Mr. Mafia & His Little Maid
Seorang gadis kecil yang usianya sekitar sepuluh tahun sedang duduk di kursi belakang mobil sambil memeluk erat boneka berbentuk ikan besar tampak bernyanyi dengan senang. Di depannya, duduk kedua orang tuanya yang juga mendendangkan lagu yang sama yang gadis kecil itu nyanyikan.
Mereka bertiga tampak saling bersautan dengan bahagia hingga mereka tidak sadar ada sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi dari arah depan dan tidak lama terdengar suara benturan yang amat keras.
"Na-ra, ce-pat, keluar." ucap terbata wanita yang tadi duduk di dalam mobil dengan gadis kecil itu.
"Aku tidak mau meninggalkan mama dan papa!" serunya sambil menangis dan terlihat darah menetes dari pelipisnya hingga membuat mata gadis kecil yang dipanggil Nara itu tidak dapat melihat dengan jelas wajah terakhir mamanya.
"Keluar, Nara," ucapnya sekali lagi, dan gadis kecil itu mencoba membuka pintunya, tapi seperti terganjal sesuatu
Saat itu di dalam mobil hanya terdengar suara tangis Nara dan tidak lama ada sebuah suara serta tangan menarik Nala keluar dari dalam mobil itu. Samar Nala melihat seorang anak laki-laki memeluknya dan tidak lama terdengar suara ledakan dan teriakan seseorang.
"Mama!"
Terlihat napas naik turun seorang gadis dan dahinya penuh dengan keringat dingin. Gadis itu segera mencari air minum untuk menenangkan dirinya dari mimpi buruk yang baru saja dia alami.
"Airnya habis," ucapnya sedih. "Sebaiknya aku mengambil di dapur saja." Gadis itu beranjak menuju dapur untuk mengisi gelasnya yang kosong.
Dia berjalan dengan malas menuju ruang dapur. "Kenapa lampu ruang tamu menyala? Apa paman lupa mematikannya? Mungkin paman lupa."
Gadis itu tetep meneruskan berjalan menuju dapur, dan setelah menghilangkan rasa dahaganya dia yang hendak kembali ke kamar samar-samar mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon.
"Anda tidak perlu khawatir tuan Lio. Saya pastikan dia akan menjadi calon istri yang baik dan penurut, jika dia tidak menurut, anda boleh menyiksanya. Aku sendiri sudah tidak sanggup untuk membiayai hidupnya."
Gadis itu mengintip seorang pria paruh baya yang sedang duduk dengan gawai menempel pada telinganya, dan di depan pria itu tampak banyak sekali kertas-kertas berserakan di atas meja.
"Paman bicara dengan siapa? Dan apa maksud paman dengan calon istri? Apa paman mau menikahkan Mona dengan seseorang? Tapi Mona, kan, masih sekolah?" Gadis itu berdialog sendiri.
Gadis itu segera pergi dari sana saat dia melihat pria yang dia panggil paman beranjak dari tempat duduknya, dan karena masih mengantuk dia kembali masuk ke dalam kamarnya.
"Selamat pagi, Kak Nara," sapa seorang gadis kecil yang duduk di dekat meja makan.
"Pagi, Lisa. Hari ini aku buatkan kamu omelette sayur, dan kamu pasti suka."
"Tentu saja, omelette buatan Kak Nara pasti enak. Aku mau makan banyak karena nanti aku ada olah raga di sekolah."
"Ini aku berikan kamu omelette lebih besar. Kamu jangan memberitahu Mona, ya," bisiknya.
"Okay," jawabnya lirih.
Tidak lama datang dua orang paruh baya dan seorang anak gadis yang terlihat sibuk dengan ponsel yang dibawanya.
"Nara, apa yang kamu masak ini?" suara kesal wanita dengan potongan rambut sebahunya.
"Bibi Soraya, aku memasak dari sisa bahan yang dapat aku temukan di dalam kulkas saja," ucapnya takut.
"Masakan Kak Nara enak kok, Ma," bela gadis kecil yang mulutnya penuh dengan makanan.
