Menghadapi Media

"A ... Ayu," badanku langsung gemetaran saat mengintip dari balik jendela, tampak banyak wartawan sudah memadati halaman rumah kami yang tak begitu luas. "Duh, wartawannya banyak banget ya mbak" gumamku sembari memainkan jemari.

"Apa? Ayo temui sekarang!" kata mbak Yuni. "Jangan buang-buang waktu lagi..mengerti!'

"Kenapa Yu? Kamu belum siap? Enggak apa-apa kok kalau belum siap, lain kali saja kita bicaranya." mbak Tika mencoba menenangkan aku yang masih gemetaran.

"Nggak bisa. Kamu harus bicara sekarang Yu.. ceritakan apa yang sudah menimpa kita. Hanya ini satu-satunya cara menghadapi orang-orang besar itu." kata mbak Yuni, sembari mendorongku agar segera keluar. "Ayo Yu, jangan diundur-undur lagi. Belum tentu nanti ada kesempatan kedua!"

"Mbak! Ayu belum siap. Lain kali saja menemui wartawannya." kata mbak Tika. "Lihat badannya sampai gemetaran begitu. Biarkan Ayu menenangkan diri dulu!"

"Lain kali? Kapan, Tik? Kalian tahu nggak sih siapa lawan kita? Mereka itu keluarga Utomo. Semua orang tahu bagaimana berkuasanya Keluarga ini. Kalau diundur-undur terus, belum tentu nanti pihak wartawan mau mewawancarai kita. Aku sudah berusaha keras untuk mengundang mereka hari ini, jadi jangan sia-sia kan semua usaha itu. Lagipula apa kamu nggak kasihan Yu sama ayah dan mas Yuda? Mereka semalaman nginap di penjara. Tidur hanya beralaskan lantai yang dingin, makannya nggak jelas. Lagipula bagaimana tanggapan Keluarga saya kalau mereka tahu mas Yuda masuk penjara..mereka akan malu dan marah, Yu. Tolong pikirkan itu juga!" Tegas mbak Yuni.

"Astagfirullah Mbak, tolong berempati sama Ayu. Kita ini keluarga. Satu kena musibah yang lain harusnya berempati." pinta mbak Tika.

Aku tak punya pilihan lain. Hanya itu satu-satunya cara yang kami miliki. Melawan pijat Juan Utomo dengan meraih simpati publik yaitu dengan menceritakan pada seluruh khalayak atas apa yang terjadi padaku.

***

"Te ... terimakasih sudah mensupport saya dan keluarga. Kejadian itu terjadi dua hari lalu, saya tidak bisa melakukan apapun untuk membebaskan diri darinya sebab saat itu juga ia memukul tengkuk saya hingga saya kehilangan kesadaran.

Sebagai seorang ayah dan saudara laki-laki, mendengar musibah yang menimpa saya, ayah dan Abang saya tentu saja meradang hingga mereka memberi pelaku pelajaran. Tapi ternyata apa yang mereka lakukan membuat mereka harus mendekam di penjara.

Saya benar-benar memohon keadilan. Kami hanyalah korban, tetapi inilah yang kami dapatkan. Dipenjara atas tuduhan melakukan kekerasan, sementara laporan kami sendiri tak pernah digubris oyoihak berwenang. Lalu apa yang harus kami lakukan?"

Aku yang semula gemetar karena takut menghadapi wartawan kini lebih berani, hanya saja aku tak bisa mengontrol emosi hingga air mata terus membanjiri pipi. Saat ini, aku berharap mendapatkan keadilan. Aku ingin ayah dan mas Yuda bisa kembali pulang.

"Mbak," aku menghambur dalam pelukan mbak Tika, usai memberikan keterangan kepada wartawan.

"Sudah Yu, jangan menangis. Mbak akan selalu ada untuk kamu." Mbak Tika memelukku. "Sekarang mbak puas kan sudah memaksa Ayu. Kita nggak tahu seberapa hancurnya mental Ayu sekarang!" mbak Tika marah pada mbak Yuni.

***

Hanya dalam hitungan jam, wajahku sudah beredar di media-media. Aku merasa sangat malu karena sekarang semua orang sudah tahu atas musibah yang menimpaku.

"Ayu nggak mau keluar lagi, mbak. Ayu mau dikamar saja. Ayu malu. Sekarang semua orang sudah tahu kalau Ayu pernah diperko**" Aku menangis dalam pelukan mbak Tika.

