Zalfa Aristya Az-zahira adalah nama lengkapnya. Sekarang ini kesibukannya adalah menjaga Mamanya dan menjadi guru bahasa Inggris di kota M. Zalfa terlahir sebagai anak semata wayang dari Mama dan Papanya yang bernama Bapak. Fariz dengan Ibu Ambar wati.
Papanya adalah seorang abdi negara namun satu tahun yang lalu papanya dinyatakan gugur dalam tugasnya menjaga kedaulatan NKRI tercinta. Sudah berjalan satu tahun lebih Zalfa dan Mamanya hidup mandiri berdua di kota M. Di sebuah rumah peninggalan Papanya untuk mereka berdua.
Kepergian Papanya yang begitu mendadak membuat Mamanya teramat sedih. Hingga pada akhirnya Mamanya dinyatakan terkena gagal ginjal yang salah satu pemicunya adalah tekanan darah tinggi sang Mama yang memang cukup parah setelah kepergian Papanya. Sehingga dokter menyarankan untuk melakukan cuci darah setiap dua minggu sekali di rumah sakit terbesar dan ternama di kota S.
Untuk berobat Mamanya mereka menggunakan sebagian uang pensiun Papanya dan harta warisan dari Papanya. Karena yang Zalfa ketahui Papanya memang ditinggali banyak warisan dari nenek moyangnya. Meskipun begitu itu tidak menjadikan Zalfa menjadi anak yang manja dan bertumpu pada harta warisan tersebut.
Kehilangan sosok Papa membuat Zalfa yang sudah beranjak dewasa menjadi anak mandiri. Dan beruntungnya Zalfa bisa menjadi seorang guru bahasa Inggris di salah-satu sekolah di kota M. Dari situ Zalfa menyibukkan dirinya. Selain itu ia juga disibukkan dengan tanggungjawab yang amat sangat luar biasa bagi Zalfa yaitu menjaga dan memerhatikan sang Mama.
Zalfa menggunakan waktunya untuk sesibuk mungkin dengan bermacam aktivitas yang dapat membuatnya sedikit lupa akan sosok Papanya.
Karena ia harus kuat dan tangguh agar sang Mama juga bisa kuat dan tangguh. Hidupnya bersama Sang Mama harus terus tetap berjalan meski kini mereka hanya hidup berdua saja.
Zalfa merasa bersyukur gagal ginjal yang diderita Mamanya tidak terlalu parah. Sehingga pengobatannya bisa dengan obat-obatan dan cuci darah. Selain itu dengan menerapkan pola hidup sehat dan mengontrol penyakit yang bisa meningkatkan resiko gagal ginjal kronis.
Saat ini, Zalfa menggenggam erat tangan Mamanya begitu pula sang Mama. Mereka saling tersenyum dan memberi kekuatan dan perlindungan satu sama lain serta saling menatap dengan tatapan yang dalam.
"Ma, Mama adalah satu-satunya orang yang Zalfa punya saat ini."
"Zalfa ingin Mama akan selalu bersama Zalfa sampai Zalfa tua nanti."
"Nikah dulu sayang baru tua!"
"Mama ..." Zalfa merasa tak suka karena ia tengah serius tapi Mamanya malah bercanda.
"Iya sayang iya." jawab Mamanya bahwa ia akan hidup bersama Zalfa sampai Zalfa menikah dan tua nantinya.
Zalfa membuka obat untuk Mamanya kemudian berkata, "Ini Ma, Mama minum dulu obat Mama!" Menyodorkan obat untuk diminum Mamanya.
Setelah itu Zalfa juga menyodorkan air putih untuk diminum Mamanya.
Mama Zalfa menerima air putih dalam kemasan L* Min*ral*. Sesaat pandangannya terfokus pada sebuah cincin yang masih melingkar di jari manis sebelah kiri tangan Zalfa.
"Zalfa?" Mama Zalfa memegang tangan Zalfa dan memegang cincin yang melingkar itu.
Dengan cepat Zalfa segera menarik dan menyembunyikan tangannya.
"Kenapa Zalfa? Kenapa? Kenapa kamu masih memakai cincin itu? Bukankah Edo sudah mengkhianati kamu dengan menikahi wanita lain?"
"Ma ..." Zalfa dengan suara yang cukup purau, "Maafkan Zalfa Ma! Zalfa cuma belum sepenuhnya bisa melupakan Edo. Makanya Zalfa masih pakai cincin ini."
"Kalau kamu belum bisa melupakan Edo, kenapa kamu anggap semua laki-laki itu jahat Zalfa?"
"Itu karena Zalfa reflek aja Ma. Setiap ada yang mau menawarkan bantuan Zalfa ingat wajah Edo Ma, Zalfa ingat kebaikan Edo, cinta yang pernah Edo berikan tapi ... dalam sekejap ia menghancurkan kebaikan, cinta yang selama ini Edo berikan pada Zalfa. Jadi Zalfa emosi gitu Ma, tapi sebenarnya juga Zalfa belum bisa sepenuhnya melupakan Edo."
