"Tuan.. turunkan aku sekarang! Aku harus bekerja, aku bisa telat," pinta Lily sedikit memohon.
Leon tetap bergeming dan memilih untuk fokus untuk menyetir. Lily merasa sedikit kesal, bagaimana jika ia di keluarkan dari pekerjaannya jika bolos seenaknya seperti sekarang?
"Tuan, turunkan aku, ku mohon! Aku bisa di pecat kalau bolos tanpa izin," pinta Lily sekali lagi, berharap pria itu akan mengehentikan mobilnya.
"Itu lebih bagus daripada kau di pecat menjadi calon istriku," sahut Leon.
Lily tercengang mendengar jawaban dari pria tersebut, bisa-bisanya dia mempunyai jawaban yang membuat Lily tidak bisa berkata-kata.
"Tolong jangan memanggilku tuan, aku bukan majikanmu. Kau cukup memanggilku Leon saja!" pinta pria itu setelah beberapa saat keheningan menyelinap di antara mereka.
Lily menatap pria itu dengan memicingkan kedua matanya, sebenarnya apa yang ada di dalam pikiran pria itu.
Apa dia memiliki sebuah rencana lain? Batin Lily curiga.
Selama menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit, Leon menghentikan mobilnya di sebuah coffe shop yang tampak baru buka.
"Aku tidak suka kopi, kenapa kau mengajakku kemari?" tanya Lily.
"Aku tidak mengajakmu untuk ngopi," jawab pria itu ketus.
Lily mengerucutkan bibirnya. Ia keluar dari mobil lalu mengikuti langkah pria itu masuk ke dalam.
"Selamat pagi, tuan Leon," sapa salah satu pelayan yang bekerja di sana.
Lily terkejut mendengar sapaan pelayan tersebut pada Leon. Ia jadi berpikir mungkin tempat ini merupakan tempat yang sering pria itu kunjungi.
"Duduk!"
Leon mempersilahkan Lily untuk duduk di kursi meja yang saat ini sudah ia duduki.
Lily pun menurut, ia duduk di hadapan pria itu dengan beribu-ribu pertanyaan di kepalanya.
"Ini coffee shop milik papaku, pelayan di sini tentu saja mengenal siapa diriku," ujar Leon.
Lily mengangguk-anggukan kepalanya. Pantas saja pelayan di sana begitu hormat begitu Leon datang.
"Kau mengajakku kemari hanya untuk memberi tahu jika ini coffe shop milik papamu?"
Leon menghela napas panjang. "Untuk apa aku membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting?" Leon bertanya balik.
"Baiklah, kalau begitu cepat katakan apa hal penting yang akan kau sampaikan padaku?"
Seorang pelayan tadi mengantarkan dua cangkir kopi pada meja Leon.
"Yang satu bawa lagi saja, dia tidak suka kopi!" perintah Leon pada pelayan tersebut.
"Baik, tuan," jawab pelayan itu patuh.
Leon menyeruput kopi yang masih mengepul itu beberapa kali, Lily dengan sabar menunggu apa yang akan pria itu katakan padanya.
"Kau yakin ingin aku bertanggung jawab dan menikahimu?" tanya Leon terdengar serius.
Lily mengangguk. "Iya, tentu saja. Jika bukan kau yang bertanggung jawab, maka siapa lagi?"
"Ok. Kalau begitu, apa kau akan bertahan jika mendengar ataupun melihat sifatku yang tidak kau ketahui?"
Lily terdiam. Ia memang tidak tahu karakter Leon seperti apa. Ia juga tidak tahu, apakah maksud dari pertanyaan pria itu mengartikan jika Leon memiliki kekasih?
"Kenapa? Kau ragu?"
Pertanyaan Leon menyadarkan Lily dari lamunannya. Ia mengabaikan pertanyaan Leon dengan bertanya balik.
"Mmm.. Apa kau memiliki kekasih saat ini?"
Leon mengedikan bahunya. "Tidak, aku belum pernah memiliki kekasih," jawab pria itu.
"Hahahaha... Tidak mungkin!" Lily mentertawakan jawaban Leon, pria itu pasti bohong.
"Aku mengatakan yang sejujurnya," ujar pria itu.
"Baiklah, jadi ini sifat dirimu yang tidak aku ketahui? Seorang pembohong?" Lily kembali tertawa.
"Terserah, tertawa saja sepuasmu!"
Leon kembali menyeruput kopinya. Melihat Lily tertawa seperti sekarang, entah kenapa Lily terlihat begitu manis.
***
Pukul sebelas siang, Leon mengantarkan Lily ke tempat kerja wanita itu. Sebelumnya, Lily sudah meminta teman lainnya untuk bertukar shif dengannya.
