Gadis yang sedang berbicara dengan Mona ternyata adalah Rachel gadis yang disukai oleh Paijo alias Jo.
"Aku juga sebal sebenarnya dengan si Paijo itu, dia dari kelas satu mengejar aku terus. Dia tidak mikir apa? Dia itu pantas tidak menyukaiku, tapi aku senang dia menyukaiku, dengan begitu aku bisa memanfaatkan kepintarannya untuk mengerjakan setiap PR sekolah yang membuat aku pusing itu."
"Cerdas sekali akal kamu." Mereka berdua tertawa cekikian di depan pintu. Dari kejauhan Nara melihat hal itu dan dia tau jika dua nenek sihir itu pasti sedang menertawakan kebodohan sahabatnya.
"Andai ada orang baik yang menculikku dan membawa aku pergi jauh dari sini, pasti aku akan sangat bahagia." Nara membayangkan sesuatu. "Eh! Bentar aku ralat. Andai ada yang menculikku dan membawaku pergi serta menyekolahkan aku, pasti aku akan membalas budi baiknya," Nara malah ngomong sendiri.
Pelajaran di mulai seperti biasanya. Mereka belajar dengan tenang dan fokus. Tidak lama jam istirahat pun berbunyi, Nara yang memang hanya mendapat uang saku yang lumayan. Lumayan dikit maksudnya, memilih tidak kantin. Dia memilih duduk saja di bangkunya sambil membaca buku yang dia pinjam di perpustakan sekolah.
"Nara," panggil seorang teman yang berjalan menuju bangku Nara.
"Ada apa?"
"Kamu dipanggil ke ruang kepala sekolah, tadi guru kita yang menyuruhku memanggil kamu."
"Ke ruang kepala sekolah? Ada apa, Ya?" Nara tampak bingung.
"Tidak tau, kamu sebaiknya ke sana saja, mungkin kamu ada masalah dengan pembayaran sekolah kamu."
Seketika wajah Nara tampak sedih. "Iya, terima kasih, ya." Nara menutup bukunya dan segera beranjak dari tempat duduknya, dia berjalan dengan langkah berat menuju ruang kepala sekolah, bahkan dia sampai tidak kuat mengangkat kepalanya ke atas.
Nara menghentikan langkahnya saat kepalanya seperti tertahan oleh sesuatu yang agak keras. Mata Nara mendelik melihat ke bawah di mana ada sepasang sepatu vantofel berwarna hitam mengkilat.
"Ehem ...." Terdengar suara deheman seseorang tepat di depan Nara. Gadis polos nan lugu itu langsung memundurkan langkahnya dan mengangkat kepalanya melihat siapa yang sudah ada di hadapannya.
Nara langsung mengkerutkan kedua alisnya melihat siapa yang ada di hadapannya. "Kamu siapa? Artis ya?" celetuk Nara polos.
"Apa kamu tidak bisa berjalan dengan baik, gadis dekil?" balas pria dengan setelan jas hitamnya.
"Gadis dekil? Enak saja mengataiku gadis dekil. Dasar orang aneh! Pagi-pagi begini pakai baju rapi sama kacamata hitam kayak tukang pijat," celetuk Nara sambil berjalan berlalu dari sana."
Pria yang masih berdiri di sana tertegun mendengar apa yang barusan dikatakan oleh Nara.
"Tuan Muda, ada apa? Apa urusannya belum selesai?" Tiba-tiba ada suara seorang pria juga dengan penampilan rapinya.
"Tidak ada, Leo, kita pergi sekarang saja." Dua pria yang sama tingginya itu berjalan dengan tegap menuju mobil hitam yang ada di dalam gerbang sekolah.
Dua anak gadis yang sedang asik berbicara itu tampak tercengang saat melihat dua pria yang sedang berjalan menuju mobilnya.
"Oh My God! Rachel, kamu lihat dua pria tadi? Mereka tampan-tampan sekali!" serunya senang.
"Iya, mereka siapa ya, Mona? Kenapa mereka bisa ada di sekola ini? Apa mereka mau mendaftarkan anaknya atau saudaranya sekolah di sini? Atau mereka kakak dari salah satu murid di sini?" Rachel tampak berpikir.