"Oh maafkan Mama belum bisa mengerti kamu sepenuhnya sayang."
"No problem Ma!" Zalfa menenangkan Mamanya dan kemudian ia melepas cincin itu dari jari manisnya.
Dan yang mengagetkan Zalfa menjatuhkan cincin itu dan membiarkan cincin itu entah kemana.
Raut wajah sang Mama begitu menyiratkan sebuah pertanyaan yaitu apa yang telah Zalfa lakukan? Kenapa ia melepas dan menjatuhkan cincin yang cukup berarti bagi Zalfa begitu saja?
"Ma sudah saatnya Zalfa melepas cincin itu. Jadi tidak masalah. Pertanyaan Mama membuat Zalfa sadar kalau sudah saatnya Zalfa hidup tanpa bayangan masa lalu Zalfa. Karena itu Zalfa melepaskan apa yang sudah seharusnya Zalfa lepas dari kemarin."
Binaran mata haru bahagia sedih bercampur menjadi satu pada netra kedua wanita itu. Tak ada yang lebih baik lagi selain memberi dukungan dan kekuatan satu sama lain. Meyakinkan selama mereka bersama semua akan baik-baik saja.
...----------------...
Gemerlap cahaya lampu malam yang kadang berganti dengan pepohonan rindang yang tumbuh di sekitar jalan menemani perjalanan selama menaiki kereta.
Dimas duduk kembali di tempatnya usai melakukan tugas-tugasnya. Dalam heningnya malam berhiaskan gemerlap lampu kota yang tampak dari kejauhan pada jendela tempat duduknya. Diselingi dengan suara khas dari kereta menambah kesyahduan malam itu.
Dalam heningnya Dimas memikirkan kata-kata dari sang Mama yang selalu mendesaknya untuk menikah sedangkan ia tidak mau menikah dulu sebelum ada sosok wanita yang mampu menggetarkan kembali hatinya.
Dan apa yang terjadi hari ini padanya? Wanita yang awalnya ia sebut aneh dan galak dan ingin ia hindari, dengan begitu cepat dengan hanya menyunggingkan senyuman dan suara lembutnya mampu menggetarkan hatinya saat itu juga.
"Oh tidak Dimas, apa yang terjadi padamu?" Dimas merutuki dirinya. Lalu menengok kembali ke arah belakang. Mengingat keberadaan wanita itu. Dan Dimas malah senyam senyum sendiri.
Sebuah senyuman misterius pun tersirat pada Dimas. Dimas berencana akan mencari tau lebih dalam lagi mengenai wanita itu. Tapi... tunggu dulu! Bagaimana caranya? Seketika ia langsung menghembuskan nafasnya dengan kasar.
Dan tanpa terasa beberapa jam telah berlalu dan sampailah kereta yang dinaiki Zalfa bersama Mamanya telah tiba di stasiun terakhir dalam rute perjalanan kereta tersebut.
~Di stasiun terbesar di kota M~
Masih didalam kereta.
Zalfa dan Mamanya mengemasi dan mengambil barang-barangnya.
Dimas berjalan kembali menyusuri satu persatu pintu dalam kereta itu. Sampai ia melihat Zalfa dan Mamanya tengah beranjak dari tempat duduknya di kereta. Seketika itu Dimas mempunyai ide untuk membantu membawakan barang-barang bawaan Zalfa dan Mamanya. Sayangnya beberapa menit kemudian, Zalfa dan Mamanya telah pergi dari tempatnya.
Dalam hati Dimas kembali menyesal karena kenapa dia tidak bergerak dengan lebih cepat. Dan sama seperti tadi ia hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar.
Saat Dimas akan berlalu pergi dari tempat duduk Zalfa dan Mamanya, Dimas tak sengaja menemukan sesuatu yang berada tak jauh dari tempat itu. Dimas menemukan sebuah cincin.
Diambilnya cincin itu dan dilihatnya baik-baik. Dan tampaklah sebuah nama pada cincin itu "Edo dan Zalfa".
Tidak salah lagi Dimas yakin ini adalah cincin milik wanita itu karena Dimas ingat betul Mama dari wanita itu memanggil wanita itu dengan nama "Zalfa".
Dimas serasa hancur melihat nama pada cincin itu. Tapi ia tak mau menyerah dan sedih saat itu juga. Kalau cincin itu lepas dari jarinya pasti wanita bernama Zalfa itu akan mencari dan mengambilnya kembali. Apalagi kalau merupakan cincin pernikahan atau semacamnya. Firir Dimas.
Satu, dua, tiga tidak ada tanda-tanda kalau wanita itu kembali ke kereta mengambil barang kecil namun sangat berharga itu.
