"Sam, apakah belum ada kabar mengenai Rayan?"
"Belum, Tante. Tapi, kami masih mencarinya hingga ke pantai terdekat. Siapa tahu, ada yang menemukan Rayan disana."
Samuel Arya Sutopo, adalah sepupu Rayan(Tono). Tengah melakukan sebuah diskusi dengan Tantenya, Bianca Pitaloka. Yang tak lain adalah ibu tiri dari Rayan.
" Rayan, kamu dimana, sayang. Mami sudah mengutus banyak orang untuk mencarimu. Kenapa kamu juga belum diketemukan?" Mami Bian meraung-raung menangisi anak tirinya yang tak kunjung kembali.
Wajahnya kusam, matanya bengkak karena segala kesedihan yang Ia rasakan kala ini. Bahkan, perusahaan saat ini di pimpin Sam karena Ia merasa tak mampu menggantikan Rayan sebagai ibu tirinya. Ia pun tak hentinya memeluk foto Rayan, tanpa pernah lepas meski Ia tidur pulas.
"Tante, tenanglah. Kami akan berusaha, bagaimana pun caranya. Meski sebenarnya, melihat kondisi mobil dan sepatunya pun... Sudah mewakili kenyataan."
"Tidak! Rayan belum meninggal. Apapun, Sam. Apapun, dan bagaimana pun. Cari Rayan, cari sampai Ia diketemukan. Tam perduli, berapapun biaya yang akan keluar untuk itu."
"Baik, Tante." Sam mengangguk, lalu undur diri dari hadapan Mami Bianca."
*
"Selamat pagi, Aida... Oops, maaf. Mei lupa kalau kalian sudah menikah." kaget Mei, yang melihat Aida dan Tono tidur dengan saling berpelukan. Apalagi, Tono melepas kaos oblongnya karena kepanasan.
"Mei, ngga sopan masuk kamar orang." tegur Aida, yang spontan melepas pelukannya dari Tono.
"Ini, kenapa lagi baju nya dilepas?" tegur Aida pada suaminya.
"Maaf, tadi begitu gerah. Dan gatal jika keringatku begitu banyak." ucap Tono, yang langsung memakai bajunya kembali. Ia pun langsung berdiri, dan pergi menuju kamar mandi dengan handuk di bahunya.
"Mei, kenapa? Pagi-pagi buta udah kesini?" tanya Aida, yang masih di ranjang dan menggeliatkan tubuhnya.
"Ngga papa. Ehm, badan Mas Tono oke banget, ya? Keker, berotot, roti sobeknya, beuuuuh...."
Pluk! Mulut itu di sumpal dengan tangan Aida secara spontan.
"Ngga sopan, ngayalin suami orang."
"Eh, ada yang sadar kalau udah menikah." tawa Mei padanya.
Aida mengikat rambutnya yang panjang, lalu merapikan tempat tidur yang semalam Ia gunakan.
"Mana, kok ngga ada?" tanya Mei, membuka kembali seprai yang sudah Aida lipat dengan rapi.
"Mei, udah, Mei! Iseng banget. Udah dirapiin juga. Cari apa kamu tuh?"
"Cari itu, ehmmm. Anu..."
"Bercak darah? Fikiranmu itu loh, melayang kemana-mana." ledek Aida, menonyor kepala Mei dengan kuat.
"Wajar nanya. Kan, malam pertama. Membuktikan, kalau kamu masih perawan." jawab Mei, agak berat. "Soalnya, gosip kemarin itu masih saja kuat."
"Terserah dengan mereka. Apalagi dengan Tante Arum. Aku sudah ngga perduli. Sakit hatiku dibuatnya." jawab Aida, membuka lemari pakaian Tono dan mempersiapkan gantinya. Meski, pakaiannya masih pakaian sederhana bekas Bima dan mendiang Ayahnya.
"Hhh, aku perlu membelikannya baju baru." gumam Aida, menatap pakaian yang sudah tampak kusam itu.
Tono masuk, dengan hanya mengenakan handuk di bawah pusarnya. Rambutnya pun masih basah, menetes di bahu dan mengalir ke dadanya yang berotot. Mei menelan saliva dan melotot ketika melihatnya.
"Da... Itu... Emejing." kagumnya dengan menggelengkan kepala.
Aida pun begitu, tapi dengan spontan meraih Mei dan menutup matanya.
"Stop, jangan dilihat lagi. Itu... Itu suamiku." ucap nya pada sang sahabat. Lalu, membawanya keluar dengan paksa.
"Cepet ganti bajunya. Aku juga mau mandi," pesannya pada sang suami.
"Iya, Nur. Maaf, aku ngga tahu Mei masih disini." angguknya malu, menutupi bagian dadanya yang menonjol.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Mili magaya
eh...gak boleh dosa
2023-07-03
0
мєσωzα
butuh visuaaal.. 🤤
2022-07-31
0
Julio Stevaning
Mei control kamu punya mata
2022-07-27
1