"Masakan seperti ini kamu bilang enak? Dasar, jiwa miskin!" ucap gadis yang dari tadi sibuk dengan ponselnya.
"Kak Mona ini bagaimana? Kak Nara sudah susah payah tiap pagi membuatkan kita sarapan, kenapa tidak dihargai?"
"Tentu saja dia harus tiap hari menyiapkan makanan untuk kita karena selama ini dia menumpang hidup dengan kita, Lisa."
"Bukannya rumah ini milik Kakak Nara?" celetuk gadis kecil itu agak takut.
"Lisa! Kamu jangan bicara sembarangan. Benar rumah ini adalah milik mendiang orang tua Nara--kakak ayah, tapi harta benda yang ayah Nara tinggalkan sudah habis untuk membiayai hidup Nara selama ini, dan hanya tersisa rumah ini yang sudah sepantasnya menjadi milik ayah yang sudah susah payah membesarkan Nara."
"Kamu itu masih kecil, jadi jaga bicara kamu!" seru wanita yang dipanggil bibi Soraya.
"Kalian jangan memarahi Lisa, dia masih kecil. Aku sama sekali tidak mau menuntut tentang apapun di rumah ini, malahan aku sangat berterima kasih kalian mau menjagaku."
Bibi dan Paman Nara memang sudah membesarkan Nara dari kecil sejak kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tua Nara. Mereka mau menjadi wali Nara yang memang sudah tidak punya siapa-siapa karena harta warisan kedua orang tua Nara yang lumayan banyak, tapi Nara tidak mengetahui tentang harta itu, yang dia tau dia sekarang tinggal di rumahnya, tapi dengan paman dan bibinya, serta kedua anak mereka yang menjadi adalah sepupu Nara.
Mona usianya sama dengan Nara, tapi dia sangat sombong dan angkuh. Dia juga satu sekolah dengan Nara.
Lisa, dia anak bungsu yang usianya sekitar delapan tahun, dan dia sangat berbeda dengan kakak bahkan kedua orang tuanya. Lisa sangat baik, dan dia sangat menyayangi Nara.
"Nara, paman harap kamu dapat mencari pekerjaan untuk membantu kehidupan kita kalau kamu mau melanjutkan sekolahmu."
"Apa, Paman? Kenapa begitu?"
"Paman dan bibi rasanya sudah tidak sanggup untuk terus membiayai kamu sekolah. Apalagi kamu tau kita memiliki dua anak yang juga harus sekolah dan kuliah nantinya," ucap pria paruh baya yang duduk dengan melihat malas pada Nara.
Nara berdiri terdiam seolah apa yang diucapkan oleh pamannya dia sudah menduganya sejak lama karena setiap kali dia meminta uang untuk membayar sekolahnya. Pamannya selalu beralasan menunggu uang transferan entah dari siapa masuk ke rekeningnya, tapi hampir beberapa bulan pun tidak pernah di kasi.
Tapi jika Mona yang minta uang untuk membeli baju dan sepatu baru malah langsung diberi. Nara tidak iri, hanya saja dia ingin menuntaskan pendidikannya yang hanya tiga setahun saja.
"Paman, apa bisa biayai aku sekolah sampai lulus, dan nanti setelah lulus aku akan mencari pekerjaan dengan ijazah yang aku dapatkan. Aku akan membantu Paman dan Bibi mendapatkan uang."
"Kamu itu tidak perlu sekolah sampai tamat, kamu bisa bekerja di club malam saja sudah pasti akan diterima." Mona malah menertawakan Nara yang sangat tidak menyangka jika saudara sepupunya akan berkata seperti itu.
"Kamu kenapa bicara seperti itu, Mona? Kalau aku lulus sekolah dan memiliki ijazah sekolah nantinya, aku pasti akan dapat pekerjaan yang pantas dan lebih baik. Kenapa ucapan kamu jahat sekali?" Nara melihat Mona marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
memei
mampirrr thor
2023-01-28
1
Retno Elisabeth
mampir thor
2023-01-13
1
ayulia lestary
mamfir ya tour
2022-10-26
0