Leon duduk di kursi makan. Meja makan tersebut hampir di penuhi oleh hidangan makan malam. Tetapi hanya ada dirinya di sana. Kursi lainnya tetap kosong seperti biasa.
"Selamat makan," ucap pelayan yang mengantar hidangan penutup makan malam ini.
Leon hanya membalasnya dengan senyum kecil sebelum akhirnya pelayan tersebut kembali ke dapur.
Leon menengok ke arah kanan dan kiri, siapa tahu mama dan papanya mau ikut makan malam bersama dengannya. Sebab ia sangat menantikan momen kumpul bersama dengan kedua orang tuanya.
Sepuluh menit sudah berlalu, tetapi kedua orang tuanya tak kunjung datang ke meja makan. Akhirnya ia putuskan untuk memulai makan malamnya.
Baru saja ia akan menyendok nasi ke dalam mulut, dari kejauhan kedua orang tuanya menuruni anak tangga dengan stelan pakaian yang sudah tampak rapi.
"Ma.. Pa.." panggil Leon menghentikan langkah keduanya. "Mama sama papa mau kemana? Kemarilah, makan malam denganku!" pinta Leon dengan senyun penuh harap.
"Kau makan malam sendiri saja, Leon. Kami mau menghadiri sebuah acara," tolak Emely-mama Leon.
"Ayo, ma," ajak Xander-papa Leon pada istrinya.
Senyum Leon memudar. Kedua orang tuanya memang selalu di sibukan oleh aktivitasnya sendiri tanpa mau memperdulikan putranya yang butuh perhatian mereka. Lagi-lagi Leon harus mengubur harapan untuk sekedar kumpul dan berbincang-bincang bersama kedua orang tuanya.
Selera makan Leon seketika hilang. Ia memang bersyukur di lahirkan di antara orang berada. Ia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan menggunakan uang yang ia milikki. Tetapi sayangnya uang tidak bisa membeli waktu dan perhatian kedua orangtunya.
Leon memutuskan untuk kembali ke kamar. Ia membaringkan tubuhnya di atas sofa panjang. Menatap langit-langit kosong. Tiba-tiba saja wajah Lily terlintas dalam pikirannya.
Ia bangun lalu duduk menyandar. Ia sudah berjanji untuk bertanggung jawab menikahi wanita itu. Sepertinya itu bukan keputusan yang salah. Sebab, siapa tahu kehadiran Lily dalam hidupnya bisa memberi warna baru. Siapa tahu, ia bisa merasakan rasanya makan bersama seperti apa.
Leon mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja menggunakan tangannya yang panjang, ia mencari nomer seseorang di sana. Kemudian mendekatkan benda pipih tersebut ke dekat telinganya.
"Halo, Drew, bisakah kau datang ke rumahku sekarang?! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
***
Pak Tio menghentikan motornya di dekat kandang sapi besar yang tidak jauh dari rumah juragan Mongol. Tadi ia sempat ke rumahnya tetapi istri juragan tersebut mengatakan jika suaminya sedang mengontrol ternak sapinya.
"Mongoooooollll..." teriak pak Tio, beliau benar-benar di buat naik pitam sekarang.
Juragan Mongol yang tengah mengobrol bersama para pegawai yang mengurus sapinya pun menoleh. Ia bangkit dari tempat duduknya begitu ada yang berani memanggil namanya tanpa menyebut kata 'Juragan'.
Pak Tio berjalan dengan langkah tergesa, napasnya terdengar memburu.
"Hei.. Beraninya kau memanggil namaku!" seru juragan Mongol seraya menunjuk ke arah pak Tio dengan jemarinya yang penuh dengan cincin batu akik.
Tanpa ancang-ancang, pak Tio melayangkan sebuah pukulan bogem yang berhasil membuat juragan Mongol jatuh terhempas ke belakang.
"Beraninya kau melecehkan putriku, Mongol..!"
Buuuuggg...
Pak Tio kembali melayangkan pukulan ketika juragan Mongol hendak bangkit. Kini wajah pria itu sudah babak belur, sudut bibirnya mengeluarkan setetes darah segar.
Dua pegawainya membantu juragan Mongol untuk bangkit berdiri, tetapi segera di cegah oleh pak Tio.
"Biarkan saja dia! Jika kalian berani membantu atau membelanya, kalian pun akan saya habisi!" ancam pak Tio.
Kedua orang tersebut mengurungkan niatnya, mereka berjalan mundur untuk menjaga jarak daripada kena bogem. Meski juragan Mongol majikan mereka, tapi sepertinya pak Tio lebih membahayakan sekarang. Mendengar putrinya di lecehkan oleh juragan mereka, tentu saja pak Tio sedang berada di atas puncak kemarahan.