Tanpa berfikir lama Dimas mempercepat langkahnya. Ia keluar dari kereta mencari keberadaan Zalfa dan Mamanya. Dimas pun mengikuti nalurinya yang entah mengapa Dimas ingin mengembalikan cincin itu pada Zalfa. Meskipun ada sedikit rasa perih dalam hatinya.
Setelah mengitari stasiun itu kesana-kemari, Dimas pun menemukan seseorang yang dicarinya.
"Tunggu Zalfa!" teriak Dimas mendekat ke arah Zalfa dan Mamanya yang akan segera naik Grab.
"Pak Kondektur?" Zalfa dan Mamanya cukup heran dengan sosok yang memanggil dan berdiri tepat dihadapan mereka saat ini.
Tanpa basa basi dan tunggu lama, Dimas memperlihatkan cincin yang ditemukannya disamping tempat duduk mereka kepada mereka.
"Ini cincin kamu kan? Tadi saya tidak sengaja menemukannya di samping tempat duduk kamu dan Mama kamu." Dimas menjelaskan.
Zalfa tersenyum dan tertawa kecil karena apa yang dilakukan Dimas saat ini.
Dimas pun malah bingung dengan tingkah Zalfa bukannya bahagia tapi malah tertawa dan tak mau mengambil cincin itu dari tangannya.
Melihat ekspresi dari Pak kondektur itu, jelas membuat Zalfa tidak tega karena sudah membuatnya semakin bingung. Zalfa pun menjelaskan apa yang sebenarnya ia lakukan pada cincin itu.
"Sebelumnya terimakasih atas niat baik Anda mengembalikan cincin ini pada saya. Tapi cincin itu sengaja saya buang karena memang sudah sepantasnya untuk dibuang."
Dimas masih bingung. Yaa bagaimana ia tidak bingung karena ia tidak tahu menahu tentang kehidupan Zalfa. Iyakan?
"Emm ... sudahlah Pak! Anda bisa membuangnya kembali karena cincin itu cuma masa lalu yang kurang menguntungkan bagi saya."
Baiklah Dimas mengerti sekarang kalau itu adalah cincin masa lalu yang cukup pahit untuk Zalfa. Tapi bisakah sekarang Dimas tau masa lalu seperti apa itu?
"Maaf Pak kami harus segera pergi karena Grab kami sudah menunggu kami sedari tadi." tutur Zalfa duduk di kursi penumpang sedangkan Mamanya sudah duduk di kursi depan samping Pak sopir.
"Pak putri saya masih sendiri kok, kalau Anda memang laki-laki baik dan bertanggung jawab sesuai profesi Anda. Perjuangkanlah ia! Semoga takdir akan mempertemukan kalian kembali!" Ucap Mama Zalfa tanpa sepengetahuan Zalfa dari kaca mobil yang masih terbuka.
Dimas lega sekali mendengar ucapan Mama Zalfa. Dan hatinya pun tidak perih lagi seketika itu. Yang ada hanyalah bunga bermekaran dalam hatinya. Apa ia sudah jatuh cinta? Ah iya rasanya memang ia sedang jatuh cinta.
Dimas bahagia. Ia mengamati cincin itu baik-baik kemudian menyimpannya ke dalam sakunya. Dengan alasan mungkin suatu saat nanti, saat ia bertemu Zalfa ia bisa mendekati Zalfa dengan alasan cincin itu. Setelah itupun ia langsung bergegas kembali.
"Pak Dimas, darimana saja?" tanya salah satu kru yang bertugas dengannya, begitu mendapati Dimas yang begitu tergesa-gesa. Aneh fikir salah satu kru tersebut, sebab tak biasanya Pak Kondektur Dimas Adityama Putra Wijaya seperti ini dalam bertugas. Setaunya Pak. Dimas orang yang sangat disiplin.
"Ada urusan mendadak." ucap Dimas santai.
Yang memberi pertanyaan semakin mengernyitkan dahinya terasa tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh pak Dimas nya.
"Kamu tidak percaya pada saya?" tanya Dimas melihat ekspresi dari kru tadi.
Reflek kru tersebut menggelengkan kepalanya. Membuat Dimas merasa keteteran harus memberikan jawaban seperti apa lagi, tidak mungkin rasanya ia mengatakan yang sebenarnya telah terjadi saat ini juga.
"Sudahlah, kamu percaya saja kepada saya! Karena itu akan lebih baik untukmu."
"Bagaimana bisa, Pak?"
"Bagaimana bisa? Emm ... begini-begini dengan kamu percaya pada saya itu akan membuat kamu lebih baik karena kamu tidak perlu memikirkan apa yang tidak harus kamu pikirkan."
"Itu karena saya tidak ingin kamu terbebani memikirkan urusan saya. Cukup kamu fikirkan urusan mu yang seharusnya kamu fikirkan dan kamu cari tau jalan keluarnya!"
"Hemm kalau sudah begini saya hanya bisa mengangguk patuh pada Anda, Pak." Dimas pun merangkul bahu kru tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments