"Nur, bolehkah aku mandi sebentar?" tanya Tono, yang memang tampak begitu gerah saat ini.
"Ehm, bajunya masih sama Kak Bima. Mas Tono belum punya ganti disini."
"Pakai ini aja, Nur." sang nenek datang dengan sepasang pakaian pria.
"Nenek kenapa ikutan panggil Nur?" kesalnya.
Nenek hanya tersenyum, dan melirik pada Tono. "Kamar mandinya di belakang. Anggap saja rumah sendiri."
"Terimakasih," ucap Tono, lalu membawa pakaian dan handuk nya kebelakang
Nenek menatap Aida. Ia mengajaknya duduk untuk menanyakan pasal kejadian hari ini. Terutama, tentang rencana Tante Arum padanya.
"Aida ngga mau dijodohin. Aida ngga suka sama Amrul." ucap Aida dengan helaan nafas panjangnya.
"Kenapa Aida ngga suka?"
"Amrul itu hanya anak manja, yang hidup dengan semua topangan dari orang tuanya. Nanti, Aida mau dikasih makan apa? Ngga mungkin minta bulanan terus." itulah Aida, yang selalu berfikir secara matang untuk setiap langkahnya.
Beberapa waktu kemudian, Om Edo menelpon Nenek. Ia bertanya akan Aida yang ada disana. Nenek pun meminta waktu pada putranya itu, agar Aida dapat berfikir lagi akan lamaran Amrul padanya.
"Ibu tahu, kamu memikirkan masa depan keponakanmu. Tapi, hidup itu Aida yang menjalani."
"Iya, Bu. Maaf, jika Edo tergesa-gesa dengan semuanya. Hanya ingin, agar Aida semakin terjamin hidupnya."
"Ya, nanti akan Ibu minta Ia pulang kesana. Toh dekat, meski istrimu seolah begitu jauh ingin kemari. Begini aja telepon." kesal Nenek pada menantunya yang nyaris tak pernah datang itu.
"Maaf, Bu. Arum...."
"Apa? Sakit, ngga enak badan? Apalagi? Sibuk?"
"Iya, Bu. Sekali lagi, Edo minta maaf."
"Yasudah, istirahat saja sana. Ibu mau menghibur Aida dulu." tutup nenek pada teleponnya. Begitu juga Om Edo, yang tampak gundah gulana akan konflik Ibu dan istrinya yang tak kunjung selesai.
"Dimana Aida?" tanya Tante Arum pada suaminya.
"Dirumah Ibu."
"Bagus. Orang disini mikir masa depan dia, dia nya malah enak-enakan kabur kesana. Mau jadi apa? Gembel? Ujung-ujungnya ngerepotin kita lagi."
"Rum, udah. Aida juga punya pilihan sendiri."
"Pilihan apa? Pilihan nya ngga ada yang bener. Bukannya kerja cari duit buat masa depan, malah jadi penjaga pantai. Nolongin orang tenggelam, ngga ada gajinya. Konyol! Dia itu bidan. Tapi ngga guna." cibirnya, dan selalu seperti itu pada Aida. Bahkab tak segan, bkcara dengan lantang di depan keponakannya itu.
Om Edo hanya bisa diam. Ia tak mau memancing keributan lagi dengan istrinya. Sudah cukup hari ini, Ia mendapat omelan karena membiarkan Aida pergi ketika keluarga Amrul akan datang. Ia lelah, dengan segala tugas yang harus Ia kerjakan.
*
"Nur, aku sudah selesai." panggil Tono, yang telah berganti pakaian dengan milik mendiang Ayah Aida. Rambutnya masih basah, sedikit gondrong tapi tetap tampan. Kulitnya bersih, tinggi dengan bahu yang seluas samudera.
"Kan, ganteng." kagumnya dalam hati.
"Ya Allah, gantengnya." puji Nenek, dengan air mata berkaca-kaca. Ia seketika teringat akan putranya yang telah tiada. Bahkan menghampiri Tono, dan mengusap pipinya dengan gemas.
"Nenek, jangan gitu. Itu masih sakit loh." tegur Aida.
"Ngga papa, Nur. Biarin aja, nenek senang kok." ucap Tono.
Nenek tampak seperti telah dipertemukan kembali pada sang putra. Ia bahkan dengan telaten melayani Tono, bahkan menyuapinya makan. Tak segan pula, menyisiri rambutnya meski harus berdiri disebuah kursi karyu pendek yang ada disana.
" Cuma beda tingginya. Kamu tinggi banget, Tono."
"Iya, nek. Tapi belum ingat, ini keturunan siapa. Ayah atau Ibu," jawab Tono dengan ramah. Menghargai semua yang diberikan sang nenek padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Lina Lina
minta disambal ini mulut tante... geram pula aku lihatnya...yg mau kawin siapa yg sibuk siapa..eee tahe
2022-10-25
0
Lina Lina
hihihihi 😁😁😁
2022-10-25
0
Julio Stevaning
nenek baik banget
2022-07-26
2