"Ini hari terakhirmu bekerja, minta pada atasanmu untuk resign!" pinta Leon sebelum Lily turun dari mobilnya.
"Memangnya kenapa?"
"Aku tidak mengizinkamu bekerja dalam keadaan hamil. Lagipula, sebentar lagi kau akan menikah," tegasnya.
Lily terdiam, kenapa pria itu berubah menjadi pria yang posesif?
"Kenapa diam saja? Apa perlu ku ulangi?"
"Iya, iya, aku dengar. Ya sudah, aku kerja dulu," pamit Lily, ia bergegas keluar dari mobil.
"Jangan lupa untuk resign!" teriak Leon sebelum akhirnya Lily benar-benar masuk ke dalam minimarket tempatnya bekerja.
***
"Hai, Ly? Tumben Naik taksi online?" sapa teman Lily begitu wanita itu masuk ke dalam minimarket tersebut.
"Hm?"
Lily menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ternyata temannya melihat ia datang naik mobil. Tapi syukurlah jika temannya mengira jika itu hanya taksi online, bukan yang lain.
"I-iya, kakiku sakit. Makanya aku meminta Mila untuk bertukar shif dan jadi shif pagi denganmu," jawab Lily bohong.
"Kenapa dengan kakimu?" tanya temannya itu khawatir.
"Mmm.. Hanya keseleo saja."
"Kalau sakit gak usah maksain masuk kerja, kan bisa izin," saran temannya.
"Gak enak kalau harus bolos."
"Ya sudah, kamu duduk aja dulu di belakang istirahat, Ly! Lagipula, shif kamu masih tiga jam lagi."
"Iya, aku ke belakang dulu, ya," pamit Lily, temannya pun mengangguk.
***
Tepat pukul sembilan malam, Lily baru saja bisa keluar dari minimarket tempat dirinya bekerja. Sebenarnya shif-nya selesai itu pukul delapan, tetapi ia harus merapikan beberapa barang terlebih dahulu.
"Ayah.." Lily terkejut begitu melihat ayahnya tengah menunggu di atas motor depan minimarket.
"Ayah kok ada di sini?" Lily mencium punggung tangan ayahnya.
"Ayah dan ibumu khawatir, nak. Kamu kan pergi dari pagi. Ayah juga mencemaskan kondisi kamu sekarang," sahut ayahnya.
"Maafin Lily, ayah! Lily sudah buat ayah dan ibu khawatir," ucapnya.
"Ya sudah, ayo pulang!" ajak pak Tio.
Lily pun naik ke atas motor jadul ayahnya. Motorpun melesat meinggalkan pelataran minimarket.
Sampai di rumah, Lily pun meminta maaf pada sang ibu. Kemudian ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Setelah itu, ia makan makan di temani oleh sang ibu.
"Jadi tadi pagi kamu kemana, nak?" tanya bu Hesti membuka percakapan, melihat putrinya sudah selesai makan.
"Tadi pagi aku tidak sengaja bertemu dengan Leon, bu. Dia mengajakku pergi ke coffe shop dan membicarakan tentang pernikahan kami. Leon juga memintaku untuk berhenti bekerja saja," jelas Lily.
Bu Hesti menghela napas. "Lalu apa katamu?"
"Aku sudah mengajukan surat pengunduran diri pada atasan. Dan prosesnya sekitar satu mingguan."
Bu Hesti mengangguk-anggukan kepalanya. "Terus nak Leon kapan menemui ibu dan ayah?"
Sebuah pertanyaan yang tidak bisa Lily jawab, sebab ia pun tidak tahu kapan Leon datang ke rumah menemui orang tuanya.
"Nanti Lily tanyakan jika ketemu lagi, ya, bu."
"Kenapa tidak di telepon saja? Memangnya kamu tidak punya nomer teleponnya?"
Lily terdiam. Ia baru kepikiran soal nomer telepon. Pertanyaan sang ibu seolah mengingatkannya bahwa sekarang sudah jaman canggih. Semua bisa di bicarakan lewat telepon.
Lily tersenyum kemudian menggeleng. Bu Hesti hanya menghembuskan napas pelan.
"Ya sudah, kalau begitu kamu tidur, istirahat ya. Ingat, sekarang kan kamu tidak sendiri, ada bayi dalam perutmu," tutur bu Hesti sebelum akhirnya beranjak dari sana.
"Iya, bu," sahut Lily.
Lily pun beranjak dari sana kembali ke kamarnya usai mencuci piring bekas dia makan barusan.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Tiharoh
nex
2022-06-29
0
Conny Radiansyah
Leon ga minta persetujuan orangtuanya untuk menikah
2022-06-06
1
Anie Jung
Maklum Bu Hesty, namanya juga mau Nikah dadakan mkanya lupa minta nomor HP🤣
2022-06-05
1