"Tidak mungkin mereka sudah punya anak? Apalagi seumuran kita. Semoga saja pas acara prom night itu mereka datang dan aku pasti akan mendekati salah satu dari mereka," ucap Mona sok pede dengan dirinya.
"Aku prom night malah sudah ditawari datang dengan si Paijo." Gadis bernama Rachel itu memutar bola matanya jengah.
"Ahahahh! Kasihan sekali nasib kamu kalau sampai datang sama dia, Rachel. Aku ingatkan saja, kalau kamu datang sama dia, kamu jauh-jauh dariku saja karena aku tidak mau terlihat memalukan berteman dengan Paijo."
"Siapa juga yang mau datang sama dia? Aku itu hanya memanfaatkannya, kamu ingat itu."
Di ruang kepala sekolah, Nara sedang beridiri dengan menundukkan kepalanya karena malu dan takut. Nara sudah tau maksud dirinya kenapa dipanggil oleh kepala sekolah.
"Nara, saya mau mengatakan sesuatu tentang uang sekolah kamu dan uang untuk mengikuti ujian sekolah."
"Sebelum saya minta maaf, Pak. Saya masih belum dapat melunasi biaya sekolah yang sudah terlambat selama beberapa bulan karena paman saya belum ada uang untuk melunasinya," ucap Nara agak takut.
"Apa kamu masih ingin mengikuti ujian kelulusan, Nara?"
Nara langsung mengangkat kepalanya melihat pada kepala sekolah di depannya. "Saya masih mau mengikutiku ujian kelulusan itu, Pak. Saya ingin dapat lulus sekolah yang nantikan ijazahnya dapat saya gunakan unyuk mencari pekerjaan agar saya dapat membantu paman saya," ucap Nara semangat.
Seketika terlukis senyuman manis dari bibir sang kepala sekolah yang usianya sebaya dengan mendiang ayah Nara.
"Kenapa paman kamu tidak diusahakan membayar uang sekolah kamu, padahal kamu anak yang pandai. Dia bisa membayar uang sekolah putrinya selama ini."
"Saya tidak menyalahkan hal itu, Pak. Mona adalah putri paman Benu, jadi sudah sepantasnya paman Benu lebih mementingkan Mona karena tidak mau anaknya sampai putus sekolah."
"Kamu juga tidak akan putus sekolah nantinya, kamu dapat mengikuti ujian kelulusan sekolah kamu, Nara."
Seketika mulut Nara menganga mendengar apa yang barusan diucapkan oleh kepala sekolahnya. "Bapak serius? Jadi saya boleh tetap mengikuti ujian kelulusan? Lalu saya harus membayar uang ujian dan uang sekolah menyicil begitu maksudnya?"
Kepala sekolah Nara malah tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Nara. "Kamu tidak perlu menyicil apa-apa pada sekolah. Kamu hanya harus belajar lebih giat lagi supaya kamu nantinya mendapatkan nilai yang baik di sekolah."
"Kalau itu sudah pasti akan saya lakukan, Pak, apalagi saya sangat mengharapkan nantinya dapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah, jadi saya dapat kuliah tanpa harus membebani paman saya dengan biaya kuliah."
"Saya yakin kamu akan dapat menggapai keinginan mulia kamu itu."
"Saya sangat berharap kelak dapat menjadi seorang dokter, Pak. Saya ingin menjadi dokter spesialis anak seperti keinginan mama saya dulu saat saya masih kecil."
"Dokter?"
"Iya, kenapa, Pak? Cita-cita saya ketinggian ya? Bermimpi dulu, kan boleh, Pak?"
"Tentu saja kamu pasti bisa karena bapak tau dari wali kelas kamu kalau kamu salah satu muridnya yang pandai."
"Jadi, Pak, saya benaran dapat mengikuti ujian sekolah?"
"Tentu saja, dan uang sekolah kamu yang terlambat beberapa bulan sudan lunas semua. Sekarang kamu hanya harus belajar dengan giat agar nilai ujian kamu mendapatkan nilai yang bagus."
Sekali lagi mulut Nara menganga lebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
ayulia lestary
pasti di bayar sama pria yang tdi ya yang pakai sepatu pentopell
2022-10-26
0
Marulak Siagian
👍👍👍👍👍
2022-10-12
0
💐Lusi81
Nara...semangatttt
2022-07-17
2