"Aida," panggil Bima padanya. Ia sudah siap untuk pulang dan berganti dengan sift malam.
"Iya, kak Bima?"
"Pasienmu itu, udah boleh pulang. Apa mau Kakak antar?"
"Aida belum tanya sama Nenek."
"Nanti Kakak bantu bicara. Ayo, ajak dia pulang sama-sama." ramahnya.
Aida mengangguk, dan membantu Bima membereskan Tono. Pakaiannya pun ala kadarnya, bekas milik pasien yang tertinggal.
"Nanti, akan saya bawakan pakaian saya. Bekas sih, tapi masih bagus." ucap Bima, pada Tono yang masih diam merenungi dirinya. Entah, Ia mungkin tengah mengingat akan dirinya sendiri. Yang bahkan nama saja Ia tak tahu.
"Saya, akan dibawa kemana?"tanya Tono.
"Kamu kerumah Aida. Akan dirawat Aida bersama Neneknya. Maaf, kami juga tak tahu siapa kamu, dan dari mana asalmu." jawab Bima.
"Baiklah. Aku akan menuruti kalian saja, untuk saat ini. Aku tak bisa apa-apa, diri sendiri saja tidak tahu." Tono tersenyum tipis.
"Kak Bima, maaf. Tadi Aida kebelakang sebentar." ucap Aida yang berlari menghampiri keduanya.
"Malaikat," panggil Tono dengan senyumnya yang sumringah. Seolah Ia sudah lupa akan segala rasa sakitnya.
"Maaf, saya Aida. Nur Aida, lengkapnya. Saya yang menolong Mas tadi siang."
"Ya, saya tahu. Saya melihat kamu seperti malaikat, Nur." panggilnya pada Aida.
"Haish, kenapa Nur? Saya Aida. A, I, Da."
"Saya, lebih nyaman memanggil kamu, Nur." jawab Tono.
Aida mencebik kesal. Baru bisa bercakap saja, Tono sudah suka menggoda emosinya. "Gimana kalau udah dirumah. Kenapa harus, Nur?" gerutunya.
Bima hanya tersenyum melihat mereka, lalu memapah dan menurunkan Tono dari brankarnya. Mereka berjalan bertiga, keluar dari Rumah sakit menuju mobil Bima yang terparkir diluar. Meski hanya seorang Honorer, tapi latar belakang Bima adalah anak dari juragan sawit. Hingga Ia memamg sudah kaya dari kecil, meski belum sekelas konglomerat.
"Aida, udah beritahu Om Edo?"
"Udah, tadi. Tapi, Aida belum bilang kalau bawa Tono pulang kerumah nenek." jawab Aida yang duduk di samping Bima, yaitu di depan stirnya.
"Nanti, takut akan terjadi fitnah, Da. Tahu sendiri, masyarakat kita bagaimana."
"Nanti, Kak. Atau besok, Aida akan kesana. Aida sedang menghindar, karena mereka nekat mau jodohin Aida sama Amrul."
"Oh, begitu? Ehmm, sabar, ya." ucap Bima, sedangkan Tono hanya diam menatap mereka berdua di belakang. Terutama Aida, yang memang tampak begitu terang dibalik semua gelap dalam hidupnya saat ini.
Tiba dirumah sang Nenek. Aida memapah Tono untuk turun dan masuk, ditemani Bima yang memang berniat membantunya bicara. Untung saja, Nenek Mis mengerti dan mendukung keinginan sang cucu.
"Tapi, rumah Nenek ini jelek. Cuma rumah kecil, dan sempit." ucap Nenek Mis, pada Tono yang duduk manis tersenyum padanya.
"Lebih baik sempit, daripada tak tahu harus kemana." jawab Tono.
Rumah nenek Mis memang kecil, tapi bangunannya sudah lumayan bagus. Dengan design yang dibuat oleh Ayah Aida sendiri. Dulu, itu adalah rumah paling bagus disana, sebelum banyak design lain yang lebih modern dari rumah itu.
Bima pamit pulang. Nenek Mis membereskan kamar untuk Tono, sedangkan Aida memasak makan malam untuk pria itu. Tono berkeliling rumah, membiasakan diri dengan tempat tinggal barunya. Yang entah sampai berapa lama Ia akan tinggal disana.
"Mas Tono, makan malam dulu. Abis itu minum obat." ucap Aida, dengan sepiring makanan di tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Lina Lina
alamak nur nur 😅😅😅
2022-10-25
1
isma styah1107
nur
2022-08-25
1
Julio Stevaning
salut sama kebaikan AIDA
2022-07-26
1