"Sudah Yu. Ini semua bukan aib. Kamu hanya korban, kamu nggak melakukan dosa apapun, jadi tak perlu berkecil hati, ya." meski mbak Tika berusaha menguatkan, tetapi tetap saja mentalkunsudha hancur. Aku merasa sangat malu bertemu dengan orang-orang.

***

Sudah dua hari ayah dan mas Yuda ditahan. Aku semakin patah semangat, merasa bersalah karena sudah membuat mereka berdua di penjara. Tetapi tak tahu harus melakukan apa.

"Ayu!" mbak Yuni masuk ke kamarku tanpa permisi. "Kamu harus ikut mbak sekarang juga, mumpung Tika sedang keluar."

"Kemana, mbak?" tanyaku.

"Temui ayah dan mas Yuda di penjara."

Aku menurut saja. Ikut dengan mbak Yuni menuju kantor polisi. Di sana aku dipaksa untuk membujuk ayah agar mau menandatangani kesepakatan bahwa kasus yang menimpaku tidak pernah terjadi.

"Hanya ini satu-satunya cara agat ayah dan mas Yuda bisa bebas. Kamu tahu, kalau laporan tidak dicabut dan sampai disidangkan, maka ayah dan mas Yuda bisa dipenjara selama lima tahun. Itu bukan waktu yang sebentar Ayu. Mbak tahu ini egois, tapi keluarga mbak nggak akan membiarkan mbak menanti mas Yuda tanpa kepastian seperti ini. Apalagi kami belum punya anak, akan lebih leluasa bagi mereka menyuruh kami berpisah. Jadi kamu harus bertindak, Yu." kata mbak Yuni.

Lagi-lagi aku tak membantah meski sebenarnya hati kecilku berontak. Bagaimana mungkin aku bisa melepaskan pelaku yang sudah menghancurkan masa depanku. Tapi aku juga tak tega jika ayah dan mas Yuda harus dipenjara sampai lima tahun.

Sesuai dengan apa yang dikatakan mbak Yuni, aku meminta agar ayah tidak melanjutkan kasus ini.

"Kamu bicara apa, sih Yu? Bagaimana mungkin ayah bisa melepaskan bajing** itu? Dia sudah menghancurkan masa dpena kamu!" tegas ayah. "Ayah sudah tidak peduli apapun juga, ayah janji akan mendapatkannya dan memberinya pelajaran! Kamu tak perlu khawatirkan ayah dan Yuda, kami akan baik-baik saja."

"Tapi yah, ayu ...." aku tak sanggup melanjutkan. Akupun tak rela jika ia bebas begitu saja. Tapi juga tidak tega jika ayah dan mas Yuda harus dipenjara selama itu. Apalagi ini juga berkaitan dengan pernikahan mas Yuda. Terlalu banyak yang harus dikorbankan.

"Yah ... ayah percaya dengan takdir, kan? Semua yang terjadi pada Ayu sudah sesuai dengan garis tangan yang Allah tetapkan. Sakit memang, tapi Ayu sudah belajar untuk ikhlas. Makanya Ayu minta ayah dan mas Yuda juga ikhlas. Ayu sudah tidak apa-apa. Semua akan berlalu dan akan kembali baik-baik saja. Sekarang yang penting ayah dan mas Yuda pulang." kataku.

"Kamu bicara apa, sih Yu? Mas dan Ayah melakukan ini semua untuk kamu. Jadi jangan berpikir untuk berdamai dengan anak itu ataupun keluarganya. Mau mereka melakukan apapun, kita akan hadapi!" tegas mas Yuda.

Bagaimana mungkin aku bisa tega pada kelua orang lelaki yang amat aku sayangi itu. Aku tak ingin mereka di penjara, juga tak ingin jadi penyebab perpisahan dalam rumah tangga mas Yuda.

"Siapapun ... tak akan bisa menghalangi kami untuk membalaskan semuanya!" tegas mas Yuda lagi. "Termasuk kamu Yun, jangan paksakan apapun pada Ayu, kalau kamu melakukannya, saya bersiap untuk mengakhiri semuanya saja!"

Mbak Yuni langsung pucat saat telunjuk mas Yuda mengarah padanya. Ia tak menyangka kalau mas Yuda ternyata sudah tahu semuanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!