruang gantinya.

"Enggak, gue udah beli, lo simpan."

Nuna mengedipkan matanya perlahan dan memandang Bimo ragu - ragu, "Terima kasih."

"Sama - sama."

Nuna masih merasa bahwa dia tidak bisa menerima hadiah secara cuma - cuma. Dia mengingat ajaran kakeknya untuk tidak menerima pemberian orang lain dengan santai, karena bisa saja ada tujuan lain yang tersembunyi.

Misalnya Paman yang merupakan saudara ayahnya yang tiba - tiba memberinya tas seharga 20 juta, ternyata setelah dia menerima tas itu, Paman meminta bantuannya untuk menjual lima persen saham perusahaan kakek di pihak ibu yang ada di tangan adiknya Nuno. Tentu saja dia menolak. Dia menggandakan tas itu dan mengatakan dengan tegas bahwa dia tidak akan pernah menerima hadiah dalam bentuk apapun saat mengembalikan ke Pamannya.

Nuna mengambil konsol game yang masih ada di dalam tasnya. Awalnya dia berniat memberikan hadiah kepada adiknya, namun Tanio mengatakan bahwa Nino masih terlalu dini untuk memainkan game ini.

"Kalau begitu, ini buat kamu."

Bimo memandang terkejut pada konsol game yang ada di depannya. Dengan hati - hati dia mengulurkan tangan untuk mengambilnya.

"Gilak! Ini kan merk Turtle Switch yang terbaru!" Joshua berseru dan dengan cepat merebut konsol game dari tangan Nuna.

Bimo mengerutkan bibirnya. "Punya gue, sini in!"

Joshua mengabaikan Bimo dan menyalakan game konsol itu. Dia lalu bermain sebentar.

"Ya sesuai deskripsi spesifikasinya di web lah, performanya bagus." Joshua memberikan komentar, lalu melempar game konsol itu ke Bimo.

Jantung Bimo berdenyut nyeri ketika hampir tidak berhasil menangkapnya. "Joshua! Lama - lama gue ama lo bisa sakit jantung!"

Joshua mencibir.

Bimo mendengus lalu mengamati konsol game di telapak tangannya. Ah ah akhirnya! Setelah kehabisan karena hanya tersedia 100 unit, dia punya satu di tangannya!!

"Thanks Nuna. Ini udah di tangan gue, jadi jangan diminta balik ya." Bimo tersenyum lebar sambil menatap was - was Nuna.

"Iya."

Elang yang sedari tadi hanya menonton akhirnya mengeluarkan suara, "Syukurlah kalau lo enggak papa. Jangan ragu buat ngomong ke kita kalau lo diganggu."

"Iya bener! Gue siap maju membela lo!" Bimo mengangguk setuju.

Joshua melirik konsol game yang masih dipeluk Bimo lalu melingkarkan lengannya di bahu Bimo. "Limabelas juta ternyata cukup buat membeli lo. Gue kasih 30 juta, jadi babu gue sebulan gimana?"

"Mau berantem sekarang hah?" Bimo menepis tangan di bahunya.

"Tsk. Canda bro." Joshua menatap Nuna. "Two in ya, gue ama Bimo satu paket. Walau kadang kita ngerasa beda dimensi ama lo, tapi kita masih sama - sama di satu ruangan XI MIA 1. Jadi kita masih teman sekelas."

Ada jeda sejenak sebelum Nuna menolak. "Terima kasih. Saya bisa mengatasi masalah saya sendiri."

Bimo dan Elang bergegas menghimpit tubuh Joshua. Tangan Bimo segera menutup mulut Joshua dengan erat. Mereka bertiga lalu meninggalkan ruang kelas, mencegah lidah beracun Joshua berkicau lagi.

◾◾◾

Nuna baru sampai di rumah pukul 5 sore. Tanio telah mengosongkan jadwalnya hari ini untuk menghadiri undangan makan malam di keluarga ayahnya. Tanpa terburu - buru dia mulai bersiap - siap.

Setelah mandi dan memakai handuk kimono, Nuna keluar dari kamar mandi dan di sambut oleh dua wanita yang telah berdiri di walk in closet. Mereka adalah Fashion Stylist dan Penata Rias yang dia rekrut. Mereka selalu siap sedia setiap saat dibutuhkan.

"Nona, saya telah menyiapkan tiga gaun yang sesuai dengan acara malam ini. Manakah yang Nona pilih?" Catlin, Fashion Stylist memperlihatkan ketiga gaun yang digantung dengan rapi.

Nuna mengamati mereka. Gaun pertama berjenis off shoulder berwarna ruby yang memiliki panjang selutut. Gaun kedua berwarna canary yang setinggi tubuhnya dengan desain backless. Gaun ketiga berbahan sifon berwarna peach sepanjang gaun kedua dengan perbedaan terdapat lengan pendek di kedua sisinya.

"Saya memilih ini." Nuna menunjuk gaun ketiga.

"Baik, Nona." Catlin kemudian membantunya berpakaian.

"Sesuai permintaan Nona, saya tidak akan menerapkan bedak," ucap Adora, Penata Rias. "Kulit Nona sangat sehat dan bercahaya." Adora memuji wajah Nonanya.

Butuh waktu satu jam untuk Nuna bisa berdiri menatap pantulan dirinya di cermin. Gadis di cermin memiliki tinggi 165 cm setelah memakai heels, tingginya bertambah 5 cm. Gaun sifon membuat penampilannya elegan. Make up tipis juga sesuai dengan usianya, tidak berlebihan.

Nuna mengambil anting - anting dan memasangnya di telinga, dia juga memakai gelang dan jam tangan.

"Perfect." Catlin memandang Nonanya kagum.

"Benar, benar." Adora menimpali.