"Jangan asal bicara, kau! Kau lupa, aku juragan terkaya di kampung ini? Aku bisa menuntutmu atas pencemaran nama baik," juragan Mongol mengancam balik.
Pak Tio menyunggingkan bibirnya. "Jangan karena kau memiliki banyak uang, kau bisa melakukan hal yang kurang ajar pada putriku! Sekali saja kau berani menyentuh putriku, putus lehermu!"
Juragan Mongol serta kedua pegawainya menelan ludahnya dengan susah payah. Ternyata pak Tio semenyeramkan ini jika sedang marah, bahkan pria itu sama sekali tidak takut dengan juragan Mongol yang bisa melakukan apapun dengan uang.
Pak Tio pergi dari sana usai memberi pukulan terakhir. Juragan Mongol terkapar di tanah, kedua pegawainya bengong melihat juragan mereka yang ternyata tidak ada apa-apanya.
Sementara di rumah, Lily bersama bu Hesti menunggu pak Tio dengan perasaan cemas. Mereka tahu juragan Mongol orangnya seperti apa, ia takut masalah ini akan berbuntut panjang yang tentunya akan mengancam ketenangan.
Begitu mendengar suara motor yang tak asing di telinga mereka, Lily dan bu Hesti bergegas keluar rumah. Pak Tio turun dari motornya berjalan menghampiri mereka.
"Ayah sudah berikan pelajaran pada juragan brengseek itu!" ujar pak Tio pada Lily.
"Ayah.. Seharusnya ayah tidak perlu melakukan hal itu," kata bu Hesti.
"Lalu ayah harus diam saja ketika putri ayah di lecehkan orang, bu? Kita memang bukan orang terpandang, tapi kita tidak boleh diam saja begitu ada orang yang berani menginjak harga diri keluarga," tutur pak Tio.
"Ibu hanya takut jika hal ini bisa berbuntut panjang, ayah. Pak Tio orang yang bisa melakukan apapun agar tujuannya tercapai."
"Tidak usah khawatir, bu. Dia tidak akan berani lagi mengganggu keluarga kita."
Pak Tio berjalan masuk ke dalam rumah melewati istri dan putrinya.
"Percayakan saja semua pada ayah, ya, bu. Mudah-mudahan juragan Mongol tidak mengganggu keluarga kita," tutur Lily.
Bu Hesti pun berharap yang sama. Mereka berdua akhirnya masuk ke dalam rumah. Tidak enak juga jika mereka membicarakan sesuatu yang serius di luar, takutnya ada yang dengar dan ujungnya menjadi gosip.
***
Paginya, seperti biasa Lily berangkat bekerja di sebuah minimarket. Hari ini ia bagian shif siang bersama teman teman sebayanya. Ia biasa berjalan kaki untuk sampai di tempat kerjanya. Lantaran jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya.
Begitu sampai di jalan raya, sebuah mobil berhenti tepat di sampingnya. Lily yang berjalan menyusuri tepi jalan pun menghentikan langkah. Begitu orang yang berada di dalam mobil membuka kaca pintu mobilnya, Lily terkejut.
"Masuk!" pinta pria yang berada di balik kaca mobil.
"Hah? Kemana?" tanya Lily.
"Ikut saja, ayo cepat masuk!"
"Tidak, aku tidak mau. Aku harus bekerja," tolak Lily, ia hendak melanjutkan langkahnya, tetapi pria itu malah turun dari mobil dan menarik lengannya.
"Eh, eh, aku mau di bawa kemana?" seru Lily.
Pria yang tak lain adalah Leon itu membuka pintu samping mobilnya dan memasukan Lily ke dalam mobil tersebut.
"Aku mau turun saja, aku harus bekerja!" Lily memaksa untum turun dari mobilnya, tetapi Leon dengan cepat masuk ke dalam mobil lalu menguncinya.
"Jangan banyak bicara, ikut saja kemanapun aku pergi, aku calon suamimu!"
Lily menatap pria itu dengan kedua mata membulat sempurna.
Apa katanya? Calon suami? Batin Lily.
Melihat Lily tak lagi memprotes, Leon segera melajukan mobilnya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Anggi Susanti
mudah2an awal yg baik untuk lily
2022-06-21
0
Conny Radiansyah
ada typo ya Thor ... pak Tio pergi naik mobil, pulangnya naik motor.
2022-06-06
2
Wiji Astuti
seruuu,,,Lanjuuut yaa Thour
2022-06-05
1