"Terima kasih atas kerja kerasnya hari ini." Nuna mengambil tas berwarna putih.

Tanio mengamati pakaian yang dikenakan oleh Nonanya. "Nona, maafkan saya, bukankah undangan Tuan Ferdinan adalah makan malam biasa?" Dia sedikit penasaran menemukan Nonanya berdandan seperti akan ke pesta semi formal.

Nuna memperbaiki letak jam tangan ke posisi yang pas. "Nio, saya tidak pergi untuk makan malam. Saya pergi ke medan perang."

Melihat wajah tanpa ekspresi Nonanya, Tanio tidak bisa menahan menggigil.

◾◾◾

*Cerita Sampingan

Adora : Nona sangat cantik! Dia memiliki wajah kecil yang bebas dari jerawat tanpa terlihat pori - porinya. Bibirnya bahkan merah muda alami!!

Catlin : Kamu benar. Proporsi tubuhnya juga bagus. Lengannya kecil, kakinya lebih panjang dari punggungnya, dan bahu itu juga! Padahal Nona tergolong tinggi dengan 165 cm, tetapi dia terlihat imut!!

Tanio : Saya berpikir kalian adalah penggemar fanatik Nona.

Adora & Catlin : (mengangguk setuju)

Tanio : (mengambil buku catatan) WASPADA!!!

Lampu Kuning! Dua bahaya berada sangat dekat dengan Nona*.

Episodes
1 Bab I Undangan Makan Malam
2 BAB II Sapu Tangan 7 Juta
3 BAB III Makan Malam 'Keluarga'
4 BAB IV Salah Paham
5 BAB V Permintaan Maaf Ditolak
6 BAB VI Siswa Baru
7 Bab VII Tanggung Jawab!
8 BAB VIII Telepon dari Sekolah
9 BAB IX Anggota Baru Tim Basket
10 BAB X Surat Perjanjian Kompensasi
11 BAB XI Keraguan Datang
12 BAB XII Pekan Olahraga
13 BAB XIII Praktek Lari
14 BAB XIV Eternal Squad vs Jealousy Squad
15 BAB XV Tim Basket SMA Menang
16 BAB XVI Makan Siang Bersama
17 BAB XVII Lomba Memanah
18 BAB XVIII Kebenaran Terungkap
19 BAB XIX Equestrian, Show Jumping
20 BAB XX Lomba Memasak
21 BAB XXI Enam Bintang
22 BAB XXII Malam Penghargaan
23 BAB XXIII Liburan ke Bali
24 BAB XXIV Balapan Mobil
25 BAB XXV Explore Bali
26 BAB XXVI Jangan Keluar Malam Sendirian
27 BAB XXVII Gangguan di Jalan Tol
28 BAB XXVIII Olahraga Air yang Menyenangkan!
29 BAB XXIX Belanja Oleh - Oleh
30 BAB XXX Tantangan Lagi
31 BAB XXXI Balap Motor
32 BAB XXXII Percakapan Rahasia
33 BAB XXXIII Olimpiade Summer
34 BAB XXXIV Babak Final
35 BAB XXXV Pergi ke Sekolah?
36 BAB XXXVI Melukis Bersama
37 BAB XXXVII Rencana Mark
38 BAB XXXVIII Jalan-jalan ke Aquarium
39 BAB XXXIX Tantangan 1 vs 1
40 BAB XL Pergi ke Taman Bermain
41 BAB XLI Balap Motor
42 BAB XLII Suka?
43 Pengumuman
44 BAB XLIII Kencan Pertama
45 BAB XLIV Pertemuan Tak Terduga
Episodes

Updated 45 Episodes

1
Bab I Undangan Makan Malam
2
BAB II Sapu Tangan 7 Juta
3
BAB III Makan Malam 'Keluarga'
4
BAB IV Salah Paham
5
BAB V Permintaan Maaf Ditolak
6
BAB VI Siswa Baru
7
Bab VII Tanggung Jawab!
8
BAB VIII Telepon dari Sekolah
9
BAB IX Anggota Baru Tim Basket
10
BAB X Surat Perjanjian Kompensasi
11
BAB XI Keraguan Datang
12
BAB XII Pekan Olahraga
13
BAB XIII Praktek Lari
14
BAB XIV Eternal Squad vs Jealousy Squad
15
BAB XV Tim Basket SMA Menang
16
BAB XVI Makan Siang Bersama
17
BAB XVII Lomba Memanah
18
BAB XVIII Kebenaran Terungkap
19
BAB XIX Equestrian, Show Jumping
20
BAB XX Lomba Memasak
21
BAB XXI Enam Bintang
22
BAB XXII Malam Penghargaan
23
BAB XXIII Liburan ke Bali
24
BAB XXIV Balapan Mobil
25
BAB XXV Explore Bali
26
BAB XXVI Jangan Keluar Malam Sendirian
27
BAB XXVII Gangguan di Jalan Tol
28
BAB XXVIII Olahraga Air yang Menyenangkan!
29
BAB XXIX Belanja Oleh - Oleh
30
BAB XXX Tantangan Lagi
31
BAB XXXI Balap Motor
32
BAB XXXII Percakapan Rahasia
33
BAB XXXIII Olimpiade Summer
34
BAB XXXIV Babak Final
35
BAB XXXV Pergi ke Sekolah?
36
BAB XXXVI Melukis Bersama
37
BAB XXXVII Rencana Mark
38
BAB XXXVIII Jalan-jalan ke Aquarium
39
BAB XXXIX Tantangan 1 vs 1
40
BAB XL Pergi ke Taman Bermain
41
BAB XLI Balap Motor
42
BAB XLII Suka?
43
Pengumuman
44
BAB XLIII Kencan Pertama
45
BAB XLIV Pertemuan Tak Terduga

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!